Hubungan Ahok-Dewan Kembali Memanas
A
A
A
JAKARTA - Konflik antara DPRD dan Pemprov DKI Jakarta kembali muncul. Kali ini konflik terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015. Seperti diketahui, APBD 2015 DKI Jakarta sebesar Rp73,08 triliun itu telah disepakati dan disahkan pada 27 Januari lalu.
Namun, draf APBD 2015 yang telah disahkan tersebut langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tanpa kembali dibahas bersama DPRD. Sepekan kemudian, draf APBD tersebut dikembalikan Kemendagri lantaran dinilai kurang memenuhi syarat teknis perihal rincian nomenklatur. Mendengar hal tersebut, seluruh anggota dewan naik pitam.
Bahkan, mereka mengambil kesimpulan APBD yang diserahkan Pemprov DKI Jakarta bukanlah APBD yang disahkan pada 27 Januari. DPRD menilai Ahok sengaja telah melanggar peraturan yang menyebutkan APBD harus kembali dibahas meski telah disahkan. Siang kemarin, DPRD menggelar rapat pimpinan membahas soal APBD dan Ahok. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menegaskan, rapat dihadiri pimpinan dewan, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi.
”Pilihannya dua, bisa interpelasi bisaangket. Kala uang ketduluterus impeachment . Ini kan sudah keterlaluan masa dewan dibohongi,” kata Taufik kemarin. Selain pengembalian draf APBD, Dewan juga menyoroti mengenai dimasukkannya anggaran ke dalam sistem e-budgeting sebelum APBD disahkan.
Pemasukan anggaran ke sistem ebudgeting ini dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat Kebijakan Umum Alokasi Platform Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS) disepakati. Dengan sisteminimakaalokasianggaran tidak bisa lagi diutak-atik. Menurut Taufik, e-budgeting itu bukanlah proses namun alat untuk transparansi. Dengan demikian, e-budgeting tidak masuk dalam proses menentukan APBD.
”Seharusnya setelah disahkan (APBD), baru masuk ke ebudgeting . Itu kan alat untuk transparansi. Bukan dalam proses ingat ya. Setelah disahkan oleh dewan disepakati bersama, di situ baru input ebudgeting, ” tukasnya. Ketua Fraksi PDIP Jhony Simanjuntak menjelaskan, pihak-nya sepakat segera mengeluarkan hak angket dengan tujuan agar masyarakat tahu tingkah Ahok melanggarhukum.
Diamembantah penggunaan hak angket dianggap sebagai penghambat pencairan APBD yang fungsinya untuk masyarakat luas. Namun, Jhony tidak menyebutkan kapan penggunaan hak angket itu dilakukan. ”E-budgeting itu ada setelah pengesahan dan pembahasan. Kami setuju ebudgeting. Tetapi itu bukan akar masalah. Seolah-olah itu menjadi hak eksekutif saja, kami juga punya hak budgeting,” tandasnya.
Ahok tak bergeming dengan ancaman DPRD. Bahkan dia memintaDPRD segera melakukan interpelasi. ”Enggak usahlah kita ngomong di media. Suruh dia (DPRD) interpelasi saja nantikami jawab,” ujar Ahok diBalai Kota. Mengenai beda pendapat soal APBD, menurut Ahok, setelah rapat paripurna maka sudah tidak ada lagi pembahasan. Ahok juga meminta bukti jika APBD yang diajukan ke Kemendagri berbeda dengan yang dibahas DPRD.
”Ya, kami minta bukti (kalau memang beda APBD paripurna dengan yang dikirimkan ke Kemendagri), dia (DPRD) enggak mau,” terangnya. Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menjelaskan, pengembalian draf APBD hanya masalah teknis. Sedikitnya ada empat syarat yang harus diperbaiki.
Keempatnya yakni nomor rekening tidak lengkap, lampiran KUAPPAS, rekomendasi dana hibah yang sudah dijelaskan dalam draf, dan rincian penyerta modal pemerintah (PMP). Setelah direvisi sesuai dengan persyaratan yang diajukan, lanjut Saefullah, pihaknya kemarin kembali mengirimkan draf APBD ke Kemendagri. Menurutnya, empat poin dalam draf APBD yang diminta Kemendagri sudah diperbaiki.
