Mengantisipasi Ekspansi Ritel Asing

Senin, 16 Februari 2015 - 09:28 WIB
Mengantisipasi Ekspansi Ritel Asing
Mengantisipasi Ekspansi Ritel Asing
A A A
Pertokoan modern asing mulai berekspansi di dalam negeri. Kehadiran merek luar itu mulai menjadi ancaman bagi pelaku ekonomi lokal. Dibutuhkan keberpihakan pemerintah dalam menjaga eksistensi pertumbuhan toko modern asli Indonesia.

Implementasi pemberlakuan komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun ini dipastikan berdampak ke berbagai sektor, termasuk bisnis ritel. Pengusaha ritel lokal harus bersiapsiap dalam menghadapi gempuran ritel asing yang mempunyai kekuatan modal besar. Untungnya, selama beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan minimarket lokal di Indonesia begitu pesat, sehingga diyakini mampu bersaing dengan ritel modern.

Menurut anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno, minimarket lokal mempunyai daya saing yang tinggi karena sudah didukung oleh pengelolaan yang baik sehingga mampu bersaing dengan pengusaha ritel asing. “Sempat beberapa ritel asing yang masuk ke Indonesia ternyata tidak berhasil, karena ritel lokal kita masih memiliki daya saing yang tinggi, “ ujar Hendrawan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, saat ini minimarket lokal telah menunjukkan eksistensinya, di tengah gencarnya ritel modern asing melakukan ekspansi. Hal ini dibuktikan dengan terus tumbuhnya minimarket lokal seperti Alfamart dan Indomaret di berbagai daerah. Dia menyarankan pemerintah untuk memperkuat minimarket merek lokal.

Tidak hanya Alfamart dan Indomaret, minimarket merek lain di berbagai daerah pun terus berkembang. Semua itu merupakan potensi dan modal dari ekonomi lokal. “Perkuat saja. Bukan dibenturkan dengan pedagang tradisional atau UKM,” kata Tutum. Lebih jauh dia berpendapat, selama ini hadirnya merek asing tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang membuka ruang investasi asing.

Sayang, ketika pintu itu dibuka, pemerintah seakan lupa untuk meningkatkan kualitas dan daya tahan ekonomi lokal atau pelaku usaha dalam negeri. Ketika merek asing sudah berkibar di mana-mana, pemerintah mulai merasa ketakutan, karena seakan uang yang beredar di dalam negeri dibawa keluar.

“Adanya pembayaran yang harus dilakukan oleh pemilik minimarket franchise itu konsekuensi atas penggunaan merek yang digunakannya. Coba pengusaha lokal ini diberikan dorongan dan penguatan atas usaha yang digeluti oleh pemerintah, maka tidak mungkin uang di dalam negeri ini terbang keluar. Ekonomi dalam negeri juga semakin kuat,” tandasnya.

Menurut Tatum, sebenarnya perusahaan ritel asing yang beroperasi di Indonesia dikendalikan dan dimiliki oleh pengusaha lokal, sehingga tidak ada kerugian yang terjadi. Alasan pengusaha lokal memakai merek asing atau franchise , karena image atas produk dari brand minimarket asing relatif bagus dan lebih dikenal. “Bagi pengusaha, membuat minimarket dengan merek sendiri tidak membuat perputaran uang dan barang dengan cepat. Sehingga, memilih merek luar,” paparnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo Pudjianto mengungkapkan, hadirnya peritel asing yang membawa modal besar berbunga murah, teknologi yang lebih canggih, dan manajemen yang modern merupakan tantangan sesungguhnya bagi para pelaku usaha ritel besar maupun kecil. Untuk itu, dia mengimbau para peritel bersatu dan bersama untuk bersaing secara sehat dengan peritel asing.

Apalagi Indonesia akan memasuki pasar bebas ASEAN dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Terbukanya liberalisasi ekonomi ini tidak perlu ditakuti, namun harus dihadapi dengan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Dan komitmen peritel Indonesia untuk turut mendorong, menjadi ujung tombak pemasaran produk dalam negeri.

Karena itu, Pudjianto menegaskan, tidak ada cara lain selain memperkuat organisasi para peritel. “Sekali lagi, ini bukan organisasi bagi peritel besar dan sudah punya nama saja, tapi juga ritelritel kecil (UMKM) yang mulai merangkak menapaki dunia bisnis. Justru peritel kecil inilah yang semestinya dirangkul untuk mendapatkan dukungan demi kemajuannya. Karena itu, Aprindo membuka diri bagi pelaku usaha ritel kecil dan menengah,” katanya.

Pengamat marketing Yuswohady menjelaskan, keberadaan minimarket lokal juga akan mengurangi derasnya arus peritel asing ke dalam negeri. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pasar besar. Sehingga, peritel asing tertarik membuka gerai di Indonesia. “Ini negara bebas. Itulah sebabnya, pemerintah juga perlu memberikan perlindungan kepada peritel lokal,” kata dia.

Jangan sampai pasar yang jumlahnya besar ini lebih banyak pergi berbelanja ke perusahaan ritel asing. Jika itu terjadi, akan berdampak negatif kepada peritel lokal. Namun, Yuswohady mengingatkan, peritel lokal harus terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Di antaranya, dengan meningkatkan jumlah layanan dan memberikan harga yang lebih miring sesuai dengan kebutuhan kelas menengah. Serta, terus melakukan inovasi agar minimarket lokal tidak kalah dengan perusahaan ritel asing yang beroperasi di Indonesia.

Ilham safutra/ Robi ardianto/Hermansah
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3718 seconds (0.1#10.140)