Legalitas Tim Penyelamat Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Partai Golkar mempertanyakan legal standing atau kedudukan hukum Tim Penyelamat Partai Golkar (TPPG) yang dibentuk Agung Laksono dkk.
Dalam sidang perdana Mahkamah Partai di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin, anggota majelis hakim Mahkamah Partai HAS Natabaya mengatakan bahwa kedudukan hukum TPPG dalam partai perlu dijelaskan karena hal itu tidak dikenal dalam organisasi Golkar.
“Dari namanya saja, Tim Penyelamat, organisasi ini lahir kalau ada chaos. Padahal sebenarnya tidak ada chaos apa pun, ini hanya masalah kepengurusan saja,” ujarnya. TPPG adalah organisasi bentukan Agung Laksono dkk yang kemudian menggagas lahirnya Musyawarah Nasional (Munas) Ancol, Jakarta pada Desember 2014. TPPG lahir sebagai bentuk penolakan Agung dkk terhadap rencana pelaksanaan Munas Bali yang digelar kubu Aburizal Bakrie (ARB).
Selain bermasalah dengan legal standing di organisasi, kedudukan hukum TPPG untuk dapat beracara dan melakukan permohonan di Mahkamah Partai juga perlu penjelasan. Natabaya mengatakan, istilah TPPG juga belum tercantum dalam peraturan Mahkamah Partai. Mahkamah Partai menggelar sidang sebagai tindak lanjut atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menerima eksepsi kuasa hukum kubu ARB.
Diketahui, kubu Agung menggugat ARB dkk karena menilai Munas Bali tidak konstitusional. Namun, dalam putusan selanya, hakim PN Jakarta Pusat menyatakan tidak bisa menyidangkan gugatan kubu Agung Laksono tersebut dan meminta agar penyelesaian konflik Golkar diselesaikan secara internal terlebih dulu.
Pada sidang perdana kemarin kubu ARB tidak hadir. Dalam suratnya ke Mahkamah Partai, kubu ARB menyatakan lebih memilih meneruskan jalur hukum yang sudah ditempuh lewat pengadilan. Setelah pembacaan gugatan oleh kubu Agung dkk yang disusul tanya jawab hakim dengan pemohon, hakim memutuskan menunda sidang hingga Rabu (18/2).
Dalam berbagai kesempatan, kubu ARB menyatakan sidang Mahkamah Partai tersebut tidak relevan dan berpotensi sia-sia karena proses pengadilan sengketa kepengurusan Golkar sudah terlanjur berjalan. Sidang gugatan kubu ARB sendiri saat ini sudah berjalan di PN Jakarta Barat. Kubu ARB menggugat keberadaan TPPG yang dibentuk Agung dkk sekaligus menggugat keabsahan Agung Laksono dan Zainuddin Amali yang terpilih sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal (sekjen) DPP Golkar melalui Munas Ancol.
Pada sidang kemarin, Natabaya juga meminta kubu Agung memaparkan bentuk kecurangan dalam proses Munas Bali, termasuk membuktikan tudingan bahwa Munas Bali dilakukan dengan cara “licik” seperti yang diungkapkan Ketua Steering Committee Munas Bali Nurdin Halid. Pembuktian tersebut bisa berupa bukti, surat, rekaman, atau dengan menghadirkan saksi.
Dalam sidang di Mahkamah Partai ini, ada tiga pihak yang mengajukan gugatan terhadap kepengurusan Munas Bali, yakni TPPG, kepengurusan DPP hasil Munas Ancol, dan kader Golkar. Ketiganya berasal dari kepengurusan Agung Laksono. Dalam petitumnya, ketiga pemohon juga meminta hal yang sama, yakni agar kepengurusan DPP hasil Munas Ancol disahkan, dan meminta hakim untuk menyatakan kepengurusan hasil Munas Bali tidak sah.
Menjawab pertanyaan hakim Mahkamah, anggota TPPG yang juga Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Agun Gunandjar Sudarasa, menyatakan pembentukan TPPG tidak berasal dari kepengurusan Munas Ancol, tetapilahirmelaluiDPPpadasaat berlangsung rapat pleno di DPP Golkar pada 25 November 2014. Menurutnya, saat itu ARB sebagai ketua umum DPP Golkar dinilai tidak bertanggung jawab karena meninggalkan rapat pleno.
Wakil Ketua DPP Theo L Sambuaga yang saat itu mengambil alih rapat juga dinilai mengeluarkan keputusan tidak mendengarkan aspirasi dari kader sehingga TPPG terbentuk. Pada sidang kemarin, Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Ancol Priyo Budi Santoso juga memberikan kesaksian di depan majelis hakim mengenai dugaan kecurangan pelaksanaan Munas Bali.
“Saya ketua umum MKGR, sah sebagai peserta, tapi tidak diperkenankan masuk padahal sudah dapat surat resmi. Saya tidak bisa masuk karena dilarang,” ujarnya. Agenda sidang pekan depan Mahkamah Partai akan mengumumkan keputusan yang dapat berbentuk penetapan atau rekomendasi kepada kedua kubu.
“Kecuali ada eksepsi dari mereka (kubu ARB), maka kita akan menggelar lagi sidang. Kalau tidak ada, ya, putusan,” ujar Ketua Mahkamah Partai Muladi seusai sidang.
