Jakarta Lumpuh
A
A
A
JAKARTA - Banjir kembali melumpuhkan DKI Jakarta kemarin. Hujan deras yang melanda sejak Minggu (8/2) malam membuat sebagian wilayah di Ibu Kota terendam. Diperkirakan banjir tidak bisa segera surut karena hujan terus mengguyur hingga tadi malam.
Ketinggian air di Bendungan Katulampa Bogor juga terus naik akibat hujan yang mengguyur kawasan Puncak seharian kemarin. Selain merendam kawasan perumahan di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, Pesanggrahan, dan Krukut, banjir juga merendam jalan utama seperti Thamrin dan Merdeka. Istana Presiden dan Balai Kota DKI Jakarta pun tidak luput dari banjir.
Banjir juga membuat lalu lintas kacau balau, dan mengganggu transportasi massal, yakni KA Commuter Line atau KRL dan Transjakarta. KRL yang menjadi transportasi andalan warga Jabodetabek tersebut tidak bisa beroperasi sampai Stasiun Jakarta Kota dan Tanah Abang karena banjir menenggelamkan rel di stasiun tersebut. Hingga tadi malam pukul 22.30 WIB jalur KRL masih terganggu.
Sedangkan empat jalur Transjakarta, yakni koridor II (Pulogadung-Harmoni), koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni), koridor X (Cililitan-Tanjung Priok) dan koridor XII (Pluit-Tanjung Priok), berhenti beroperasi. Beberapa koridor lain juga terganggu, termasuk koridor I (Blok M-Kota). ”Titik genangan sudah melumpuhkan Jakarta. Hampir seluruh wilayah Jakarta terendam,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta kemarin. Jika dibandingkan dengan hujan pada banjir Jakarta 2013 dan 2014 lalu, curah hujan hari ini lebih rendah.
”Buruknya drainase perkotaan dan kurangnya kawasan resapan air menyebabkan pasokan air permukaan melimpah sehingga drainase tidak mampu mengaruskan limpasan permukaan,” imbuh Sutopo. Berdasarkan data BNPB, hujan yang melanda kawasan Jakarta dan Bogor membuat permukaan air di sejumlah sungai di Jakarta naik dan berstatus siaga tiga pada pukul 14.00 WIB. Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah bantaran sungai akan terendam banjir.
Kawasan bantaran sungai yang terendam antara lain bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Kampung Pulo, Gang Arus, dan Pengadegan; di Kali Krukut, yakni Pondok Raya, Pasar Mampang, Pulau Raya, Jati Padang, Cipete Selatan, Pondok Labu, Benhil, dan RS Mintoharjo. Adapun kawasan bantaran Kali Pesanggrahan yang kebanjiran adalah Cirendeu Indah, Sepolwan, Deplu, IKPN, Ulujami, Perdatam, Tanah Kusir, Cipulir, Cidodol, Kedoya, Perum Kelapa Dua, Pos Pengumben.
Tinggi genangan banjir di beberapa jalan bervariasi mulai 10 sentimeter hingga 80 sentimeter. Berdasarkan data dari Pusdalops Badan Pengendalian Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, hingga pukul16.00 WIB kemarin, tercatat ada 93 titik genangan di Jakarta dengan rincian 35 titik di Jakarta Pusat, 28 titik di Jakarta Barat, 17 titik diJ akarta Utara, 8titikdi Jakarta Timur, dan 5 titik di Jakarta Selatan. Selain kawasan permukiman, banjir juga menenggelamkan sejumlah jalan utama.
Dua jalan utama di pusat Jakarta, yakni Jalan Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat, sempat mengalami genangan hingga 50 sentimeter hingga melumpuhkan aktivitas perkantoran di kawasan terebut. Berdasarkan laporan, jalan yang mengalami genangan tertinggi adalah Jalan Batu Ceper Raya dengan ketinggian 80 sentimeter.
Banjir yang menggenangi ruas jalan tak ayal menimbulkan kemacetan parah. di Jakarta Barat, misalnya, kemacetan di antaranya terjadi di Jalur Ringroad Barat, Cengkareng mulai Bandara Soekarno-Hatta menuju pertigaan Daan Mogot, dan sebaliknya; sejumlah wilayah Jalan Daan Mogot mulai depan Terminal Kalideres hingga Grogol, dan sebaliknya; Jalan Tubagus Angke mulai Daan Mogot menuju Jalan Latumenten, dan sebaliknya.
