Dana Reses Anggota DPR Naik Jadi Rp2,7 M

Senin, 23 Februari 2015 - 10:27 WIB
Dana Reses Anggota DPR...
Dana Reses Anggota DPR Naik Jadi Rp2,7 M
A A A
JAKARTA - Anggaran reses tiap anggota DPR dinaikkan menjadi Rp2,7 miliar dari anggaran sebelumnya yang hanya Rp 1,7 miliar. Kenaikan dana yang cukup besar tersebut harus dimanfaatkan secara transparan kepada masyarakat.

Research Manager Forum Masyarakat Peduli Parlremen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan peningkatan tersebut ditujukan untuk program rumah aspirasi rakyat. “Karena sudah disetujui, DPR tentu mulai menerima dana aspirasi itu. Nah dengan adanya dana khusus itu, mestinya ada peningkatan kinerja penyerapan aspirasi,” katanya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Menurut dia, reses kali ini DPR sudah memastikan jatah dana aspirasi bagi masing-masing anggota dengan jumlah yang fantastis lewat program rumah aspirasi. Dana aspirasi diadakan untuk memperlancar proses serap aspirasi di daerah pemilihan. “Dengan demikian sesungguhnya dalam reses kali ini yang diharapkan dari DPR adalah akuntabilitas soal berapa dana yang diboyong setiap anggota ke dapil (daerah pemilihan),” jelasnya.

Oleh karena itu sebagai bentuk akuntabilitas dari DPR, Formappi menuntut DPR untuk menjelaskan aspirasi-aspirasi yang mereka serap di dapil selama reses. Menurutnya, penting bagi DPR untuk memberitahukan apa yang mereka lakukan agar publik percaya bahwa ada korelasi antara anggaran reses yang semakin meningkat dengan efektivitas menyerap aspirasi masyarakat di dapil.

“Bagaimana kita tahu bahwa dana aspirasi itu benar-benar dipakai untuk serap aspirasi jika DPR tak memberitahukan pemakaiannya?” tegas dia. Dia meminta DPR harus membuktikan bahwa mereka tak hanya gemar menambah anggaran untuk diri sendiri tanpa ada hasil yang nyata bagi pemilihnya. Karena dana aspirasi ini merupakan mata anggaran khusus untuk kegiatan serap aspirasi yang berbeda dari tunjangan reses sebelumnya.

“Dana aspirasi itu yang Rp1 triliun lebih itu. Jadi per tahun anggota mendapat tambahan Rp1 miliar lebih khusus untuk serap aspirasi dan uang ini beda lagi dengan tunjangan reses,” tandasnya. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan untuk setiap anggota DPR periode 2014-2019 disediakan dana aspirasi untuk merealisasi program yang menjadi aspirasi konstituennya di daerah pemilihan. Namun dana tersebut tidak langsung dibawa oleh anggota Dewan, melainkan melalui program yang bisa diusulkan dalam setiap sidang paripurna.

Taufik menjelaskan, dana aspirasi ini merupakan tindak lanjut dari Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) bahwa DPR punya konstituen yang aspirasinya harus diperjuangkan. Karena itu DPR harus membuat instrumen agar setiap anggota DPR punya ruang dan akses sama dalam memperjuangkan aspirasi yang diserapnya dari dapil.

“Pembicaraan itu sebenarnya sudah diawali DPR periode 2009-2014 lalu, tetapi belum ditindaklanjuti secara konkret. Nah di UU MD3 dan tata tertib yang baru, disampaikan bagaimana ketentuannya,” jelasnya. Perihal teknis dari pemanfaatan dana alokasi tersebut, lanjut Taufik, bisa disampaikan dalam setiap rapat paripurna, yaitu setiap anggota menyampaikan aspirasi yang diserap dari dapilnya untuk bisa direalisasi dalam program.

Aspirasi itu nantinya dikolektifkan oleh pihak kesekretariatan untuk kemudian disampaikan ke pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam pembahasan anggaran. “Jadi bentuknya dalam sebuah program, bukan dalam bentuk uang seperti dibayangkan sebelumnya. Dengan demikian, kunjungan Dewan setiap reses itu ada tindak lanjut,” ujarnya.

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Surahman Hidayat menjelaskan, kode etik DPR tidak mengatur laporan pertanggungjawaban reses secara spesifik karena laporan reses lebih bersifat administratif. Terlebih, laporan tersebut disampaikan melalui fraksi masing-masing. “Kalau kami di PKS mengharuskan anggota seminggu setelah reses laporan tertulisnya sudah terkumpul,” kata Surahman saat dihubungi.

Mengenai sanksi, menurut Surahman, hal itu juga tidak secaraspesifikdiatur. Hanyanorma umum saja yang diatur, misalnya pelarangan anggota untuk menyalahgunakan wewenang atau fasilitas, termasuk dalam reses atau apapun itu. “Dan misalnya anggota tidak pernah turun ke dapil tanpa alasan yang benar, tentu bisa dilaporkan oleh konstituennya ke Sekjen DPR,” urai anggota Komisi X DPR itu.

Kiswondari/ rahmat sahid
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8670 seconds (0.1#10.140)