Rusia Mulai Latihan Perang
A
A
A
MOSKOW - Sekitar 2.000 pasukan pengintai Rusia kemarin menggelar latihan perang di Rusia selatan. Latihan itu digelar sehari sebelum pertemuan tingkat tinggi untuk membahas krisis Ukraina di Minsk, ibu kota Belarusia.
Distrik Militer Selatan Rusia adalah satu dari empat komando strategis operasi Angkatan Bersenjata Rusia yang paling berdekatan dengan Ukraina. “Latihan perang ini akan berlangsung selama satu bulan,” kata seorang pejabat dari Distrik Militer Selatan Rusia, kepada Interfax .
Selain itu, 600 pasukan Rusia kemarin juga menggelar latihan perang di Crimea. Kantor berita Ria Novosti melaporkan, Armada Laut Hitam Rusia menyatakan unit pertahanan yang akan memulai latihan perang di Crimea, wilayah yang dicaplok Rusia dari Ukraina pada Maret lalu. “Sebanyak 50 unit senjata ikut digunakan dalam latihan perang itu,” demikian keterangan Armada Laut Hitam Rusia.
Latihan tempur Rusia itu bersamaan dengan upaya pasukan Garda Nasional Ukraina yang meluncurkan serangan ofensif di kota pelabuhan Mariupol. Serangan itu untuk mengambil alih kota yang dikuasai pemberontak pro-Rusia. Kota itu sangat strategis karena membentang di Laut Azov dan menjadi basis pertahanan pemberontak yang tangguh.
“Pasukan Garda Nasional berhasil menembus pertahanan musuh. Mereka melakukan serangan besar-besaran,” kata Oleksander Turchynov, sekretaris Dewan Nasional dan Pertahanan Ukraina, dikutip Reuters . Serangan itu dilaksanakan setelah pemberontak menggelar serangan massal untuk merebut kota strategis, termasuk Mariupol.
Kota ini pernah memanas pada bulan lalu ketika 30 warga sipil tewas dalam serangan antara pemberontak dan pasukan Pemerintah Ukraina. Kekerasan semakin meningkat di kawasan Ukraina timur sejak pemberontak mulai melancarkan serangan baru.
Selain menempuh perang psikologis dengan mengadakan latihan perang, Rusia kemarin menekankan upaya diplomatik dalam krisis Ukraina. “Jika Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengirimkan senjata ke Ukraina, Rusia akan menempuh langkah diplomatik,” kata Nikolai Patrushev, kepala Dewan Keamanan Rusia, dikutip kantor berita TASS.
Menurut dia, pengiriman senjata hanya akan memicu eskalasi konflik yang semakin besar. Hal senada juga diungkapkan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang mengungkapkan pengiriman senjata ke Ukraina dan memperberat sanksi terhadap Rusia hanya akan memicu ketidakstabilan situasi di Ukraina. “Rusia merupakan negara yang berniat untuk menyelesaikan krisis (Ukraina),” ungkap Peskov.
Situasi di Ukraina timur memang semakin memanas. Pemberontak berhasil memaksa pasukan Kiev untuk keluar dari Ukraina timur, terutama setelah militer Ukraina berusaha merebut kembali Debaltseve, Donetsk. Pemberontak pro-Rusia kemarin mengklaim telah mengepung Kota Debaltseve. Ribuan pasukan Ukraina diperkirakan berada di kota itu.
Namun, pasukan Ukraina mengungkapkan, pasukannya masih berjuang untuk menguasai jalanan sebagai akses masuk ke kota itu. “Masih terjadi pertempuran untuk membuka jalan,” kata juru bicara militer Ukraina, Olexandr Matuzyanyk, kepada BBC .
Sementara itu, upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik bersenjata di Ukraina terus diupayakan negara-negara Barat. Perundingan empat pihak antara Rusia, Ukraina, Jerman, dan Prancis akan digelar di Minsk, Belarusia, Rabu (hari ini). Mereka akan mendiskusikan proposal perdamaian.
Sebelumnya Kanselir Jerman Angela Merkel telah bertemu Presiden AS Barack Obama pada Senin lalu. Dalam konferensi persnya, Obama mengungkapkan opsi pengiriman senjata bagi Ukraina masih tetap dipertimbangkan. “Jika diplomasi gagal, saya akan bertanya kepada tim saya untuk mempertimbangkan semua opsinya,” kata Obama.
Hanya, menurut dia, solusi militer atas masalah Ukraina sangat rendah. Dalam kesempatan itu, Obama juga mengkritik agresi Rusia di Ukraina. “Perbatasan Eropa tidak dapat digambar ulang dengan senjata,” kecam Obama. Tindakan Rusia itu, kata Obama, justru akan memperkuat persatuan AS dan aliansinya.
