IDI Panggil Dua Dokter, Dewan Minta RSIA Ditindak
A
A
A
GRESIK - Dugaan malapraktik di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Nyai Ageng Pinatih menyita perhatian Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komisi D DPRD Gresik, Jawa Timur. Kedua badan ini mendesak RSIA beserta dua dokternya ditindak.
Ketua IDI Gresik Bambang Priadi berjanji akan memanggil dua dokter yang diduga melakukan malapraktik saat mengoperasi pasien korban. “Salah satu yang kami lakukan adalah memanggil kedua dokter yang melakukan operasi,” kata Bambang kemarin. Sebelumnya disebutkan, Muhammad Gathfan Habibi, 5, mengalami koma 47 hari di ruang ICU RSUD Ibnu Sina.
Putra pasangan Pitono dan Setiyawati, warga Desa Sumber, Kecamatan Kebomas, Gresik, itu diduga menjadi korban malapraktik. Habibi awalnya mengaku menderita sakit di paha atas kanan. Orang tuanya kemudian membawa siswa kelas B TK Batik 5 Perum Gresik Kota Baru (GKB) itu ke Poli Anak RSUD Ibnu Sina pada 7 April 2014. Hasilnya, uji laboratorium paha Habibi dinyatakan ada spindle tumor.
Dari hasil diagnosis itu, orang tua Habibi tidak langsung mengoperasi anaknya di rumah sakit itu, tetapi masih melihat perkembangan penyakit tersebut. Belakangan, saat Pitono jalan-jalan di Jalan Panglima Sudirman, Gresik, dia melihat ada praktik dokter bedah Yanuar Sham pada 24 Desember 2014. Dia pun melakukan konsultasi dengan Yanuar. Hasilnya, Habibi memang harus dioperasi, dan sang dokter menyarankan operasi di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
Orang tua Habibi pun kemudian membawa sang anak ke RSIA Nyai Ageng Pinatih. Dan, pada 2 Januari 2015, Habibi masuk rumah sakit itu pada pukul 11.00 WIB guna menjalani operasi pada pukul 14.00 hingga 15.00 WIB. Tidak berapa lama kemudian, sang ibu, Setyawati, terkejut melihat tangan anaknya membiru.
Dia pun berteriak- teriak meminta tolong, sehingga anaknya dibawa ke ruang observasi untuk dilakukan tindakan medis. Kondisinya ternyata makin parah sehingga Habibi diputuskan dibawa ke ICU RSUD Ibnu Sina Gresik. Namun, Habibi tetap koma hingga mencapai hari ke-47. Inilahyangkemudian ada dugaan malapraktik di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
Dan ternyata, dua dokter yang mengoperasiHabibi, Yanuardan Diki Tampubolon, tidak memilik surat izin praktik (SIP) di RSIA Nyai Ageng Pinatih. Bahkan, izin operasi RSIA tersebut diduga masih dalam proses, sehingga rumah sakit tersebut sebenarnya tidak diperbolehkan mengambil tindakan. Komisi D DPRD Gresik juga mendesak untuk menindak tegas pelaku maupun RSIA Nyai Ageng Pinatih atas dugaan malapraktik itu.
Bahkan, Komisi D bakal memanggil pihak terkait pekan depan. Anggota Komisi D DPRD Gresik Muntarifi menyebutkan, pemanggilan pihak-pihak terkait perlu dilakukan karena kejadian ini serius dan harus ada penanganan yang baik. “Pihakpihak yang akan kami panggil adalah manajemen RSAI Nyai Ageng Pinatih, Dinkes, dan RSUD Ibnu Sina. Selain mengklarifikasi persoalan koma yang dialami pasien, kami juga akan mempertanyakan izin operasi RSIA Nyai Ageng Pinatih,” ungkap dia.
Ashadi ik
Ketua IDI Gresik Bambang Priadi berjanji akan memanggil dua dokter yang diduga melakukan malapraktik saat mengoperasi pasien korban. “Salah satu yang kami lakukan adalah memanggil kedua dokter yang melakukan operasi,” kata Bambang kemarin. Sebelumnya disebutkan, Muhammad Gathfan Habibi, 5, mengalami koma 47 hari di ruang ICU RSUD Ibnu Sina.
Putra pasangan Pitono dan Setiyawati, warga Desa Sumber, Kecamatan Kebomas, Gresik, itu diduga menjadi korban malapraktik. Habibi awalnya mengaku menderita sakit di paha atas kanan. Orang tuanya kemudian membawa siswa kelas B TK Batik 5 Perum Gresik Kota Baru (GKB) itu ke Poli Anak RSUD Ibnu Sina pada 7 April 2014. Hasilnya, uji laboratorium paha Habibi dinyatakan ada spindle tumor.
Dari hasil diagnosis itu, orang tua Habibi tidak langsung mengoperasi anaknya di rumah sakit itu, tetapi masih melihat perkembangan penyakit tersebut. Belakangan, saat Pitono jalan-jalan di Jalan Panglima Sudirman, Gresik, dia melihat ada praktik dokter bedah Yanuar Sham pada 24 Desember 2014. Dia pun melakukan konsultasi dengan Yanuar. Hasilnya, Habibi memang harus dioperasi, dan sang dokter menyarankan operasi di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
Orang tua Habibi pun kemudian membawa sang anak ke RSIA Nyai Ageng Pinatih. Dan, pada 2 Januari 2015, Habibi masuk rumah sakit itu pada pukul 11.00 WIB guna menjalani operasi pada pukul 14.00 hingga 15.00 WIB. Tidak berapa lama kemudian, sang ibu, Setyawati, terkejut melihat tangan anaknya membiru.
Dia pun berteriak- teriak meminta tolong, sehingga anaknya dibawa ke ruang observasi untuk dilakukan tindakan medis. Kondisinya ternyata makin parah sehingga Habibi diputuskan dibawa ke ICU RSUD Ibnu Sina Gresik. Namun, Habibi tetap koma hingga mencapai hari ke-47. Inilahyangkemudian ada dugaan malapraktik di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
Dan ternyata, dua dokter yang mengoperasiHabibi, Yanuardan Diki Tampubolon, tidak memilik surat izin praktik (SIP) di RSIA Nyai Ageng Pinatih. Bahkan, izin operasi RSIA tersebut diduga masih dalam proses, sehingga rumah sakit tersebut sebenarnya tidak diperbolehkan mengambil tindakan. Komisi D DPRD Gresik juga mendesak untuk menindak tegas pelaku maupun RSIA Nyai Ageng Pinatih atas dugaan malapraktik itu.
Bahkan, Komisi D bakal memanggil pihak terkait pekan depan. Anggota Komisi D DPRD Gresik Muntarifi menyebutkan, pemanggilan pihak-pihak terkait perlu dilakukan karena kejadian ini serius dan harus ada penanganan yang baik. “Pihakpihak yang akan kami panggil adalah manajemen RSAI Nyai Ageng Pinatih, Dinkes, dan RSUD Ibnu Sina. Selain mengklarifikasi persoalan koma yang dialami pasien, kami juga akan mempertanyakan izin operasi RSIA Nyai Ageng Pinatih,” ungkap dia.
Ashadi ik
(bbg)