RI Tarik Dubes dari Brasil
A
A
A
JAKARTA - Brasil melecehkan Indonesia! Negeri Samba itu menunda penyerahan surat kepercayaan (credential) yang dilakukan menteri luar negerinya secara tiba-tiba saat Dubes RI Toto Riyanto telah berada di Istana Presiden di Brasilia pada Jumat pukul 09.00 waktu setempat.
Atastindakan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI memutuskan memanggil Dubes Toto Riyanto pada Jumat pukul 22.00. Toto akan tetap berada di Indonesia sampai ada jadwal baru penyerahan surat kepercayaan dapat dipastikan oleh Pemerintah Brasil.
Indonesia juga melayangkan nota protes atas tindakan tidak bersahabat tersebut. “Cara penundaan penyerahan surat kepercayaan yang dilakukan Menlu Brasil secara tibatiba pada saat Dubes Designate RI untuk Brasil telah berada di Istana Presiden Brasil merupakan suatu tindakan yang tidak dapat diterima Indonesia,” ujar pihak Kemlu dalam pernyataan yang dimuat di laman resminya, www.kemlu.go.id, Jakarta, kemarin.
Dalam pernyataannya, Kemlu menegaskan, sebagai negara demokratis yang berdaulat dan memiliki sistem hukum mandiri serta tidak memihak, tidak ada negara asing atau pihak mana pun yang dapat mencampuri penegakan hukum di Indonesia. Hal itu juga berlaku pada penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran narkoba.
Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juana menyebut sikap Presiden Brasil Dilma Rousseff yang tiba-tiba meminta Dubes RI Toto Riyanto untuk tidak turut dalam rombongan dubes negara sahabatnya ketika akan menerima surat kepercayaan sangat disayangkan.
Padahal Dubes Toto secara resmi jauh-jauh hari telah mendapat undangan dan telah berada di Istana. Pemberitahuan dari pihak Kemlu Brasil dilakukan tanpa memberi alasan. “Tindakan Brasil ini berisiko memperburuk hubungan antarkedua negara yang telah lama terjalin dan saling menguntungkan.
Tindakan Kemlu telah benar. Indonesia tentu tidak bisa menerima perlakuan dari Pemerintah Brasil. Perlakuan Brasil dalam dunia diplomasi sungguhsangat tidakterpujidan telah melanggar tata krama berdiplomasi,” katanya. Sikap yang ditunjukkan Brasil tampaknya tidak bisa lepas dari eksekusi yang dilakukan terhadap warga negara mereka, MarcoArcher, atas kasus narkoba pada Januari lalu.
Saat itu, Rousseff beberapa kali meminta grasi kepada Pemerintah Indonesia. Namun semua permohonan itu ditolak. Brasil pun geram dan langsung memanggil pulang dubes merekadiIndonesia. Pada gelombang kedua eksekusi mati, warga Brasil lainnya, Rodrigo Gularte, juga telah masuk daftar, bersamaan dengan duo Bali Nine yang merupakan warga Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
“Kami pikir penting diperhatikan bahwa ada sebuah evolusi di dalam situasi ini untuk mengklarifikasi hubungan Indonesia dengan Brasil,” ujar Rousseff setelah memberikan lima surat kepercayaan kepada dubes negara lain seperti dikutip AFP. Untuk diketahui, Gularte merupakan terdakwa narkoba yang terbukti bersalah menyelundupkan kokain sebanyak 6 kg dengan menggunakan papan selancarpada 2004.
Keluargapria berusia 42 tahun itu mencoba turut membantu meminta pengampunan dengan menyerahkan bukti dari dokter bahwa dia terkena skizofrenia paranoid. Dengan latar belakang itu, biasanya, terdakwa akan dipindahkan ke fasilitas kejiwaan. Tekanan tidak hanya datang dari Brasil, tapi juga Australia. Akhir-akhir ini, Negeri Kanguru tersebut berjuang keras menyelamatkan Chan dan Sukumaran. Sekjen PBB Ban Ki-moon turut pula mempersoalkan eksekusi mati ini dengan mengatakan langkah Indonesia tidak bisa diterima.