Andika Hendra m
Distrik Militer Selatan Rusia adalah satu dari empat komando strategis operasi Angkatan Bersenjata Rusia yang paling berdekatan dengan Ukraina. “Latihan perang ini akan berlangsung selama satu bulan,” kata seorang pejabat dari Distrik Militer Selatan Rusia, kepada Interfax .
Selain itu, 600 pasukan Rusia kemarin juga menggelar latihan perang di Crimea. Kantor berita Ria Novosti melaporkan, Armada Laut Hitam Rusia menyatakan unit pertahanan yang akan memulai latihan perang di Crimea, wilayah yang dicaplok Rusia dari Ukraina pada Maret lalu. “Sebanyak 50 unit senjata ikut digunakan dalam latihan perang itu,” demikian keterangan Armada Laut Hitam Rusia.
Latihan tempur Rusia itu bersamaan dengan upaya pasukan Garda Nasional Ukraina yang meluncurkan serangan ofensif di kota pelabuhan Mariupol. Serangan itu untuk mengambil alih kota yang dikuasai pemberontak pro-Rusia. Kota itu sangat strategis karena membentang di Laut Azov dan menjadi basis pertahanan pemberontak yang tangguh.
“Pasukan Garda Nasional berhasil menembus pertahanan musuh. Mereka melakukan serangan besar-besaran,” kata Oleksander Turchynov, sekretaris Dewan Nasional dan Pertahanan Ukraina, dikutip Reuters . Serangan itu dilaksanakan setelah pemberontak menggelar serangan massal untuk merebut kota strategis, termasuk Mariupol.
Kota ini pernah memanas pada bulan lalu ketika 30 warga sipil tewas dalam serangan antara pemberontak dan pasukan Pemerintah Ukraina. Kekerasan semakin meningkat di kawasan Ukraina timur sejak pemberontak mulai melancarkan serangan baru.
Selain menempuh perang psikologis dengan mengadakan latihan perang, Rusia kemarin menekankan upaya diplomatik dalam krisis Ukraina. “Jika Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengirimkan senjata ke Ukraina, Rusia akan menempuh langkah diplomatik,” kata Nikolai Patrushev, kepala Dewan Keamanan Rusia, dikutip kantor berita TASS.
Menurut dia, pengiriman senjata hanya akan memicu eskalasi konflik yang semakin besar. Hal senada juga diungkapkan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang mengungkapkan pengiriman senjata ke Ukraina dan memperberat sanksi terhadap Rusia hanya akan memicu ketidakstabilan situasi di Ukraina. “Rusia merupakan negara yang berniat untuk menyelesaikan krisis (Ukraina),” ungkap Peskov.
Situasi di Ukraina timur memang semakin memanas. Pemberontak berhasil memaksa pasukan Kiev untuk keluar dari Ukraina timur, terutama setelah militer Ukraina berusaha merebut kembali Debaltseve, Donetsk. Pemberontak pro-Rusia kemarin mengklaim telah mengepung Kota Debaltseve. Ribuan pasukan Ukraina diperkirakan berada di kota itu.
Namun, pasukan Ukraina mengungkapkan, pasukannya masih berjuang untuk menguasai jalanan sebagai akses masuk ke kota itu. “Masih terjadi pertempuran untuk membuka jalan,” kata juru bicara militer Ukraina, Olexandr Matuzyanyk, kepada BBC .
Sementara itu, upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik bersenjata di Ukraina terus diupayakan negara-negara Barat. Perundingan empat pihak antara Rusia, Ukraina, Jerman, dan Prancis akan digelar di Minsk, Belarusia, Rabu (hari ini). Mereka akan mendiskusikan proposal perdamaian.
Sebelumnya Kanselir Jerman Angela Merkel telah bertemu Presiden AS Barack Obama pada Senin lalu. Dalam konferensi persnya, Obama mengungkapkan opsi pengiriman senjata bagi Ukraina masih tetap dipertimbangkan. “Jika diplomasi gagal, saya akan bertanya kepada tim saya untuk mempertimbangkan semua opsinya,” kata Obama.
Hanya, menurut dia, solusi militer atas masalah Ukraina sangat rendah. Dalam kesempatan itu, Obama juga mengkritik agresi Rusia di Ukraina. “Perbatasan Eropa tidak dapat digambar ulang dengan senjata,” kecam Obama. Tindakan Rusia itu, kata Obama, justru akan memperkuat persatuan AS dan aliansinya.
Andika Hendra m
(ftr)