KPK Pernah Tetapkan Tersangka Tanpa Bukti

Rabu, 11 Februari 2015 - 12:48 WIB
KPK Pernah Tetapkan...
KPK Pernah Tetapkan Tersangka Tanpa Bukti
A A A
JAKARTA - Fakta mengejutkan terungkap dalam lanjutan sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kemarin.

Saksi yang diajukan dari pihak BG menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa disertai dua alat bukti yang mendukung. Hal itu diungkapkan saksi Hendi F Kurniawan yang juga mantan penyidik KPK. Hendi mengaku pernah diperintahkan oleh pimpinannya untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa adanya dua alat bukti yang terpenuhi. “Pernah, waktu itu alat buktinya belum dua,” ungkap Hendy di hadapan majelis hakim tunggal Sarpin Rizaldi.

Atas kejadian itulah Hendi yang bergabung dengan KPK periode Maret 2008 hingga September 2012 itu memilih untuk keluar dari lembaga antikorupsi tersebut. Menurut dia, sikap yang diminta pimpinan KPK tersebut sangat bertentangan dengan dirinya sebagai penyidik. “Bahwa alasan saya mengundurkan diri dari KPK karena adanya penetapan tersangka tanpa ditemukan dua alat bukti,” tandasnya.

Saat didesak oleh kuasa hukum BG, Maqdir Ismail, untuk menceritakan siapa tersangka yang ditetapkan tanpa adanya dua alat bukti, Hendy mencoba untuk menjabarkan. Namun tim kuasa hukum KPK keberatan dan langsung diterima oleh hakim Sarpin Rizaldi.

Hendi juga membandingkan bahwa dulu proses penyelidikan seseorang yang akan ditetapkan sebagai tersangka harus diminta klarifikasinya terlebih dulu sehingga tidak mendadak ditetapkan sebagai tersangka. “Jadi harus dilakukan klarifikasi dulu, baru ditetapkan sebagai tersangka,” paparnya.

Saksi lainnya, AKBP Irsan, menceritakan pengalamannya selama bertugas di KPK. Sebagai penyelidik dan penyidik, menurut dia, setiap keputusan yang diambil di KPK pada saat dirinya bertugas selalu berasal dari 5 orang pimpinan KPK. Kebetulan, menurutnya, pada KPK jilid I tidak ada guncangan yang membuat pimpinan harus mengundurkan diri atau diberhentikan dari lembaga tersebut. “Waktu itu memang setiap keputusan berasal dari 5 orang, jumlahnya juga sama hingga akhir,” ungkap Irsan.

Baru di KPK jilid II, lanjutnya, ada pimpinan KPK yang dinonaktifkan karena tersangkut kasus. Ketika itu, Ketua KPK Antasari Azhar ditetapkan sebagai tersangka dan tidak lagi menjabat sebagai pimpinan. “Tapi, waktu itu Januari-Juli, saya sedang bersekolah Sespim di Lembang. Setelah kembali, Pak Tumpak (Tumpak Hatorangan Panggabean) sudah ada dan saya tidak tahu apakah ada putusan-putusan strategis yang dikeluarkan KPK(padawaktuitu),” paparnya.

Mengenai proses penetapan seseorang sebagai tersangka di KPK, Irsan mengatakan, di awal-awal dirinya bergabung, KPK masih menggunakan KUHP dan UU KPK sebagai acuan. Setelah itu di 2007, baru KPK menggunakan SOP baru bahwa penetapan tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik). “Di 2007 itu ada tim yang memang khusus mengeluarkan sprindik. Setelah itulah baru sprindik selalu ada nama tersangkanya,” paparnya.

Saksi selanjutnya, Budi Wibowo lebih banyak ditanyai perihal tugasnya sebagai kepala Subdit III Direksus Mabes Polri. Kuasa hukum pemohon secara bergiliran mempertanyakan keluarnya laporan hasil analisis (LHA) atas nama BG yang pada 2010 sudah dinyatakan tidak ada masalah. “Saya mengetahui (LHA sudah di KPK) justru dari beberapa media. Kemudian sesuai bidang tugas, saya ingin tahu seberapa jauh tugas yang sudah kami lakukan,” ujarnya.