Mantan wali kota Jakarta Pusat ini menjelaskan, pendapat DPRD yang meminta untuk membahas kembali APBD yang sudah disahkan tersebut tidak sesuai dengan edaran Kemendagri. ”Kita jalan saja, tidak usah pikirkan kemauan DPRD. Sebetulnya, apa yang direkomendasi dari tiap komisi sudah terakomodasi. Kemauan lima komisi sudah kita tampung dan masuk semua,” jelasnya.
Lebih lanjut, Saefullah mengakui pihaknya memasukkan e-budgeting sebelum APBD disahkan. Hal ini karena kegiatan program sudah dirinci melalui KUA-PPAS dan telah disepakati Dewan. Anggota DPD Dailami Firdaus berpesan agar Ahok melakukan komunikasi yang lebih beretika dan fokus pada penyelesaian masalah. Jika tata kelola terus menuai kontroversi, Ahok justru menjadi bagian dari masalah.
Rendahnya penyerapan anggaran merupakan bukti bahwa pembangunan tidak berjalan efektif. Bahkan, uang APBD yang notabene uang rakyat digunakan untuk memperbesar gaji birokrat, bukan pembangunan. ”Banjir kemarin harusnya menjadi pelajaran bagi Ahok untuk lebih fokus terhadap penanggulangan banjir dan penanganan pascabanjir. Tidak lantas mencari kambing hitam,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau Ahok fokus kerja dan tidak banyak komentar yang kontraproduktif. ”Sebagai anggota DPD dari DKI Jakarta kita siap berdiskusi untuk mencari solusi. Kita akan dorong percepatan pembahasan RUU kawasan Terpadu Jabodetabekjur,” tandasnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Agus Pambagio menyarankan, Ahok dan anggota dewan membuka secara transparansi polemik APBD dan di-upload ke YouTube agar masyarakat mengetahui siapa yang benar dan salah. ”Dengan keegoisan pejabat-pejabat di DKI ini, yang terkena dampaknya pastilah masyarakat. Polemik ini dipastikan akan memperlambat pencairan dana APBD, ” ungkapnya.
Bima setiyadi/Sindonews
Namun, draf APBD 2015 yang telah disahkan tersebut langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tanpa kembali dibahas bersama DPRD. Sepekan kemudian, draf APBD tersebut dikembalikan Kemendagri lantaran dinilai kurang memenuhi syarat teknis perihal rincian nomenklatur. Mendengar hal tersebut, seluruh anggota dewan naik pitam.
Bahkan, mereka mengambil kesimpulan APBD yang diserahkan Pemprov DKI Jakarta bukanlah APBD yang disahkan pada 27 Januari. DPRD menilai Ahok sengaja telah melanggar peraturan yang menyebutkan APBD harus kembali dibahas meski telah disahkan. Siang kemarin, DPRD menggelar rapat pimpinan membahas soal APBD dan Ahok. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menegaskan, rapat dihadiri pimpinan dewan, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi.
”Pilihannya dua, bisa interpelasi bisaangket. Kala uang ketduluterus impeachment . Ini kan sudah keterlaluan masa dewan dibohongi,” kata Taufik kemarin. Selain pengembalian draf APBD, Dewan juga menyoroti mengenai dimasukkannya anggaran ke dalam sistem e-budgeting sebelum APBD disahkan.
Pemasukan anggaran ke sistem ebudgeting ini dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat Kebijakan Umum Alokasi Platform Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS) disepakati. Dengan sisteminimakaalokasianggaran tidak bisa lagi diutak-atik. Menurut Taufik, e-budgeting itu bukanlah proses namun alat untuk transparansi. Dengan demikian, e-budgeting tidak masuk dalam proses menentukan APBD.
”Seharusnya setelah disahkan (APBD), baru masuk ke ebudgeting . Itu kan alat untuk transparansi. Bukan dalam proses ingat ya. Setelah disahkan oleh dewan disepakati bersama, di situ baru input ebudgeting, ” tukasnya. Ketua Fraksi PDIP Jhony Simanjuntak menjelaskan, pihak-nya sepakat segera mengeluarkan hak angket dengan tujuan agar masyarakat tahu tingkah Ahok melanggarhukum.
