Disanksi Ringan, Lion Air Disinyalir Punya Nilai Tawar Besar

Selasa, 24 Februari 2015 - 10:09 WIB
Disanksi Ringan, Lion Air Disinyalir Punya Nilai Tawar Besar
Disanksi Ringan, Lion Air Disinyalir Punya Nilai Tawar Besar
A A A
JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada maskapai Lion Air buntut kekacauan jadwal dan penundaan keberangkatan (delay) beruntun pekan lalu.

Namun, sanksi itu dinilai terlalu ringan dan tidak sebanding dengan banyaknya dampak ataupun kerugian yang ditimbulkan. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan sanksi keras, di antaranya tidak memberikan izin rute baru, serta pembekuan sementara rute yang tidak diterbangi selama 21 hari. ”Kita tentu saja membantah anggapan bahwa Kemenhub menganakemaskan Lion Air,” ujar dia.

Terkait pembekuan izin rute yang tidak diterbangi selama 21 hari, merupakan rute-rute yang kurang penumpang. ”Misalnya Jakarta-Batam, Lion Air terbangi sebanyak lima kali sehari, namun hanya diterbangi empat kali sehari. Nah , yang satu kali ini saya bekukan. Tapi saya nggak hafal persis rute tepatnya yang dibekukan,” ujar dia dalam jumpa pers di Kantor Kemenhub kemarin.

Dalam waktu dekat, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan melakukan pemeriksaan intensif kepada Lion Air guna mencegah kejadian delay berkepanjangan terulang. ”Kita juga akan membuat peraturan mengenai tata cara dan kewajiban penanganan krisis akibat keterlambatan atau pembatalan penerbangan beserta sanksinya.”

Peraturan baru tersebut dibahas melalui revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) yang sudah diatur sebelumnya dalam Permenhub No 25/2005, Permenhub No 49/2012 serta Permenhub No 77/2011. Mengenai sanksi, kata dia, selanjutnya juga akan ditambahkan berdasarkan aturan yang ada.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menilai pangsa pasar Lion Air yang besar menyulitkan pemerintah memberikan hukuman yang berat kepada maskapai berlogo Singa Merah tersebut.

Menurut dia, dengan jumlah armada dan pangsa pasar yang besar membuat maskapai Lion Air memiliki nilai tawar yang besar kepada pemerintah. ”Sehingga dari sisi regulasi memang sudah dijalankan sesuai aturan. Tapi apakah itu cukup, masyarakat yang menilai,” ujar dia.

Sebagai informasi, pada 2013 pangsa pasar Lion Air untuk penerbangan niaga dalam negeri mencapai 43,04% dengan mengangkut 32.610.168 penumpang dari total penumpang tahun 2013 mencapai 75.770.222 penumpang.

Danang mencontohkan, jika pemerintah membekukan izin rute penerbangan Lion Air maka hal tersebut menjadi taruhan besar yang pada akhirnya berdampak pada masyarakat, pengguna angkutan udara berbiaya murah.

Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta saja, Lion Air memiliki izin rute tak kurang dari 100 rute terbang. Meski begitu, pemerintah seharusnya bisa memberikan denda yang besar kepada maskapai yang merugikan penumpangnya. Denda tersebut bisa dalam bentuk nominal rupiah. ”Selama ini denda atau sanksi dalam bentuk rupiah masih sangat kecil. Seharusnya dendanya besar, karena pada akhirnya bisa digunakan untuk kepentingan penumpang di bandara,” ujarnya.

Menurutnya, kejadian keterlambatan keberangkatan penerbangan juga seharusnya tidak perlu terjadi jika manajemen penanganan penumpang akibat keterlambatan tersebut diterapkan dengan baik.

Di sisi lain, deposit atau insurance , sudah seharusnya diterapkan oleh setiap maskapai. ”Masalah ganti rugi penumpang termasuk refund tidak perlu ditalangi oleh pengelola bandara jika deposit atau insurance itu diterapkan,” jelasnya.

Peran Kemenhub sebagai regulator juga sangat dibutuhkan. Apalagi, regulasi udara masih kurang menjangkau halhal yang bersifat privat seperti pengaturan manajemen delay serta deposit atau asuransi ketika penumpang mengalami keterlambatan penerbangan.

Jika hanya menyerahkan masyarakat untuk memberikan hukuman kepada maskapai Lion Air, menurutnya juga tidak adil. ”Karena transportasi publik itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Sementara masyarakat mencari pilihan transportasi publik yang murah dan safety . Kita berharap pemerintah bisa menyediakan keduanya,” ucap dia.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait membantah tudingan dari Kemenhub yang menyatakan perusahaannya tidak memiliki standard operational procedure (SOP) dalam kondisi darurat. Menurut dia, SOP dalam kondisi emergency sudah dipegang oleh bagian ground handling . ”Itu yang sebenarnya kita cek, apakah SOP emergency tidak dijalankan oleh ground handling ,” kata Edward.

Dia mengungkapkan, tidak tegasnya pengambilan keputusan manajemen menyebabkan tertundanya sejumlah penerbangan sejak Rabu (18/2) pekan lalu. Selain soal lambatnya memberi keputusan, kekacauan itu juga dipicu adanya kerusakan mesin tiga armada pesawat dan keterlambatan dalam aplikasi schedule penerbangan.

Menurut dia, seharusnya para penumpang bisa terbang cepat dengan membawa jadwal yang baru. Kendala lain adalah terdapat limitasi jam penerbangan di beberapa bandara. ”Proses pengambilan keputusan di Bandara Soekarno-Hatta yang tidak tegas untuk dibatalkan, sehingga sejumlah penumpang masih menunggu hingga lebih dari lima jam,” kata Edo, sapaan akrabnya di Kantor Pusat Lion Air, Jakarta, kemarin.

Atas kasus ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta Lion Air terus memperbaiki kinerjanya. JK mengingatkan sudah banyak perusahaan penerbangan yang bangkrut akibat tidak dikelola dengan baik.

”Lion Air harus bisa mengelola dengan baik mengingat tak mudah mengelola angkutan udara. Sudah banyak perusahaan penerbangan yang jatuh bangun,” kata Jusuf Kalla. Hingga kemarin, beberapa jadwal penerbangan maskapai Lion Air masih mengalami delay antara 1-3 jam.

Heru febrianto/ Ichsan Amin/ Denny irawan/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3813 seconds (0.1#10.140)