Budi mengakui dirinya memang baru menjabat sebagai direksus III Mabes Polri pada Maret 2014. Namun dia memastikan LHA yang sudah terklarifikasi semuanya disimpan di lemari khusus. “Untuk LHA yang sudah dilaksanakan penyelidikan kemudian sudah dibuat laporan klarifikasinya, maka disimpan di lemari khusus LHA dan pelaporan dokumen-dokumen. Itu file aslinya,” jelasnya.

Budi juga mengatakan, dalam laporan LHA yang diterima dari PPATK, pihaknya menemukan sejumlah subjek anggota Polri. Namun kesemuanya sudah terklarifikasi. “Beliau (BG) termasuk data yang sudah terklarifikasi. Data yang sudah terklarifikasi 2005 sampai 2014,” ungkapnya.

Adapun Plt Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang hadir menjadi saksi keempat meyakini ada benang merah antara ditersangkakannya BG oleh KPK dengan gagalnya Abraham Samad (AS) sebagai calon wakil presiden pendamping Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2014.

Menurut dia, AS pada pertemuan 20 Mei 2014 sempat mengumpat bahwa dirinya akan “menghabisi” BG yang disebutnya menjadi biang dari gagalnya sebagai cawapres pilihan PDIP. “Dia waktu itu bilang telah menyadap BG dan pada waktunya akan menghabisi,” ungkapnya.

Menurut Hasto, tidak benar apa yang disangkakan AS itu. Sebab pemilihan cawapres pendamping Jokowi murni atas hasil diskusi antara mantan Gubernur DKI itu dengan partai koalisi. “Jadi tidak ada hubungannya dengan BG. Saya tidak memberi tahu yang bersangkutan karena saya memang tidak ada kedekatan khusus dengan beliau. Tapi hal ini juga diketahui oleh teman saya yang ada di rumah AS,” katanya.

Dalam sidang kemarin, kuasa hukum BG menyerahkan 73 bukti dokumen. Dari 73 bukti dokumen tersebut terdapat beberapa dokumen yang berisikan kliping pemberitaan beberapa media massa cetak maupun online . Selain itu ada juga dalam bentuk compact disk (CD) yang akan diputar pada persidangan berikutnya.

“Untuk membuktikan bahwa ini adalah rekayasa, lainnya kita hadirkan saksi ahli dari guru besar. Ada ahli hukum tata negara, hukum pidana, dan yangahlisoalKPK,” tandaskuasa hukum BG, Fredrich Yunadi. Kuasa hukum KPK, Chatarina Aritonang, menilai kesaksian yang diberikan oleh saksi tidak relevan dengan gugatan praperadilan yang diajukan pemohon.

Misalnya pada saksi pertama yang tidak dapat menjawab sejumlah perubahan aturan di KPK karena yang bersangkutan telah keluar dari KPK sejak 2009. “Keterangan saksi tidak relevan dengan pengetahuannya terhadap perkara,” kata Chatarina.

Menurut Chatarina, 4 saksi yang dihadirkan juga tidak sesuai dengan yang dimaksud KUHAP Pasal 1 angka 27. Karena itu wajar apabila keempatnya tidak ada yang bisa menerangkan proses penetapan tersangka yang ada di KPK. “Karena itu tidak jelas bahwa ini perkaranya apa. Kalau dari pertama kami menolak kan tidak etis meski kami nilai hanya menghabiskan energi karena tidak sesuai dengan tujuan pembuktian dalil pemohon,” paparnya.

Misalnya pada dalil yang menjelaskan soal penetapan tersangka, menurut Chatarina, saksi tidak dapat memastikan apa arti dari kolektif kolegial yang dipersoalkan pemohon. “Yang agak relevan yang dari Bareskrim walaupun tidak terkait dengan KPK,” katanya.

Mengenai dihubung-hubungkannya pertemuan Plt Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto dengan pimpinan KPK Abraham Samad hingga berujung penyingkiran BG, menurut Chatarina hal itu belum menjadi arah timnya pada proses pembuktian.

Dian Ramdhan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9487 seconds (0.1#10.140)