DPR Dukung Langkah Tegas
Kalangan Komisi I DPR mendukung sikap tegas pemerintah memanggil pulang Dubes RI di Brasil sebagai bentuk protes keras. “Pemberian credential adalah hak negara akreditasi, tapi pembatalan penyerahan kepada dubes kita di saat yang bersangkutan sudah berada di Istana Kepresidenan bersama dengan dubes-dubes lain adalah pelecehan diplomatik,” ujar Wakil Ketua KomisiI DPR RI Tantowi Yahya.
Menurut Tantowi, sudah selayaknya Indonesia melakukan protes keras. Sebab tidak ada negara yang bisa mendikte hukum negara lain dan Brasil sebagai negara berdaulat seharusnya memahami dan memaklumi itu. Politikus Partai Golkar ini menilai tindakan emosional yang diambil Pemerintah Brasil akan memperburuk hubungan bilateral kedua negara dalam berbagai bidang.
Tantowi lantas menuturkan, di bidang pertahanan, Indonesia dan Brasil sudah menjalin kerja sama yang baik. Pada tahun anggaran 2009-2014 misalnya, Indonesia memesan pesawat Super Tucano untuk mengawasi garis pantai. Tidak hanya itu, Indonesia juga memesan multi-launcher rocket system (MLRS).
“Kami akan duduk dengan Kemhan untuk mengevaluasi kerja sama ini ke depan jika Brasil tidak mengubah sikap,” tandasnya. Senada, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais mendukung langkahKemlu. SebabsikapBrasil merupakan bentuk pelecehan terhadap kedaulatan Indonesia mengingat dubes merupakan perwakilan resmi negara. “Brasil membuat keputusan yang emosional dan irasional,” kata Hanafi.
Hanafi menilai sikap yang dipertunjukkan Brasil itu terkait dengan eksekusi warga negaranya yang menjadi gembong narkoba dan divonis mati oleh pengadilan. “Kalau Indonesia sudah diperlakukan seperti ini, hal yang sama juga bisa dilakukan dengan mengusir diplomat mereka atau persona non grata,” tegasnya.
Sucipto/Muh shamil
Atastindakan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI memutuskan memanggil Dubes Toto Riyanto pada Jumat pukul 22.00. Toto akan tetap berada di Indonesia sampai ada jadwal baru penyerahan surat kepercayaan dapat dipastikan oleh Pemerintah Brasil.
Indonesia juga melayangkan nota protes atas tindakan tidak bersahabat tersebut. “Cara penundaan penyerahan surat kepercayaan yang dilakukan Menlu Brasil secara tibatiba pada saat Dubes Designate RI untuk Brasil telah berada di Istana Presiden Brasil merupakan suatu tindakan yang tidak dapat diterima Indonesia,” ujar pihak Kemlu dalam pernyataan yang dimuat di laman resminya, www.kemlu.go.id, Jakarta, kemarin.
Dalam pernyataannya, Kemlu menegaskan, sebagai negara demokratis yang berdaulat dan memiliki sistem hukum mandiri serta tidak memihak, tidak ada negara asing atau pihak mana pun yang dapat mencampuri penegakan hukum di Indonesia. Hal itu juga berlaku pada penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran narkoba.
Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juana menyebut sikap Presiden Brasil Dilma Rousseff yang tiba-tiba meminta Dubes RI Toto Riyanto untuk tidak turut dalam rombongan dubes negara sahabatnya ketika akan menerima surat kepercayaan sangat disayangkan.
Padahal Dubes Toto secara resmi jauh-jauh hari telah mendapat undangan dan telah berada di Istana. Pemberitahuan dari pihak Kemlu Brasil dilakukan tanpa memberi alasan. “Tindakan Brasil ini berisiko memperburuk hubungan antarkedua negara yang telah lama terjalin dan saling menguntungkan.
