Putusan BANI soal TPI Tak Bisa Dibatalkan
A
A
A
JAKARTA - Putusan majelis hakim Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait sengketa kepemilikan saham PT Cipta Televisi Indonesia (CTPI) tidak bisa dibatalkan.
Pakar hukum perdata dari Universitas Negeri Semarang Pujiono melihat, kubu Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) ingin pembatasan kasus ini dengan menggunakan Pasal 70 Undang - Undang 30 Tahun 1999 tentang Hak Membatalkan.
“Tidak mudah membatalkan satu putusan BANI karena membutuhkan tiga syarat misalnya ada surat yang disembunyikan, surat palsu, atau menyembunyikan ihwal lain. Saya kira itu tidak ada dalam penyelesaian sengketa TPI tersebut,” ungkap Pujiono di Jakarta kemarin.
Selain itu, menurut dia, sesuai Pasal 71, pembatalan itu harus dilakukan maksimal 30 hari setelah pengacara PT Berkah Karya Bersama mendaftarkan putusan BANI ke pengadilan dalam rangka eksekusi ke pihak yang kalah. “Apa yang mau dibatalkan lagi karena objek sengketa ini adalah kepemilikan saham dan BANI sudah menyelesaikan kasus ini dengan memenangkan PT Berkah Karya Bersama,” ucap Pujiono.
Nasib perkara sengketa TPI antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) telah diputuskan majelis hakim BANI pada 12 Desember 2014. Hasilnya, PT Berkah Karya Bersama memenangkan perkara tersebut. Karena itu, lanjut Pujiono, Tutut harus tetap menghargai putusan BANI dengan melaksanakan putusan itu.
“Saya sarankan kepada kubu Tutut untuk menghargai putusan BANI dengan melaksanakannya dengan baik tidak malah melebar-lebar ke hal lain,” katanya. Senada diungkapkan pakar hukum bisnis, Frans Hendra Winarta.
Menurut dia, pengadilan tidak berhak menilai putusan arbiter benar atau tidak, apalagi meragukan kompetensi arbiter yang menengahi sebuah perkara. “Pengadilan tidak berhak menilai putusan BANI itu benar atau salah,” imbuhnya.
Apa pun alasan dan dasarnya, ujar Frans, siapa pun tidak bisa menyatakan putusan BANI salah atau benar. Arbitrase punya otoritas sendiri di luar jalur pengadilan. Itu ditambah para arbiter dipilih karena kapabilitas (kemampuan) di bidang yang disengketakan. “Tak usah meragukan kapabilitas para arbiter,” kata Frans.
Menurut dia, sengketa saham akan ditangani oleh arbiter yang ahli di bidang saham. Begitu juga sengketa konstruksi akan melibatkan arbiter yang ahli di bidang konstruksi. Karena itu, kecil kemungkinan para arbiter itu tidak kompeten.
“Para arbiter itu juga dipilih sendiri oleh pihak yang bersengketa, jadi mereka harus menerima apa pun keputusan arbiter sebagai keputusan yang final dan mengikat,” sebutnya. Menyinggung pihak yang menyatakan bahwa hasil banyak putusan BANI bisa dibatalkan oleh pengadilan umum, Frans menampik itu. “Berikan contoh mana putusan BANI yang dibatalkan oleh pengadilan? Saya meragukan kompetensi orang yang mengatakan itu. Dia pasti tidak paham hukum arbitrase,” kata Frans.
Jalur arbitrase, menurut Frans, menjadi alternatif penyelesaian sengketa di bidang perdagangan (privat) karena cepat dan hemat biaya. Pengambilan keputusan didasarkan pada keadilan, kejujuran, dan kepatutan.
mnc media
Pakar hukum perdata dari Universitas Negeri Semarang Pujiono melihat, kubu Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) ingin pembatasan kasus ini dengan menggunakan Pasal 70 Undang - Undang 30 Tahun 1999 tentang Hak Membatalkan.
“Tidak mudah membatalkan satu putusan BANI karena membutuhkan tiga syarat misalnya ada surat yang disembunyikan, surat palsu, atau menyembunyikan ihwal lain. Saya kira itu tidak ada dalam penyelesaian sengketa TPI tersebut,” ungkap Pujiono di Jakarta kemarin.
Selain itu, menurut dia, sesuai Pasal 71, pembatalan itu harus dilakukan maksimal 30 hari setelah pengacara PT Berkah Karya Bersama mendaftarkan putusan BANI ke pengadilan dalam rangka eksekusi ke pihak yang kalah. “Apa yang mau dibatalkan lagi karena objek sengketa ini adalah kepemilikan saham dan BANI sudah menyelesaikan kasus ini dengan memenangkan PT Berkah Karya Bersama,” ucap Pujiono.
Nasib perkara sengketa TPI antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) telah diputuskan majelis hakim BANI pada 12 Desember 2014. Hasilnya, PT Berkah Karya Bersama memenangkan perkara tersebut. Karena itu, lanjut Pujiono, Tutut harus tetap menghargai putusan BANI dengan melaksanakan putusan itu.
“Saya sarankan kepada kubu Tutut untuk menghargai putusan BANI dengan melaksanakannya dengan baik tidak malah melebar-lebar ke hal lain,” katanya. Senada diungkapkan pakar hukum bisnis, Frans Hendra Winarta.
Menurut dia, pengadilan tidak berhak menilai putusan arbiter benar atau tidak, apalagi meragukan kompetensi arbiter yang menengahi sebuah perkara. “Pengadilan tidak berhak menilai putusan BANI itu benar atau salah,” imbuhnya.
Apa pun alasan dan dasarnya, ujar Frans, siapa pun tidak bisa menyatakan putusan BANI salah atau benar. Arbitrase punya otoritas sendiri di luar jalur pengadilan. Itu ditambah para arbiter dipilih karena kapabilitas (kemampuan) di bidang yang disengketakan. “Tak usah meragukan kapabilitas para arbiter,” kata Frans.
Menurut dia, sengketa saham akan ditangani oleh arbiter yang ahli di bidang saham. Begitu juga sengketa konstruksi akan melibatkan arbiter yang ahli di bidang konstruksi. Karena itu, kecil kemungkinan para arbiter itu tidak kompeten.
“Para arbiter itu juga dipilih sendiri oleh pihak yang bersengketa, jadi mereka harus menerima apa pun keputusan arbiter sebagai keputusan yang final dan mengikat,” sebutnya. Menyinggung pihak yang menyatakan bahwa hasil banyak putusan BANI bisa dibatalkan oleh pengadilan umum, Frans menampik itu. “Berikan contoh mana putusan BANI yang dibatalkan oleh pengadilan? Saya meragukan kompetensi orang yang mengatakan itu. Dia pasti tidak paham hukum arbitrase,” kata Frans.
Jalur arbitrase, menurut Frans, menjadi alternatif penyelesaian sengketa di bidang perdagangan (privat) karena cepat dan hemat biaya. Pengambilan keputusan didasarkan pada keadilan, kejujuran, dan kepatutan.
mnc media
(ftr)