Duo Bali Nine ke Nusakambangan
A
A
A
DENPASAR - Kementerian Hukum dan HAM telah mengirim surat tentang pemindahan dua terpidana mati yang merupakan pimpinan Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dari LP Kerobokan, Bali, ke Nusakambangan.
Dengan surat itu waktu pelaksanaan eksekusi mati bagi kedua warga negara Australia itu tinggal menghitung hari. Di lain pihak, otoritas Australia terus berupaya agar warganya tersebut bisa terhindar dari eksekusi mati. ”Surat pemindahannya sudah ada,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Momock Bambang Samiarso seusai mengikuti rapat persiapan eksekusi di Kantor Gubernur Bali di Denpasar kemarin.
Rapat yang digelar tertutup dipimpin Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta. Selain perwakilan Kejati, rapat juga melibatkan Kejaksaan Negeri Denpasar, Polda Bali, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Bali, Imigrasi, LP Kerobokan, Angkasa Pura, dan Garuda Indonesia. Kapan pemindahan Andrew dan Myuran dilakukan, menurut Bambang masih akan diputuskan dalam rapat berikutnya yang rencananya digelar hari ini (13/2). Namun dia memastikan pemindahan dilakukan melalui jalur udara.
”Rencananya seperti itu (memakai pesawat). Makanya tadi semua elemen dilibatkan. Garuda, Angkasa Pura,” ujar Bambang. Dari Australia, pemerintah negeri tersebut masih belum menyerah memberikan perlindungan terhadap dua warga negara mereka yang terancam dieksekusi mati atas kasus narkoba di Indonesia. Kementerian Luar Negeri Australia akan kembali mengajukan surat pengampunan kepada Indonesia untuk Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Upaya itu kemungkinan akan menjadi upaya terakhir Australia, karena Sukumaran dan Chan telah masuk ke dalam daftar delapan terdakwa narkoba yang akan dieksekusi pada gelombang kedua. Pada bulan lalu, Presiden Joko Widodo dan Pengadilan Tinggi Indonesia menolak surat grasi Australia.
”Kami tidak boleh menyerah. Harapan masih ada. Kami akan terus berusaha untuk menyelamatkan warga Australia yang mengalami masalah di luar negeri,” ujar Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di Sydney, kemarin, dikutip Reuters . Anggota parlemen Melissa Parke juga mengatakan telah memperbarui permohonan agar Sukumaran dan Chan dibebaskan dari hukuman mati.
Menurut Parke, Sukumaran dan Chan layak dibebaskan karena mereka menjalani proses rehabilitasi dengan baik dan membantu menyembuhkan pengidap narkoba yang lain. ”Mereka bisa menjadi bagian penting dalam kampanye Indonesia untuk mendidik anak-anak muda tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kami menghargai bagaimana kondisi mereka saat ini. Kami berharap mereka masih bisa memberikan kontribusi. Kami mendukung mereka dengan harapan dan keberanian,” ujar Parke, dilansir ABC .
Selain Parke, Kepala Pemerintah Philip Ruddock, Kepala Oposisi Chris Hayes, dan Pemimpin Senat Hijau Christine Milne ikut membubuhkan tanda tangan. Menurut Parke, perubahan yang ditunjukkan Sukumaran dan Chan tersebut seharusnya menjadi pertimbangan utama Pemerintah Indonesia. Mereka perlu diberikan kesempatan untuk kembali menempuh hidup baru.
”Mahkamah Konstitusi Indonesia sendiri menyimpulkan bahwa hukuman mati tidak akan menimbulkan efek jera. Selain itu, mereka merekomendasikan untuk mengubah hukuman mati kepada terdakwa yang menunjukkan perilaku baik selama 10 tahun,” kata Parke mengacu pada rehabilitasi Sukumaran dan Chan sejak 2005. Namun, upaya Australia tampaknya bakal sia-sia.
Kemarin, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan pemerintah akan tetap menjalankan kebijakan hukum terhadap para terpidana mati kasus peredaran narkoba walaupun ada protes dari beberapa pihak, termasuk dari pihak asing.
”Pemerintah akan terus konsisten menjalankan kebijakan hukum tentang kasus narkoba, karena dampaknya terhadapwarganegara kita,” kataMenlu Retno, sebelum melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Gedung MPR/DPR di Jakarta kemarin. Menurut dia, konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan hukum terkait kasus narkoba sangat penting, mengingat dampak buruk dari kejahatan peredaran narkoba yang semakin buruk bagi masyarakat.