Tindakan Kemlu telah benar. Indonesia tentu tidak bisa menerima perlakuan dari Pemerintah Brasil. Perlakuan Brasil dalam dunia diplomasi sungguhsangat tidakterpujidan telah melanggar tata krama berdiplomasi,” katanya. Sikap yang ditunjukkan Brasil tampaknya tidak bisa lepas dari eksekusi yang dilakukan terhadap warga negara mereka, MarcoArcher, atas kasus narkoba pada Januari lalu.
Saat itu, Rousseff beberapa kali meminta grasi kepada Pemerintah Indonesia. Namun semua permohonan itu ditolak. Brasil pun geram dan langsung memanggil pulang dubes merekadiIndonesia. Pada gelombang kedua eksekusi mati, warga Brasil lainnya, Rodrigo Gularte, juga telah masuk daftar, bersamaan dengan duo Bali Nine yang merupakan warga Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
“Kami pikir penting diperhatikan bahwa ada sebuah evolusi di dalam situasi ini untuk mengklarifikasi hubungan Indonesia dengan Brasil,” ujar Rousseff setelah memberikan lima surat kepercayaan kepada dubes negara lain seperti dikutip AFP. Untuk diketahui, Gularte merupakan terdakwa narkoba yang terbukti bersalah menyelundupkan kokain sebanyak 6 kg dengan menggunakan papan selancarpada 2004.
Keluargapria berusia 42 tahun itu mencoba turut membantu meminta pengampunan dengan menyerahkan bukti dari dokter bahwa dia terkena skizofrenia paranoid. Dengan latar belakang itu, biasanya, terdakwa akan dipindahkan ke fasilitas kejiwaan. Tekanan tidak hanya datang dari Brasil, tapi juga Australia. Akhir-akhir ini, Negeri Kanguru tersebut berjuang keras menyelamatkan Chan dan Sukumaran. Sekjen PBB Ban Ki-moon turut pula mempersoalkan eksekusi mati ini dengan mengatakan langkah Indonesia tidak bisa diterima.
DPR Dukung Langkah Tegas
Kalangan Komisi I DPR mendukung sikap tegas pemerintah memanggil pulang Dubes RI di Brasil sebagai bentuk protes keras. “Pemberian credential adalah hak negara akreditasi, tapi pembatalan penyerahan kepada dubes kita di saat yang bersangkutan sudah berada di Istana Kepresidenan bersama dengan dubes-dubes lain adalah pelecehan diplomatik,” ujar Wakil Ketua KomisiI DPR RI Tantowi Yahya.
Menurut Tantowi, sudah selayaknya Indonesia melakukan protes keras. Sebab tidak ada negara yang bisa mendikte hukum negara lain dan Brasil sebagai negara berdaulat seharusnya memahami dan memaklumi itu. Politikus Partai Golkar ini menilai tindakan emosional yang diambil Pemerintah Brasil akan memperburuk hubungan bilateral kedua negara dalam berbagai bidang.
Tantowi lantas menuturkan, di bidang pertahanan, Indonesia dan Brasil sudah menjalin kerja sama yang baik. Pada tahun anggaran 2009-2014 misalnya, Indonesia memesan pesawat Super Tucano untuk mengawasi garis pantai. Tidak hanya itu, Indonesia juga memesan multi-launcher rocket system (MLRS).
“Kami akan duduk dengan Kemhan untuk mengevaluasi kerja sama ini ke depan jika Brasil tidak mengubah sikap,” tandasnya. Senada, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais mendukung langkahKemlu. SebabsikapBrasil merupakan bentuk pelecehan terhadap kedaulatan Indonesia mengingat dubes merupakan perwakilan resmi negara. “Brasil membuat keputusan yang emosional dan irasional,” kata Hanafi.
Hanafi menilai sikap yang dipertunjukkan Brasil itu terkait dengan eksekusi warga negaranya yang menjadi gembong narkoba dan divonis mati oleh pengadilan. “Kalau Indonesia sudah diperlakukan seperti ini, hal yang sama juga bisa dilakukan dengan mengusir diplomat mereka atau persona non grata,” tegasnya.
Sucipto/Muh shamil
(bbg)