269 Mantan Legislator Thailand Didakwa Korupsi
A
A
A
BANGKOK - Komisi Antikorupsi Nasional (NACC) Thailand kemarin mendakwa 269 mantan anggota legislatif atas tuduhan korupsi.
Direktur riset Institut Urusan Asia Tenggara yang berafiliasi dengan Universitas Chiang Mai, Paul Chambers, menilai dakwaan tersebut sebagai upaya untuk menghapus pengaruh keluarga Shinawatra dalam kancah perpolitikan Thailand.
Saat ini Thailand sedang dalam status darurat militer, setelah terjadinya krisis politik sejak tahun lalu. Pemimpin Thailand saat ini, Jenderal Prayuth Chanocha, mengatakan bahwa pihaknyaakanmengembalikansistem pemerintahan kepada rakyat melalui pemilu yang akan dilangsungkan 2016 mendatang.
Pelaksanaan pemilu ini mundur satu tahun dari rencana awal. Sejak 2001, pemilu Thailand selalu dimenangkan keluarga Shinawatra. Terakhir, Yingluck Shinawatra terpilih menjadi perdana menteri (PM) pada 2011. Namun pada 2014, Yingluck digulingkan dan diganti PM sementara, sebelum akhirnya dikudeta militer pada 22 Mei. Serangkaian masa lalu kelam itu menjadi pelajaran berharga bagi Thailand.
Namun, menurut Chambers, sejarah tersebut tetap membuat militer khawatir keluarga Shinawatra akan kembali memenangi pemilu 2016 mendatang. Karena itu, jika melihat situasi politik saat ini, pengaruh Shinawatra sedang dihilangkan kaum royalis . Hal itu bukan tanpa fakta. Sekitar 223 mantan legislator yang didakwa NACC merupakan bagian dari Partai Pheu Thai (PTP) yang merupakan pengembangan dari partai yang didirikan mantan PM Thaksin Shinawatra, Partai Politik Thai.
Jika terbukti bersalah, hakim kemungkinan besar akan melarang mereka berkiprah di dunia politik selama lima tahun. Semuamantanlegislatoryang dipanggil itu tersangkut kasus korupsi pada 2013. Upaya pembasmian para pentolan PTP dari dunia politik akan memperkecil partisipasi, sekaligus peluang keluarga Shinawatra memenangi pemilu tahun depan. Chambers menilai langkah ini untuk menghancurkan “mesin” politik Shinawatra. “Ini bagian dari upaya menghancurkan Shinawatra,” ujar Chambers, dikutip Reuters.
Muh shamil
Direktur riset Institut Urusan Asia Tenggara yang berafiliasi dengan Universitas Chiang Mai, Paul Chambers, menilai dakwaan tersebut sebagai upaya untuk menghapus pengaruh keluarga Shinawatra dalam kancah perpolitikan Thailand.
Saat ini Thailand sedang dalam status darurat militer, setelah terjadinya krisis politik sejak tahun lalu. Pemimpin Thailand saat ini, Jenderal Prayuth Chanocha, mengatakan bahwa pihaknyaakanmengembalikansistem pemerintahan kepada rakyat melalui pemilu yang akan dilangsungkan 2016 mendatang.
Pelaksanaan pemilu ini mundur satu tahun dari rencana awal. Sejak 2001, pemilu Thailand selalu dimenangkan keluarga Shinawatra. Terakhir, Yingluck Shinawatra terpilih menjadi perdana menteri (PM) pada 2011. Namun pada 2014, Yingluck digulingkan dan diganti PM sementara, sebelum akhirnya dikudeta militer pada 22 Mei. Serangkaian masa lalu kelam itu menjadi pelajaran berharga bagi Thailand.
Namun, menurut Chambers, sejarah tersebut tetap membuat militer khawatir keluarga Shinawatra akan kembali memenangi pemilu 2016 mendatang. Karena itu, jika melihat situasi politik saat ini, pengaruh Shinawatra sedang dihilangkan kaum royalis . Hal itu bukan tanpa fakta. Sekitar 223 mantan legislator yang didakwa NACC merupakan bagian dari Partai Pheu Thai (PTP) yang merupakan pengembangan dari partai yang didirikan mantan PM Thaksin Shinawatra, Partai Politik Thai.
Jika terbukti bersalah, hakim kemungkinan besar akan melarang mereka berkiprah di dunia politik selama lima tahun. Semuamantanlegislatoryang dipanggil itu tersangkut kasus korupsi pada 2013. Upaya pembasmian para pentolan PTP dari dunia politik akan memperkecil partisipasi, sekaligus peluang keluarga Shinawatra memenangi pemilu tahun depan. Chambers menilai langkah ini untuk menghancurkan “mesin” politik Shinawatra. “Ini bagian dari upaya menghancurkan Shinawatra,” ujar Chambers, dikutip Reuters.
Muh shamil
(ars)