”Dulu Indonesia hanya menjadi negara transit, tetapi sekarang menjadi negara destinasi (tujuan) terbesar. Apakah kejahatan itu akan kita biarkan? Berapa harga yang harus dibayar?” keluhnya. Retno pun mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri telah memaparkan soal aspek hukum dari pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba, yang sudah sesuai dengan standar hukum internasional.
Pemaparan itu, kata dia, juga disampaikan kepada pemerintah asing yang warga negaranya menjalani hukuman mati akibat kasus peredaran narkoba, melalui kedutaan besar asing yang ada di Jakarta. ”Jadi, semua masalah mengenai hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba sudah saya jelaskan. Sikap Indonesia tetap konsisten dan setiap ada pihak asing yang menyampaikan ‘concern ‘, kami menyampaikan hal yang sama,” lanjut kata mantan Dubes RI untuk Belanda ini.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo mengatakan akan terus memberantas kejahatan peredaran narkoba melalui berbagai tindakan tegas, termasuk penolakan grasi dan pemberlakuan eksekusi mati. Presiden menyebutkan peredaran narkoba merupakan tindak kejahatan yang telah membunuh ribuan generasi muda tiap tahun, sehingga tidak boleh dibiarkan. ”Ada 40-50 orang mati karena narkoba setiap harinya. Kalau dikalikan setahun ada sekitar 18.000 orang yang meninggal sia-sia,” ungkap Jokowi.
Menurut dia, eksekusi mati bukan keputusan sepihak presiden, melainkan pada dasarnya telah diatur dan terakomodasi dalam hukum yang berlaku di Indonesia. ”Yang memutuskan hukuman mati adalah hakim, presiden cuma tidak mengampuni,” ujar Presiden Jokowi sambil menegaskan telah menolak 64 grasi terpidana narkotika.
Seperti diketahui, Sukumaran dan Chan merupakan anggota Bali Nine yang berencana menyelundupkan heroin lebih dari 8 kilogram dari Denpasar, Bali, Indonesia menuju Australia pada 2005. Bulan lalu, Indonesia telah mengeksekusi enam terdakwa narkoba, lima di antaranya merupakan warga negara asing.
Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan bahwa eksekusi mati segera dilakukan. Kejaksaan saat ini sedang mematangkan teknis pelaksanaan dan mengecek data-data para terpidana mati. Lokasi eksekusi dipusatkan di Nusakambangan.
Miftahul chusna/ m shamil/ant
Dengan surat itu waktu pelaksanaan eksekusi mati bagi kedua warga negara Australia itu tinggal menghitung hari. Di lain pihak, otoritas Australia terus berupaya agar warganya tersebut bisa terhindar dari eksekusi mati. ”Surat pemindahannya sudah ada,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Momock Bambang Samiarso seusai mengikuti rapat persiapan eksekusi di Kantor Gubernur Bali di Denpasar kemarin.
Rapat yang digelar tertutup dipimpin Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta. Selain perwakilan Kejati, rapat juga melibatkan Kejaksaan Negeri Denpasar, Polda Bali, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Bali, Imigrasi, LP Kerobokan, Angkasa Pura, dan Garuda Indonesia. Kapan pemindahan Andrew dan Myuran dilakukan, menurut Bambang masih akan diputuskan dalam rapat berikutnya yang rencananya digelar hari ini (13/2). Namun dia memastikan pemindahan dilakukan melalui jalur udara.
”Rencananya seperti itu (memakai pesawat). Makanya tadi semua elemen dilibatkan. Garuda, Angkasa Pura,” ujar Bambang. Dari Australia, pemerintah negeri tersebut masih belum menyerah memberikan perlindungan terhadap dua warga negara mereka yang terancam dieksekusi mati atas kasus narkoba di Indonesia. Kementerian Luar Negeri Australia akan kembali mengajukan surat pengampunan kepada Indonesia untuk Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Upaya itu kemungkinan akan menjadi upaya terakhir Australia, karena Sukumaran dan Chan telah masuk ke dalam daftar delapan terdakwa narkoba yang akan dieksekusi pada gelombang kedua. Pada bulan lalu, Presiden Joko Widodo dan Pengadilan Tinggi Indonesia menolak surat grasi Australia.
”Kami tidak boleh menyerah. Harapan masih ada. Kami akan terus berusaha untuk menyelamatkan warga Australia yang mengalami masalah di luar negeri,” ujar Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di Sydney, kemarin, dikutip Reuters . Anggota parlemen Melissa Parke juga mengatakan telah memperbarui permohonan agar Sukumaran dan Chan dibebaskan dari hukuman mati.