Banjir juga terpantau di Jalan S Parman mulai Slipi hingga Tanjung Duren, dan sebaliknya; Jalan Kyai Tapa dari Daan Mogot menuju Harmoni, dan sebaliknya; dan terakhir, jalan di kawasan wisata Kota Tua. Pemandangan tidak jauh beda juga terjadi di sejumlah ruas jalan di Jakarta Utara. Beberapa jalan di antaranya Jalan Gunung Sahari, Jalan RE Martadinata, depan Hotel Alexis, Ancol, hingga Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan Pluit Raya, jalan Cakung-Cilincing, Jalan Yos Sudarso, Jalan Sunter, hingga Jalan Boulevard di Kelapa Gading.
Di beberapa titik itu, beberapa kendaraan hanya dapat memacu kendaraannya hingga di bawah 10 kilometer per jam. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa harus berhenti. Kondisi macet terparah terjadi di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Akibat tingginya genangan, banyak sepeda motor terpaksa nekat melalui jalan tol lingkar luar dari maupun menuju Terminal Tanjung Priok. Petugas Regional Traffic Management Centre (RTMC) Brigadir Maulana mengatakan, kemacetan yang terjadi sejak Senin (9/2) pagi hingga sore bukan hanya di jalan protokol, melainkan juga di arteri dan jalur-jalur alternatif.
”Kemacetan itu terjadi karena memang saat jam sibuk, dan katanya. Banjir yang menggenangi kawasan Jakarta tampaknya tidak akan segera surut karena ketinggian air Sungai Ciliwung di Bendungan Katulampa, Kelurahan Katulampa, Bogor Timur, Kota Bogor, merangkak naik drastis kemarin. Berdasarkan pantauan, kenaikan signifikan terjadi pukul 12.00 WIB, yang semula hanya 30 cm terus naik 60 cm (di bawah normal), tiba-tiba naik menjadi 80 cm dengan status siaga IV banjir Jakarta.
”Iya hujan masih mengguyur wilayah Bogor mulai pukul 09.00 WIB. Air Sungai Ciliwung yang awalnya 30 cm, kemudian naik 60 dan sekarang di 80 cm atau siaga IV banjir Jakarta,” kata Kepala Pengawas Bendung Katulampa Andi Sudirman, kemarin. Andi mengatakan, volume air Sungai Ciliwung diperkirakan akan terus mengalami peningkatan jika hujan di wilayah Bogor, termasuk Puncak, yang cukup merata tidak kunjung reda.
Karena itu, dia mengimbau kepada warga yang berada di bantaran Sungai Ciliwung untuk tetap waspada jika sewaktu-waktu terjadi peningkatan ketinggian air. ”Kami tetap mengimbau kepada warga yang tinggal di kawasan hilir Sungai Ciliwung, khususnya warga di bantaran kali daerah Depok dan Jakarta untuk waspada, kiriman banjir bisa datang 10-12 jam kemudian,” katanya.
Kepala Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor Dedi Sucahyono mengatakan, intensitas hujan di wilayah Bogor akan terus meningkat sepanjang hari. ”Kami tetap mengimbau untuk mewaspadai potensi hujan dengan intensitas sedang yang disertai angin kencang terutama di wilayah Bogor Bagian barat dan Utara,” jelasnya.
Penyebab Banjir
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencurigai ada oknum yang sengaja menyabotase hingga membuat genangan di dua tempat terpenting di Jakarta tersebut. Ahok bercerita, dugaan itu muncul ketika dirinya terbangun pukul 02.00 WIB. Menurutnya, kala itu dia melihat closed camera television (CCTV) di Masjid Istiqlal tidak berfungsi. ”Tadi saya kebangun pukul 02.00. Karena hujan, saya langsung cek CCTV, ternyata CCTV Istiqlal mati. Saya curiga kerendam nih, pasti Istana kerendam . Saya nggak tahu sabotase atau sengaja, saya nggak berani menduga,” kata Ahok di Balai Kota DKI.
