Masyarakat-Pengusaha Perlu Hindari Sengketa Lahan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan mengatakan masyarakat dan pengusaha berbasis industri sumber daya alam perlu menjaga harmonisasi untuk menghindari sengketa lahan.
”Kita akan mengedepankan sistem yang cepat untuk memberikan kepastian dalam penggunaan lahan kepada investor, tetapi tidak terjadi tumpang tindih dengan masyarakat adat dan lainnya,” kata Ferry saat bertemu dengan sejumlah CEO (direktur utama) perusahaan berbasis sumber daya alam yang membicarakan berbagai soal, salah satunya potensi sengketa lahan.
Dia menyebutkan terobosan sistem yang tepat dan cepat akan menjadi prioritas kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam menciptakan harmonisasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha. Untuk membentuk langkah harmonisasi pihak terkait, Ferry menyiapkan peraturan menteri (permen) dalam mengatur kebijakan tersebut.
”Kami mencegah timbulnya konflik antarpihak dengan menggodok peraturan menteri yang antara lain berkaitan dengan pemberian sertifikat hak komunal kepada masyarakat adat,” kata politikus Partai NasDem itu. Ferry menegaskan proses pelayanan perizinan penggunaan lahan bagi investor akan dibentuk dalam pelayanan terpadu dengan proses yang mudah, singkat, dan murah.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memprediksi konflik agraria di berbagai daerah pada 2015 akan meningkat bila pemerintah tidak menyelesaikan problem struktural guna memenuhi rasa keadilan rakyat.
”Konflik (terkait agraria) akan meningkat jika Presiden tidak segera menyelesaikan problem struktural agraria-SDA (sumber daya alam). Terlebih dalam RPJMN (Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional) 2015- 2019secarategaspembangunan infrastruktur akan digenjot besar-besaran dengan anggaran yang juga begitu besar,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan.
Walhi mengingatkan bahwa badan penyelesaian konflik agraria-SDA merupakan salah satu janji politik yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Walhi serta menjadi janji yang tertuang dalam visi misi dan program aksi Nawacita. Dia juga mengemukakan kebutuhan dan kemendesakan pembentukan badan penyelesaian konflik agraria-SDA karena konflik agraria sudah menjadi problem manifes dan laten sejak zaman Orde Baru tanpa ada penyelesaian yang memenuhi rasa keadilan bagi rakyat.
Berdasarkan data dari tinjauan lingkungan hidup Walhi, disebutkan pada 2014 telah terjadi 472 konflik agraria dengan luas wilayah mencapai 2.860.977,07 hektare yang melibatkan 105.887 kepala keluarga (KK). Jumlah konflik tersebut meningkat sebanyak 103 konflik (27,9%) jika dibandingkan dengan jumlah konflik di tahun 2013 (369 konflik).
”Namun kami tidak berharap badan penyelesaian konflik agraria ini hanya untuk mengamankan proyek pembangunan pada periode Jokowi agar bebas dari konflik sehingga badan penyelesaian konflik agraria-SDA ini harus dapat menyelesaikan problem struktural masa lalu yang hingga saat ini tidak menemukan penyelesaian konflik yang berkeadilan,” ujarnya.
Imas damayanti/Ant
”Kita akan mengedepankan sistem yang cepat untuk memberikan kepastian dalam penggunaan lahan kepada investor, tetapi tidak terjadi tumpang tindih dengan masyarakat adat dan lainnya,” kata Ferry saat bertemu dengan sejumlah CEO (direktur utama) perusahaan berbasis sumber daya alam yang membicarakan berbagai soal, salah satunya potensi sengketa lahan.
Dia menyebutkan terobosan sistem yang tepat dan cepat akan menjadi prioritas kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam menciptakan harmonisasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha. Untuk membentuk langkah harmonisasi pihak terkait, Ferry menyiapkan peraturan menteri (permen) dalam mengatur kebijakan tersebut.
”Kami mencegah timbulnya konflik antarpihak dengan menggodok peraturan menteri yang antara lain berkaitan dengan pemberian sertifikat hak komunal kepada masyarakat adat,” kata politikus Partai NasDem itu. Ferry menegaskan proses pelayanan perizinan penggunaan lahan bagi investor akan dibentuk dalam pelayanan terpadu dengan proses yang mudah, singkat, dan murah.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memprediksi konflik agraria di berbagai daerah pada 2015 akan meningkat bila pemerintah tidak menyelesaikan problem struktural guna memenuhi rasa keadilan rakyat.
”Konflik (terkait agraria) akan meningkat jika Presiden tidak segera menyelesaikan problem struktural agraria-SDA (sumber daya alam). Terlebih dalam RPJMN (Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional) 2015- 2019secarategaspembangunan infrastruktur akan digenjot besar-besaran dengan anggaran yang juga begitu besar,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan.
Walhi mengingatkan bahwa badan penyelesaian konflik agraria-SDA merupakan salah satu janji politik yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Walhi serta menjadi janji yang tertuang dalam visi misi dan program aksi Nawacita. Dia juga mengemukakan kebutuhan dan kemendesakan pembentukan badan penyelesaian konflik agraria-SDA karena konflik agraria sudah menjadi problem manifes dan laten sejak zaman Orde Baru tanpa ada penyelesaian yang memenuhi rasa keadilan bagi rakyat.
Berdasarkan data dari tinjauan lingkungan hidup Walhi, disebutkan pada 2014 telah terjadi 472 konflik agraria dengan luas wilayah mencapai 2.860.977,07 hektare yang melibatkan 105.887 kepala keluarga (KK). Jumlah konflik tersebut meningkat sebanyak 103 konflik (27,9%) jika dibandingkan dengan jumlah konflik di tahun 2013 (369 konflik).
”Namun kami tidak berharap badan penyelesaian konflik agraria ini hanya untuk mengamankan proyek pembangunan pada periode Jokowi agar bebas dari konflik sehingga badan penyelesaian konflik agraria-SDA ini harus dapat menyelesaikan problem struktural masa lalu yang hingga saat ini tidak menemukan penyelesaian konflik yang berkeadilan,” ujarnya.
Imas damayanti/Ant
(ars)