Menurut Parke, Sukumaran dan Chan layak dibebaskan karena mereka menjalani proses rehabilitasi dengan baik dan membantu menyembuhkan pengidap narkoba yang lain. ”Mereka bisa menjadi bagian penting dalam kampanye Indonesia untuk mendidik anak-anak muda tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kami menghargai bagaimana kondisi mereka saat ini. Kami berharap mereka masih bisa memberikan kontribusi. Kami mendukung mereka dengan harapan dan keberanian,” ujar Parke, dilansir ABC .
Selain Parke, Kepala Pemerintah Philip Ruddock, Kepala Oposisi Chris Hayes, dan Pemimpin Senat Hijau Christine Milne ikut membubuhkan tanda tangan. Menurut Parke, perubahan yang ditunjukkan Sukumaran dan Chan tersebut seharusnya menjadi pertimbangan utama Pemerintah Indonesia. Mereka perlu diberikan kesempatan untuk kembali menempuh hidup baru.
”Mahkamah Konstitusi Indonesia sendiri menyimpulkan bahwa hukuman mati tidak akan menimbulkan efek jera. Selain itu, mereka merekomendasikan untuk mengubah hukuman mati kepada terdakwa yang menunjukkan perilaku baik selama 10 tahun,” kata Parke mengacu pada rehabilitasi Sukumaran dan Chan sejak 2005. Namun, upaya Australia tampaknya bakal sia-sia.
Kemarin, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan pemerintah akan tetap menjalankan kebijakan hukum terhadap para terpidana mati kasus peredaran narkoba walaupun ada protes dari beberapa pihak, termasuk dari pihak asing.
”Pemerintah akan terus konsisten menjalankan kebijakan hukum tentang kasus narkoba, karena dampaknya terhadapwarganegara kita,” kataMenlu Retno, sebelum melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Gedung MPR/DPR di Jakarta kemarin. Menurut dia, konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan hukum terkait kasus narkoba sangat penting, mengingat dampak buruk dari kejahatan peredaran narkoba yang semakin buruk bagi masyarakat.
”Dulu Indonesia hanya menjadi negara transit, tetapi sekarang menjadi negara destinasi (tujuan) terbesar. Apakah kejahatan itu akan kita biarkan? Berapa harga yang harus dibayar?” keluhnya. Retno pun mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri telah memaparkan soal aspek hukum dari pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba, yang sudah sesuai dengan standar hukum internasional.
Pemaparan itu, kata dia, juga disampaikan kepada pemerintah asing yang warga negaranya menjalani hukuman mati akibat kasus peredaran narkoba, melalui kedutaan besar asing yang ada di Jakarta. ”Jadi, semua masalah mengenai hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba sudah saya jelaskan. Sikap Indonesia tetap konsisten dan setiap ada pihak asing yang menyampaikan ‘concern ‘, kami menyampaikan hal yang sama,” lanjut kata mantan Dubes RI untuk Belanda ini.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo mengatakan akan terus memberantas kejahatan peredaran narkoba melalui berbagai tindakan tegas, termasuk penolakan grasi dan pemberlakuan eksekusi mati. Presiden menyebutkan peredaran narkoba merupakan tindak kejahatan yang telah membunuh ribuan generasi muda tiap tahun, sehingga tidak boleh dibiarkan. ”Ada 40-50 orang mati karena narkoba setiap harinya. Kalau dikalikan setahun ada sekitar 18.000 orang yang meninggal sia-sia,” ungkap Jokowi.
Menurut dia, eksekusi mati bukan keputusan sepihak presiden, melainkan pada dasarnya telah diatur dan terakomodasi dalam hukum yang berlaku di Indonesia. ”Yang memutuskan hukuman mati adalah hakim, presiden cuma tidak mengampuni,” ujar Presiden Jokowi sambil menegaskan telah menolak 64 grasi terpidana narkotika.
Seperti diketahui, Sukumaran dan Chan merupakan anggota Bali Nine yang berencana menyelundupkan heroin lebih dari 8 kilogram dari Denpasar, Bali, Indonesia menuju Australia pada 2005. Bulan lalu, Indonesia telah mengeksekusi enam terdakwa narkoba, lima di antaranya merupakan warga negara asing.
Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan bahwa eksekusi mati segera dilakukan. Kejaksaan saat ini sedang mematangkan teknis pelaksanaan dan mengecek data-data para terpidana mati. Lokasi eksekusi dipusatkan di Nusakambangan.
Miftahul chusna/ m shamil/ant
(ars)