Tiga BUMN Disuntik Modal Rp6 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Komisi VI DPR menyetujui usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) di tiga BUMN sebesar Rp6 triliun pada RAPBN-P Tahun 2015.
Ketiga BUMN tersebut, yaitu PT PLN (Persero) sebesar Rp5 triliun, PT Askrindo Rp500 miliar, dan Perum Jamkrindo Rp500 miliar. Dalam rapat kerja dengan Menteri BUMN Rini M Soemarno di Gedung DPR, Jakarta, tadi malam, Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Nataprawira mengatakan, persetujuan PMN pada tiga perusahaan itu diberikan dengan berbagai catatan dan rekomendasi.
Rekomendasi yang harus dijalankan penerima, antara lain PMN tidak digunakan untuk membayar utang perusahaan serta penggunaan PMN dilakukan dan dicatat dalam rekening terpisah. Penerima PMN juga diharuskan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan mengawasi secara ketat penggunaan PMN agar sesuai dengan rencana bisnis yang diajukan Komisi VI.
Menteri BUMN Rini M Soemarno berterima kasih kepada Komisi VI yang memberikan persetujuan dengan menganalisis mendalam dari masingmasing penerima PMN. Sesuai prioritas, PMN diberikan kepada BUMN terkait dengan sektor infrastruktur, kelistrikan, ketahanan pangan, BUMN terkait program tol laut, termasuk untuk pengembangan UKM. ”PMN yang sudah disetujui tersebut diharapkan memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (11/2) dini hari, Komisi VI juga menyetujui PMN kepada 27 BUMN senilai Rp37,276 triliun dalam rapat tertutup. Sejumlah kalangan meminta agar penggunaan dana triliunan rupiah itu diawasi secara ketat. Pengamat pesimistis suntikan modal melalui PMN dapat mendorong kinerja BUMN menjadi lebih baik. Tidak ada strategi arah pengelolaan dan audit yang terpercaya membuat kebijakan ini dinilai hanya merugikan negara.
Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, berpandangan bahwa kebijakan ini tidak jelas asal-usulnya dan penuh kontradiksi. Menurutnya, kebijakan suntikan modal melalui PMN berlawanan dengan semangat privatisasi BUMN yang dulu digencarkan. ”Ada yang tidak fair , sejumlah orang di BUMN dulu menuntut pemisahan, sekarang justru meminta duit negara. Berarti ini sudah tidak jelas arahnya,” ujarnya.
Menurutnya, ada ketidakjelasan strategi apakah BUMN sebagai perusahaan publik atau komersial. Padahal BUMN harus tegas ranahnya. ”Banyak BUMN yang tidak layak (mendapat PMN),” ujarnya. Pengamat BUMN, Naldy Nazar Haroen menegaskan, kebijakan suntikan modal akan siasia tanpa ada audit independen pada BUMN. ”Harus ada transparansi terlebih dahulu. Evaluasi atas analisanya masih belum terbukti,” ujar Naldy.
Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir mengatakan, PMN Rp5 triliun akan digunakan untuk menambah kebutuhan investasi perusahaan. ”Dengan PMN itu, PLN sangat terbantu. Paling tidak kebutuhan modal kita sudah terobati,” kata Sofyan. Dia menjelaskan, pada tahun 2015, PLN mengalokasikan investasi sekitar Rp62 triliun digunakan antara lain untuk pembangunan sejumlah pembangkit dan transmisi 10.000 MW yang merupakan bagian program Pemerintah pengadaan listrik 35.000 MW.
Dari proyek 10.000 MW tersebut, setiap tahun PLN mengerjakan pembangkit dengan kapasitas 2.000 MW. ”Kita juga punya proyek yang 7.000 MW, kita harapkan bisa diselesaikan tahun ini,” ujarnya. Khusus proyek 7.000 MW, pendanaannya sudah tersedia. Selain dari ekuitas, juga ada plafon pinjaman antara lain dari Bank Dunia.
