Persidangan Lebih Tepat Digelar di PN Jakarta Barat
A
A
A
JAKARTA - Sengketa kepengurusan DPP Partai Golkar saat ini berproses di dua pengadilan negeri (PN) berbeda. Kubu Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie (ARB) menggugat kubu Munas Ancol, Jakarta, di PN Jakarta Barat.
Sebaliknya, kubu Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono menggugat ARB dkk di PN Jakarta Pusat. Lantas pengadilan manakah yang paling berhak menyidangkan sengketa Partai Golkar ini? Pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, berdasarkan aturan hukum beracara, sengketa seharusnya tidak bisa disidangkan di dua pengadilan berbeda. Untuk itu, pada saatnya nanti ketika sengketa sudah masuk ke pokok perkara, hakim akan melihat berdasarkan kompetensi relatif.
“Kemungkinannya hakim PN Jakarta Pusat akan mengatakan tidak bisa menyidangkan kasus ini karena terhalang kompetensi relatif, yakni tidak sesuai dengan lokasinya. Berhubung Kantor DPP Golkar berlokasi di Jakarta Barat, persidangan sengketa Golkar ini lebih berpeluang berlanjut di PN Jakarta Barat,” ujarnya kemarin.
Asep mengingatkan, meskipun nanti yang berhak menyidangkan sengketa Golkar ini adalah PN Jakarta Barat, tempat kubu ARB mendaftarkan gugatan, tidak berarti kubu Agung lantas akan kalah. “Sebaliknya kubu ARB juga belum tentu menang di sana. Ini hanya soal persoalan kompetensi relatif, yakni pengadilan mana yang berhak mengadili,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Munas Bali Tantowi Yahya mengatakan, pihaknya tidak terpengaruh dengan sidang Mahkamah Partai yang menyidangkan gugatan kubu Agung. Dia menilai keberadaan Mahkamah Partai saat ini hanya sia-sia, sebab apa pun putusannya nanti pada akhirnya tetap akan diserahkan ke pengadilan. Dia juga membantah tudingankubuARBmengabaikanMahkamah Partai.
Pihaknya absen di persidangan pada Rabu (11/2) karena pertimbangan sidang tersebut tidak lagi relevan. Kubu ARB hanya menunggu hasil sidang PN Jakarta Barat yang diperkirakan membuat putusan pada Maret mendatang. Diketahui, PN Jakarta Pusat sudah membuat putusan sela yang meminta agar konflik Golkar diselesaikan secara internal yang menurut UU parpol dilakukan melalui Mahkamah Partai.
“Kami nilai itu tidak relevan lagi, apalagi mengacu pada rekomendasi Mahkamah pada 23 Desember 2014 sudah pernah memerintahkan penyelesaian lewat islah, munas rekonsiliasi, atau pengadilan,” ujarnya. Menurutnya, siapa pun yang dinyatakan menang oleh pengadilan nanti merekalah yang berhak membuat struktur kepengurusan DPP, termasuk mengambil posisi ketua umum yang selama ini diperebutkan ARB dan Agung Laksono.
Hal ini sudah disetujui juru runding kedua kubu beberapa waktu lalu. Sementara itu, Sekjen DPP Golkar hasil Munas Ancol, Zainudin Amali, tetap menunggu hasil putusan Mahkamah Partai yang dijadwalkan mengambil putusan pada Rabu (18/2).
Pihaknya juga akan tetap melanjutkan perkara ke PN Jakarta Pusat jika putusan di Mahkamah Partai nanti tidak mencapai titik temu. Amali juga mengharapkan Mahkamah cepat mengambil keputusan agar sengketa Golkar segera selesai dan kepengurusan dapat berjalan.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto menyatakan proses penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Partai terlambat karena kedua kubu telah menempuh proses pengadilan. Dia juga meragukan legitimasi putusan Mahkamah Partai nanti karena hakim Mahkamah pada Desember 2014 telah membuat pernyataan tidak bisa melaksanakan sidang.
Mula akmal
Sebaliknya, kubu Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono menggugat ARB dkk di PN Jakarta Pusat. Lantas pengadilan manakah yang paling berhak menyidangkan sengketa Partai Golkar ini? Pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, berdasarkan aturan hukum beracara, sengketa seharusnya tidak bisa disidangkan di dua pengadilan berbeda. Untuk itu, pada saatnya nanti ketika sengketa sudah masuk ke pokok perkara, hakim akan melihat berdasarkan kompetensi relatif.
“Kemungkinannya hakim PN Jakarta Pusat akan mengatakan tidak bisa menyidangkan kasus ini karena terhalang kompetensi relatif, yakni tidak sesuai dengan lokasinya. Berhubung Kantor DPP Golkar berlokasi di Jakarta Barat, persidangan sengketa Golkar ini lebih berpeluang berlanjut di PN Jakarta Barat,” ujarnya kemarin.
Asep mengingatkan, meskipun nanti yang berhak menyidangkan sengketa Golkar ini adalah PN Jakarta Barat, tempat kubu ARB mendaftarkan gugatan, tidak berarti kubu Agung lantas akan kalah. “Sebaliknya kubu ARB juga belum tentu menang di sana. Ini hanya soal persoalan kompetensi relatif, yakni pengadilan mana yang berhak mengadili,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Munas Bali Tantowi Yahya mengatakan, pihaknya tidak terpengaruh dengan sidang Mahkamah Partai yang menyidangkan gugatan kubu Agung. Dia menilai keberadaan Mahkamah Partai saat ini hanya sia-sia, sebab apa pun putusannya nanti pada akhirnya tetap akan diserahkan ke pengadilan. Dia juga membantah tudingankubuARBmengabaikanMahkamah Partai.
Pihaknya absen di persidangan pada Rabu (11/2) karena pertimbangan sidang tersebut tidak lagi relevan. Kubu ARB hanya menunggu hasil sidang PN Jakarta Barat yang diperkirakan membuat putusan pada Maret mendatang. Diketahui, PN Jakarta Pusat sudah membuat putusan sela yang meminta agar konflik Golkar diselesaikan secara internal yang menurut UU parpol dilakukan melalui Mahkamah Partai.
“Kami nilai itu tidak relevan lagi, apalagi mengacu pada rekomendasi Mahkamah pada 23 Desember 2014 sudah pernah memerintahkan penyelesaian lewat islah, munas rekonsiliasi, atau pengadilan,” ujarnya. Menurutnya, siapa pun yang dinyatakan menang oleh pengadilan nanti merekalah yang berhak membuat struktur kepengurusan DPP, termasuk mengambil posisi ketua umum yang selama ini diperebutkan ARB dan Agung Laksono.
Hal ini sudah disetujui juru runding kedua kubu beberapa waktu lalu. Sementara itu, Sekjen DPP Golkar hasil Munas Ancol, Zainudin Amali, tetap menunggu hasil putusan Mahkamah Partai yang dijadwalkan mengambil putusan pada Rabu (18/2).
Pihaknya juga akan tetap melanjutkan perkara ke PN Jakarta Pusat jika putusan di Mahkamah Partai nanti tidak mencapai titik temu. Amali juga mengharapkan Mahkamah cepat mengambil keputusan agar sengketa Golkar segera selesai dan kepengurusan dapat berjalan.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto menyatakan proses penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Partai terlambat karena kedua kubu telah menempuh proses pengadilan. Dia juga meragukan legitimasi putusan Mahkamah Partai nanti karena hakim Mahkamah pada Desember 2014 telah membuat pernyataan tidak bisa melaksanakan sidang.
Mula akmal
(ars)