Pernyataan Abbott Bukti Australia Tak Tulus

Jum'at, 20 Februari 2015 - 10:25 WIB
Pernyataan Abbott Bukti...
Pernyataan Abbott Bukti Australia Tak Tulus
A A A
JAKARTA - Pernyataan Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott yang mengaitkan bantuan tsunami untuk Indonesia dengan eksekusi duo Bali Nine sangat disesalkan.

Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai pernyataan Tony Abbott telah memberikan persepsi yang salah terhadap bantuan yang diberikan Australia. ”Australia seolah tidak tulus dan ikhlas dalam menyampaikan bantuan. Bantuan diberikan seolah untuk menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Australia dan saat ini ketika ada kepentingan Australia, ketergantungan itu yang digunakan,” ungkap Hikmahanto di Jakarta kemarin.

Menurut dia, pernyataan Abbott ini akan menguatkan opini dari publik Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri sudah dapat dipastikan terselip kepentingan sebagaimana pepatah tidak ada makan siang yang gratis. Hikmahanto mengatakan Abbott bukanlah perdana menteri atau pengambil kebijakan ketika Australia memberi bantuan ke Indonesia pascatsunami.

Kemungkinan saat itu pemberian bantuan ke Indonesia dilakukan secara tulus. ”Namun sekarang telah disalahmanfaatkan Abbott seolah bantuan tersebut dapat ditukar dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati,” ujarnya. Lalu dalam pernyataan Abbott ketika Australia memberi bantuan pascatsunami, ada warga Australia yang meninggal. Pernyataan ini, menurut Hikmahanto, seolah ingin ada barter nyawa.

Padahal, tidak seharusnya nyawa warga Australia yang memberi bantuan di Aceh dibarter dengan nyawa dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati karena melakukan kejahatan yang serius di Indonesia. Hikmahanto pun mencurigai pelaksanaan eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran telah dijadikan komoditas politis oleh Abbott.

Sebab konstelasi politik internal Australia mengharuskan Abbott untuk memiliki keunggulan berbuat agar dapat mempertahankan kursi perdana menterinya. Isu pelaksanaan hukuman mati di Indonesia inilah yang kemudian dijadikan komoditas politik oleh Abbott dan sejumlah politikus lainnya di Australia. Hikmahanto pun meminta Pemerintah Indonesia bersikap tegas atas pernyataan kontroversial Tony Abbott tersebut.

Anggota Komisi I DPR Agun Gunanjar Sudarsa meminta pemerintah untuk tidak perlu memedulikan respons negara lain atas pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkoba. Menurut dia, pemerintah harus berpegang teguh pada konstitusi. ”Di konstitusi kita masih menganut adanya hukuman mati dan itu belum dihapuskan,” tandasnya.

Pemerintah, menurutnya, tetap harus konsisten dan jangan pilih kasih. Sebab sebelumnya telah dilaksanakan hukuman serupa untuk beberapa warga negara asing. ”Kalau sudah dilakukan, tidak ada alasan untuk tidak dilakukan. Ini soal konsistensi,” ujarnya. Apalagi kejahatan narkotika di Indonesia sudah sangat luar biasa.

Hukuman ini, menurut Agun, justru akan menjadi langkah menyelamatkan generasi ke depan dari bahaya narkoba. ”Tidak boleh ada pembedaan,” tandasnya. Sementara itu, Tony Abbott membantah bahwa pernyataannya terkait bantuan tsunami adalah ancaman. Menurut dia, pernyataannya tentang bantuan Australia kepada Indonesia saat tsunami 2014 bukan merupakan ancaman melainkan hanya sekadar pengingat.

Dia hanya ingin mengingatkan betapa dekat dan dalamnya persahabatan Indonesia-Australia. ”Saya hanya ingin menunjukkan kedalaman persahabatan antara Australia dan Indonesia dan fakta bahwa Australia telah ada selama Indonesia mengalami kesulitan. Saya ingin hubungan itu tumbuh menjadilebihkuat danlebihkuat lagi dalam beberapa minggu ke depan,” kata Abbott dilansir Sydney Morning Herald.

Meski Abbott telah menyanggah pernyataannya sebagai sebuah ancaman, dia tidak menampik masih memiliki sejumlah pilihan yang bisa membebaskan kedua terdakwa. Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop juga menerangkan pilihan tersebut murni merupakan pertimbangan hukum. Namun dia pun tidak mengesampingkan akan adanya pemotongan bantuan atau penarikan duta besar Australia dari Indonesia.

Bishop menolak untuk menyalahkan pihak mana pun dan mengatakan hanya akan fokus untuk membebaskan kedua terdakwa. Sementara itu pernyataan Abbott soal dana tsunami 2004 ternyata menjadi perbincangan panas di Australia. Beberapa pihak menyayangkan sikap Abbott karena mengungkapkan bantuan kemanusiaan tersebut.

Pemimpin oposisi Bill Shorten menyayangkan sikap Australia yang melampirkan persyaratan atas kemurah-hatian yang dilakukan lebih dari satu dekade lalu. Shorten tidak percaya negaranya berpikir seperti itu. Dia mengungkapkan, Australia kala itu tidak berpikir apapun selain ingin membantu korbanbencanaalam.

Karenahal itu akan menjadi memori khusus dalam hidup setiap warga Australia. Karena itu, dia tidak percaya bahwa negaranya menginginkan kemurah-hatiannya dibayar dengan membebaskan terdakwa. Sebab, membantu sesama manusia bukanlah sebuah pinjaman utang, melainkan murni karena hati nurani manusia yang tidak ingin melihat sesamanya menderita.

Kendati mengeluarkan pernyataan tersebut, Shorten menolak menyalahkan sikap Abbott. Dia pun meyakini bahwa hukuman mati dalam keadaan apa pun adalah salah. ”Saya tidak melihat bahwa Australia memberikan bantuan bersyarat untuk peristiwa 12 tahun silam. Namun saya tetap setuju untuk menolak hukuman mati,” tandas Shorten.

Dita angga/Rini agustina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0981 seconds (0.1#10.140)