Mula akmal
Dalam sidang perdana Mahkamah Partai di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin, anggota majelis hakim Mahkamah Partai HAS Natabaya mengatakan bahwa kedudukan hukum TPPG dalam partai perlu dijelaskan karena hal itu tidak dikenal dalam organisasi Golkar.
“Dari namanya saja, Tim Penyelamat, organisasi ini lahir kalau ada chaos. Padahal sebenarnya tidak ada chaos apa pun, ini hanya masalah kepengurusan saja,” ujarnya. TPPG adalah organisasi bentukan Agung Laksono dkk yang kemudian menggagas lahirnya Musyawarah Nasional (Munas) Ancol, Jakarta pada Desember 2014. TPPG lahir sebagai bentuk penolakan Agung dkk terhadap rencana pelaksanaan Munas Bali yang digelar kubu Aburizal Bakrie (ARB).
Selain bermasalah dengan legal standing di organisasi, kedudukan hukum TPPG untuk dapat beracara dan melakukan permohonan di Mahkamah Partai juga perlu penjelasan. Natabaya mengatakan, istilah TPPG juga belum tercantum dalam peraturan Mahkamah Partai. Mahkamah Partai menggelar sidang sebagai tindak lanjut atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menerima eksepsi kuasa hukum kubu ARB.
Diketahui, kubu Agung menggugat ARB dkk karena menilai Munas Bali tidak konstitusional. Namun, dalam putusan selanya, hakim PN Jakarta Pusat menyatakan tidak bisa menyidangkan gugatan kubu Agung Laksono tersebut dan meminta agar penyelesaian konflik Golkar diselesaikan secara internal terlebih dulu.
Pada sidang perdana kemarin kubu ARB tidak hadir. Dalam suratnya ke Mahkamah Partai, kubu ARB menyatakan lebih memilih meneruskan jalur hukum yang sudah ditempuh lewat pengadilan. Setelah pembacaan gugatan oleh kubu Agung dkk yang disusul tanya jawab hakim dengan pemohon, hakim memutuskan menunda sidang hingga Rabu (18/2).
Dalam berbagai kesempatan, kubu ARB menyatakan sidang Mahkamah Partai tersebut tidak relevan dan berpotensi sia-sia karena proses pengadilan sengketa kepengurusan Golkar sudah terlanjur berjalan. Sidang gugatan kubu ARB sendiri saat ini sudah berjalan di PN Jakarta Barat. Kubu ARB menggugat keberadaan TPPG yang dibentuk Agung dkk sekaligus menggugat keabsahan Agung Laksono dan Zainuddin Amali yang terpilih sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal (sekjen) DPP Golkar melalui Munas Ancol.
Pada sidang kemarin, Natabaya juga meminta kubu Agung memaparkan bentuk kecurangan dalam proses Munas Bali, termasuk membuktikan tudingan bahwa Munas Bali dilakukan dengan cara “licik” seperti yang diungkapkan Ketua Steering Committee Munas Bali Nurdin Halid. Pembuktian tersebut bisa berupa bukti, surat, rekaman, atau dengan menghadirkan saksi.
Dalam sidang di Mahkamah Partai ini, ada tiga pihak yang mengajukan gugatan terhadap kepengurusan Munas Bali, yakni TPPG, kepengurusan DPP hasil Munas Ancol, dan kader Golkar. Ketiganya berasal dari kepengurusan Agung Laksono. Dalam petitumnya, ketiga pemohon juga meminta hal yang sama, yakni agar kepengurusan DPP hasil Munas Ancol disahkan, dan meminta hakim untuk menyatakan kepengurusan hasil Munas Bali tidak sah.
Menjawab pertanyaan hakim Mahkamah, anggota TPPG yang juga Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Agun Gunandjar Sudarasa, menyatakan pembentukan TPPG tidak berasal dari kepengurusan Munas Ancol, tetapilahirmelaluiDPPpadasaat berlangsung rapat pleno di DPP Golkar pada 25 November 2014. Menurutnya, saat itu ARB sebagai ketua umum DPP Golkar dinilai tidak bertanggung jawab karena meninggalkan rapat pleno.
Wakil Ketua DPP Theo L Sambuaga yang saat itu mengambil alih rapat juga dinilai mengeluarkan keputusan tidak mendengarkan aspirasi dari kader sehingga TPPG terbentuk. Pada sidang kemarin, Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Ancol Priyo Budi Santoso juga memberikan kesaksian di depan majelis hakim mengenai dugaan kecurangan pelaksanaan Munas Bali.
“Saya ketua umum MKGR, sah sebagai peserta, tapi tidak diperkenankan masuk padahal sudah dapat surat resmi. Saya tidak bisa masuk karena dilarang,” ujarnya. Agenda sidang pekan depan Mahkamah Partai akan mengumumkan keputusan yang dapat berbentuk penetapan atau rekomendasi kepada kedua kubu.
“Kecuali ada eksepsi dari mereka (kubu ARB), maka kita akan menggelar lagi sidang. Kalau tidak ada, ya, putusan,” ujar Ketua Mahkamah Partai Muladi seusai sidang.
Mula akmal
(ars)