Hafid fuad/ant
Ketiga BUMN tersebut, yaitu PT PLN (Persero) sebesar Rp5 triliun, PT Askrindo Rp500 miliar, dan Perum Jamkrindo Rp500 miliar. Dalam rapat kerja dengan Menteri BUMN Rini M Soemarno di Gedung DPR, Jakarta, tadi malam, Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Nataprawira mengatakan, persetujuan PMN pada tiga perusahaan itu diberikan dengan berbagai catatan dan rekomendasi.
Rekomendasi yang harus dijalankan penerima, antara lain PMN tidak digunakan untuk membayar utang perusahaan serta penggunaan PMN dilakukan dan dicatat dalam rekening terpisah. Penerima PMN juga diharuskan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan mengawasi secara ketat penggunaan PMN agar sesuai dengan rencana bisnis yang diajukan Komisi VI.
Menteri BUMN Rini M Soemarno berterima kasih kepada Komisi VI yang memberikan persetujuan dengan menganalisis mendalam dari masingmasing penerima PMN. Sesuai prioritas, PMN diberikan kepada BUMN terkait dengan sektor infrastruktur, kelistrikan, ketahanan pangan, BUMN terkait program tol laut, termasuk untuk pengembangan UKM. ”PMN yang sudah disetujui tersebut diharapkan memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (11/2) dini hari, Komisi VI juga menyetujui PMN kepada 27 BUMN senilai Rp37,276 triliun dalam rapat tertutup. Sejumlah kalangan meminta agar penggunaan dana triliunan rupiah itu diawasi secara ketat. Pengamat pesimistis suntikan modal melalui PMN dapat mendorong kinerja BUMN menjadi lebih baik. Tidak ada strategi arah pengelolaan dan audit yang terpercaya membuat kebijakan ini dinilai hanya merugikan negara.
Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, berpandangan bahwa kebijakan ini tidak jelas asal-usulnya dan penuh kontradiksi. Menurutnya, kebijakan suntikan modal melalui PMN berlawanan dengan semangat privatisasi BUMN yang dulu digencarkan. ”Ada yang tidak fair , sejumlah orang di BUMN dulu menuntut pemisahan, sekarang justru meminta duit negara. Berarti ini sudah tidak jelas arahnya,” ujarnya.
Menurutnya, ada ketidakjelasan strategi apakah BUMN sebagai perusahaan publik atau komersial. Padahal BUMN harus tegas ranahnya. ”Banyak BUMN yang tidak layak (mendapat PMN),” ujarnya. Pengamat BUMN, Naldy Nazar Haroen menegaskan, kebijakan suntikan modal akan siasia tanpa ada audit independen pada BUMN. ”Harus ada transparansi terlebih dahulu. Evaluasi atas analisanya masih belum terbukti,” ujar Naldy.
Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir mengatakan, PMN Rp5 triliun akan digunakan untuk menambah kebutuhan investasi perusahaan. ”Dengan PMN itu, PLN sangat terbantu. Paling tidak kebutuhan modal kita sudah terobati,” kata Sofyan. Dia menjelaskan, pada tahun 2015, PLN mengalokasikan investasi sekitar Rp62 triliun digunakan antara lain untuk pembangunan sejumlah pembangkit dan transmisi 10.000 MW yang merupakan bagian program Pemerintah pengadaan listrik 35.000 MW.
Dari proyek 10.000 MW tersebut, setiap tahun PLN mengerjakan pembangkit dengan kapasitas 2.000 MW. ”Kita juga punya proyek yang 7.000 MW, kita harapkan bisa diselesaikan tahun ini,” ujarnya. Khusus proyek 7.000 MW, pendanaannya sudah tersedia. Selain dari ekuitas, juga ada plafon pinjaman antara lain dari Bank Dunia.
Hafid fuad/ant
(ars)