Diamembantah penggunaan hak angket dianggap sebagai penghambat pencairan APBD yang fungsinya untuk masyarakat luas. Namun, Jhony tidak menyebutkan kapan penggunaan hak angket itu dilakukan. ”E-budgeting itu ada setelah pengesahan dan pembahasan. Kami setuju ebudgeting. Tetapi itu bukan akar masalah. Seolah-olah itu menjadi hak eksekutif saja, kami juga punya hak budgeting,” tandasnya.
Ahok tak bergeming dengan ancaman DPRD. Bahkan dia memintaDPRD segera melakukan interpelasi. ”Enggak usahlah kita ngomong di media. Suruh dia (DPRD) interpelasi saja nantikami jawab,” ujar Ahok diBalai Kota. Mengenai beda pendapat soal APBD, menurut Ahok, setelah rapat paripurna maka sudah tidak ada lagi pembahasan. Ahok juga meminta bukti jika APBD yang diajukan ke Kemendagri berbeda dengan yang dibahas DPRD.
”Ya, kami minta bukti (kalau memang beda APBD paripurna dengan yang dikirimkan ke Kemendagri), dia (DPRD) enggak mau,” terangnya. Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menjelaskan, pengembalian draf APBD hanya masalah teknis. Sedikitnya ada empat syarat yang harus diperbaiki.
Keempatnya yakni nomor rekening tidak lengkap, lampiran KUAPPAS, rekomendasi dana hibah yang sudah dijelaskan dalam draf, dan rincian penyerta modal pemerintah (PMP). Setelah direvisi sesuai dengan persyaratan yang diajukan, lanjut Saefullah, pihaknya kemarin kembali mengirimkan draf APBD ke Kemendagri. Menurutnya, empat poin dalam draf APBD yang diminta Kemendagri sudah diperbaiki.
Mantan wali kota Jakarta Pusat ini menjelaskan, pendapat DPRD yang meminta untuk membahas kembali APBD yang sudah disahkan tersebut tidak sesuai dengan edaran Kemendagri. ”Kita jalan saja, tidak usah pikirkan kemauan DPRD. Sebetulnya, apa yang direkomendasi dari tiap komisi sudah terakomodasi. Kemauan lima komisi sudah kita tampung dan masuk semua,” jelasnya.
Lebih lanjut, Saefullah mengakui pihaknya memasukkan e-budgeting sebelum APBD disahkan. Hal ini karena kegiatan program sudah dirinci melalui KUA-PPAS dan telah disepakati Dewan. Anggota DPD Dailami Firdaus berpesan agar Ahok melakukan komunikasi yang lebih beretika dan fokus pada penyelesaian masalah. Jika tata kelola terus menuai kontroversi, Ahok justru menjadi bagian dari masalah.
Rendahnya penyerapan anggaran merupakan bukti bahwa pembangunan tidak berjalan efektif. Bahkan, uang APBD yang notabene uang rakyat digunakan untuk memperbesar gaji birokrat, bukan pembangunan. ”Banjir kemarin harusnya menjadi pelajaran bagi Ahok untuk lebih fokus terhadap penanggulangan banjir dan penanganan pascabanjir. Tidak lantas mencari kambing hitam,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau Ahok fokus kerja dan tidak banyak komentar yang kontraproduktif. ”Sebagai anggota DPD dari DKI Jakarta kita siap berdiskusi untuk mencari solusi. Kita akan dorong percepatan pembahasan RUU kawasan Terpadu Jabodetabekjur,” tandasnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Agus Pambagio menyarankan, Ahok dan anggota dewan membuka secara transparansi polemik APBD dan di-upload ke YouTube agar masyarakat mengetahui siapa yang benar dan salah. ”Dengan keegoisan pejabat-pejabat di DKI ini, yang terkena dampaknya pastilah masyarakat. Polemik ini dipastikan akan memperlambat pencairan dana APBD, ” ungkapnya.
Bima setiyadi/Sindonews
(bbg)