Bintang Asing Melintasi Sistem Tata Surya

Minggu, 22 Februari 2015 - 09:14 WIB
Bintang Asing Melintasi Sistem Tata Surya
Bintang Asing Melintasi Sistem Tata Surya
A A A
Bintang asing melintasi Sistem Tata Surya kita pada 70.000 tahun silam. Itulah temuan terbaru para astronom yang mengejutkan. Tidak ada bintang lain yang pernah sedekat ini dengan Sistem Tata Surya.

Para peneliti dalam tim internasional menjelaskan, bintang asing itu melintas lima kali lebih dekat dibandingkan tetangga terdekat kita, Proxima Centauri. Bintang merah kerdil (red dwarf ) yang disebut Scholz itu melintas melalui bagian terluar Sistem Tata Surya yang disebut Awan Oort. Bintang Scholz itu tidak sendiri tapi sepanjang perjalanannya ditemani obyek yang disebut cokelat kerdil (brown dwarf).

Ini merupakan bintang gagal yang kekurangan massa yang diperlukan untuk terjadinya fusi di bagian intinya. Temuan ini dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters . “Pada 70.000 tahun silam, kosmik ini melintas dalam jarak 0,8 tahun cahaya dari Matahari. Dibandingkan Proxima Centauri yang jaraknya 4,2 tahun cahaya dari Matahari,” ungkap para pengamat lintasan bintang redup di jurnal tersebut, dikutip BBC.

Dalam laporan itu, para astronom yang dipimpin Eric Mamajek di University of Rochester, New York, menjelaskan bahwa mereka 98% yakin bahwa bintang Scholz melintasi bagian luar Awan Oort di tepi Sistem Tata Surya yang dipenuhi triliunan komet. Daerah ini seperti kulit bola sekitar Sistem Tata Surya dan mungkin sepanjang 100,000 Astronomical Units (AU). Satu AU adalah jarak antara Bumi dan Matahari.

Awan Oort diduga melahirkan komet periode panjang yang dapat melintasi Matahari saat orbit mereka terganggu. Untuk menentukan lintasan bintang, para peneliti memerlukan dua informasi: perubahan jarak dari Matahari ke bintang (kecepatan radial) dan gerakan bintang melintasi antariksa (kecepatan tangensial). Bintang Scholz saat ini berada dalam jarak 20 tahun cahaya, menjadikannya sebagai bintang yang cukup dekat dengan Matahari.

Meski demikian, bintang ini memiliki kecepatan tangensial yang sangat lambat untuk jarak sedekat ini. Hal itu menunjukkan bahwa tetap ada kemungkinan bintang itu bergerak menjauh dari Matahari atau mendekati Sistem Tata Surya. Pengukuran kecepatan radial mengonfirmasi bahwa sistem bintang biner itu sebenarnya menjauh dari kita.

Dengan melacak gerakannya saat ini para peneliti mengetahui bintang ini berada dekat dengan Matahari pada 70.000 tahun silam. Bintang yang melintasi Awan Oort berpotensi mengganggu gravitasi orbit kometkomet di sana, mengirim mereka ke lintasan bagian dalam Sistem Tata Surya. Kendati demikian, Dr Mamajek yakin dampak bintang Scholz pada lingkungan kosmik kita dapat diabaikan.

“Ada triliunan komet di Awan Oort dan tampaknya sebagian terganggu dengan obyek ini. Tapi, sejauh ini sepertinya bintang ini tidak memicu hujan komet dalam skala besar,” ujarnya. Dampak bintang yang melintasi Awan Oort ialah fungsi massa, kecepatan dan kedekatan bintang itu. Skenario kasus terburuk ialah bintang itu membuat kometkomet bergerak lebih lambat, demikian juga bintang tersebut bergerak melambat.

Bintang Scholz relatif dekat, tapi sistem biner (red dwarf dan brown dwarf ) memiliki massa yang rendah dan kecepatannya juga rendah. Faktor-faktor ini membuat dampak bintang itu terhadap Awan Oort sangat kecil. Meskipun bintang ini merupakan yang terdekat hingga kini, Dr Mamajek berpikir, sangat jarang bintang asing mengganggu sistem Tata Surya.

Dia menyatakan, bintang itu mungkin melintasi Awan Oort setiap 100.000 tahun sekali atau lebih. Kedekatan lintasan itulah yang membuat bintang Scholz langka. Dr Mamajek mengungkapkan, sejumlah simulasi matematika menyimpulkan kejadian ini terjadi ratarata sekitar sekali setiap 9 juta tahun.

“Jadi, ini sesuatu yang agak jarang terjadi bahwa kita mendapati ada bintang yang melintas sedemikian dekat dalam 100.000 tahun silam atau lebih,” ujarnya.Sejumlah pihak terus mendorong eksplorasi antariksa untuk mendapatkan temuan- temuan penting bagi umat manusia. Eropa pada Desember 2013 lalu meluncurkan satelit Gaia, salah satu misi antariksa paling ambisius sepanjang sejarah.

Observatorium senilai 740 juta euro itu diluncurkan dari kompleks Sinnamary di French Guiana. Gaia akan memetakan posisi dan jarak lebih dari 1 miliar bintang secara presisi. Observatorium ini akan memberi gambar realistis pertama yang menunjukkan bagaimana Galaksi Bima Saksi terbentuk.

Gaia yang sangat sensitif juga akan mendeteksi ribuan obyek antariksa yang sebelumnya tidak terlihat oleh peralatan lain, termasuk planet-planet dan asteroidasteroid baru. Satelit pengamat bintang itu membutuhkan waktu sebulan untuk mencapai posisi pengamatannya, sekitar 1,5 juta kilometer dari Bumi. Gaia telah dikembangkan selama lebih dari 20 tahun.

Peralatan ini akan memperkuat bidang astrometri atau ilmu pemetaan lokasi dan pergerakan objek-objek antariksa. Untuk melakukan tugasnya, satelit ini membawa dua teleskop dengan detektor kamera 1 miliar pixel yang terhubung pada tiga instrumen. Gaia akan menggunakan peralatan optik ultrastabil dan supersensitif itu untuk memotret bintang-bintang dengan akurasi tinggi.

Dengan berulang kali melihat target-targetnya selama lima tahun, akan dapat diketahui koordinat bintangbintang dengan tingkat kesalahan hanya tujuh mikro detik busur. “Sudut pandang ini sama dengan ukuran satu koin euro di Bulan yang terlihat dari Bumi,” tutur Prof Alvaro Gimenez, direktur sains Esa.

Gaia juga akan mengumpulkan berbagai profil bintang-bintang yang dilihatnya. Satelit itu juga akan mempelajari gerakan bintang-bintang di antariksa. Peralatan itu akan mendata sejumlah rincian seperti kecerahan, suhu, dan komposisi. Gaia bahkan mampu menentukan usia bintang tersebut. Dan, dari sekitar 150 juta bintang, Gaia akan mengukur kecepatan mereka, baik yang menuju atau menjauh dari kita.

Syarifudin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3393 seconds (0.1#10.140)