KPK Masih Ada Peluang
A
A
A
YOGYAKARTA - Meski Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan permohonan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan dan menyatakan tidak sah untuk penetapan tersangkanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bisa menetapkan kembali Budi Gunawan sebagai tersangka. KPK bisa menambah alat bukti baru yang lebih menguatkan sangkaan terhadap Budi Gunawan.
Hal ini diungkapkan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo. Kepada wartawan, Trisno menuturkan, pernyataan hakim yang mengatakan tidak sahnya Surat Perintah Penyidikannya (sprindik) tentu berarti sprindik tersebut tidak lagi berlaku terhadap status tersangka BG. Karena kekuatan hukum status tersangka BG memang hanya sprindik yang dikeluarkan oleh KPK.
"Saya katakan, dengan tidak jadinya tersangka lagi bukan berarti tidak mungkin BG jadi tersangka kembali. Masih ada peluang dia kembali menjadi tersangka jika KPK kemudian menyusun kembali bukti-bukti yang mengarah pada kasus rekening gendut BG kemudian ditambah dengan alat bukti baru yang mendukung alat bukti yang telah dilemahkan di pengadilan," jelasnya, Selasa (17/2/2015).
Trisno pun mengatakan, persoalan dilantik tidaknya BG merupakan pilihan Presiden. Menurutnya, Presiden memiliki dua pilihan, tidak melantik BG karena mampu melihat peluang BG yang memungkinkan untuk menjadi tersangka kembali, atau Presiden tetap melantik BG tanpa menghiraukan peluang-peluang hukum yang mungkin muncul terhadap BG dengan statusnya sebagai Kapolri.
"Jika nanti KPK bisa kembali menersangkakan BG, BG sendiri juga mempunyai hak untuk kembali mengajukan praperadilan. Namun jika hal tersebut disetujui oleh hakim karena kemungkinan hakim yang menangani tidak sama dengan hakim yang memutuskan menyetujui praperadilan pertama. Tapi kembali lagi, hal tersebut sepenuhnya wewenang pengadilan untuk menguji permohonan yang diajukan. Makanya kasus seperti ini bisa-bisa berputar di situ-situ saja," jelasnya.
Menanggapi wacana dilakukannya Peninjauan Kembali (PK), Trisno berpendapat hal tersebut secara normatif tidak dapat dilakukan, tapi menurutnya upaya hukum itu boleh saja dilakukan. PK tidak dimaksudkan untuk perkara praperadilan. Hal ini dikarenakan tahap praperadilan hanya berbicara suatu yang sederhana, tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
"Namun, semua upaya hukum tentu boleh dicoba. Tapi kalau begitu. yang akan menderita sistemnya. Sistem hukum ini menjadi tidak jelas. Selain itu, kasus ini juga bisa ada pengaruhnya terhadap perkembangan hukum Indonesia. Kasus ini makin membuka peluang bagi setiap orang yang menjadi tersangka untuk. Boleh mengajukan praperadilan untuk menguji penetapan tersangkanya. Karenanya ini juga ujian bagi sistem hukum dan kredibilitas hakim Indonesia," tambahnya.
Hal ini diungkapkan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo. Kepada wartawan, Trisno menuturkan, pernyataan hakim yang mengatakan tidak sahnya Surat Perintah Penyidikannya (sprindik) tentu berarti sprindik tersebut tidak lagi berlaku terhadap status tersangka BG. Karena kekuatan hukum status tersangka BG memang hanya sprindik yang dikeluarkan oleh KPK.
"Saya katakan, dengan tidak jadinya tersangka lagi bukan berarti tidak mungkin BG jadi tersangka kembali. Masih ada peluang dia kembali menjadi tersangka jika KPK kemudian menyusun kembali bukti-bukti yang mengarah pada kasus rekening gendut BG kemudian ditambah dengan alat bukti baru yang mendukung alat bukti yang telah dilemahkan di pengadilan," jelasnya, Selasa (17/2/2015).
Trisno pun mengatakan, persoalan dilantik tidaknya BG merupakan pilihan Presiden. Menurutnya, Presiden memiliki dua pilihan, tidak melantik BG karena mampu melihat peluang BG yang memungkinkan untuk menjadi tersangka kembali, atau Presiden tetap melantik BG tanpa menghiraukan peluang-peluang hukum yang mungkin muncul terhadap BG dengan statusnya sebagai Kapolri.
"Jika nanti KPK bisa kembali menersangkakan BG, BG sendiri juga mempunyai hak untuk kembali mengajukan praperadilan. Namun jika hal tersebut disetujui oleh hakim karena kemungkinan hakim yang menangani tidak sama dengan hakim yang memutuskan menyetujui praperadilan pertama. Tapi kembali lagi, hal tersebut sepenuhnya wewenang pengadilan untuk menguji permohonan yang diajukan. Makanya kasus seperti ini bisa-bisa berputar di situ-situ saja," jelasnya.
Menanggapi wacana dilakukannya Peninjauan Kembali (PK), Trisno berpendapat hal tersebut secara normatif tidak dapat dilakukan, tapi menurutnya upaya hukum itu boleh saja dilakukan. PK tidak dimaksudkan untuk perkara praperadilan. Hal ini dikarenakan tahap praperadilan hanya berbicara suatu yang sederhana, tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
"Namun, semua upaya hukum tentu boleh dicoba. Tapi kalau begitu. yang akan menderita sistemnya. Sistem hukum ini menjadi tidak jelas. Selain itu, kasus ini juga bisa ada pengaruhnya terhadap perkembangan hukum Indonesia. Kasus ini makin membuka peluang bagi setiap orang yang menjadi tersangka untuk. Boleh mengajukan praperadilan untuk menguji penetapan tersangkanya. Karenanya ini juga ujian bagi sistem hukum dan kredibilitas hakim Indonesia," tambahnya.
(hyk)