Ahok berasumsi, bila dipikirkan secara logika, seharusnya Istana dan Balai Kota tidak terendam banjir, mengingat semua saluran di kawasan Pluit sudah baik dan lancar. Selain itu, Pintu Air Manggarai dan pintu air di Istiqlal dibuka terus agar air dapat mengalir dengan baik. ”Tapi saya suudzon . Kamu hitung saja logika sekarang, Pluit semua saluran begitu baik, Pintu Air Manggarai begitu rendah kita buka terus, Istiqlal kita buka. Mana mungkin banjir,” ujarnya.
Mantan bupati Belitung Timur ini semakin bertambah curiga ketika melihat CCTV Istiqlal mati. Seharusnya CCTV tidak akan mati. Mengingat posisi air bila tinggi di Istiqlal maka pompa air akan mengalirkan ke Pintu Air Pasar Ikan.”Makanya saya begitu lihat CCTV Istiqlal connection lost , saya sudah curiga. Ada apa tiba-tiba. Istiqlal itu harus selalu rendah posisinya. Kalau dia airnya mulai tinggi buangnya ke sini, ke Tangki, ke Gajah Mada-Hayam Wuruk. Gajah Mada-Hayam Wuruk begitu rendah airnya, Pasar Ikan begitu baik pompanya kenapa nggak mau ke situ,” ungkapnya.
Ahok lantas membantah bila banjir disebabkan karena drainase yang tidak cukup. Menurut dia, banjir hari ini lantaran kapasitas pompa yang dimiliki DKI tidak cukup menampung debit air. ”Drainase juga termasuk itu kita mau bongkar itu yang kecilkecil. Pompa kapasitas nggak cukup, terus kemarin pompanya ngambek ibaratnya sudah mampat,” ujarnya. Pandangan berbeda disampaikan Kepala Dinas Tata Air DKI Agus Priyono Jendro.
Menurut dia, banjir yang melanda Istana Presiden, Balai Kota, dan Gedung DPRD di Jalan Kebon Sirih lantaran hujan terlalu deras sehingga saluran air di Jakarta tak mampu menampung air hujan. ”Intensitas hujan memang tinggi sehingga terjadi antrean air,” ujarnya. Pakar air dari Universitas Indonesia Firdaus Ali menilai banjir terjadi karena selama 30 tahun saluran air di Jakarta belum pernah diperbaiki.
Padahal, saluran tersebut sudah terjadi kerusakan di sejumlah titik, seperti terjadi patahan. Akibatnya, volume air tidak tertampung maksimal. ”Sehingga wajar kalau pemerintah sekarang menerima warisan (banjir),” kata Firli, sapaan akrabnya, kemarin. Faktor lainnya, limpahan air dari hulu ke hilir juga bertambah. Selain itu, terjadi pula konversi lahan di hulu sehingga air yang melintas di drainase Jakarta bertambah namun kuotanya justru berkurang. Itulah penyebabnya mengapa Ibu Kota masih digenangi air hingga saat ini saat musim hujan tiba.
”Dalam tata kota pun terjadi penurunan muka tanah dan diperburuk dengan tidak adanya perbaikan drainase,” sesalnya. Adapun pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta Pemerintah DKI Jakarta memperbaiki seluruh saluran air baik mikro, meso, maupun makro terlebih dahulu untuk mencegah banjir di Ibu Kota, karena hujan kemarin telah menimbulkan genangan di berbagai lokasi.
Nirwono Joga mengatakan, saluran air tersebut harus terhubung baik, bebas sampah, limbah, serta ada penataan jaringan pipa dan kabel utilitas sehingga tidak ada lagi pembongkaran trotoar untuk pemasangan kabel tersebut. Bantaran kali juga harus terbebas dari bangunan.
Bantaran tidak ditangguli ole hbeton, tetapi dengan penutup tanah dan pepohonan, kemudian warga yang tinggal di sekitar bantaran direlokasi ke rusunawa. Normalisasi 13 sungai utama dan sub-sungai, 44 waduk serta 14 situ di Jakarta juga perlu dilakukan, sungai tersebut harus diperlebar dan dikeruk lebih dalam.
”Pengerukan sungai utama dari 20-30 meter menjadi 50 meter, sehingga kapasitas dan daya tampung sungai dapat ditingkatkan,” kata dia.
Yan yusuf/Helmi syarif/ Haryudi/Dian ramadhani/ant
Ketinggian air di Bendungan Katulampa Bogor juga terus naik akibat hujan yang mengguyur kawasan Puncak seharian kemarin. Selain merendam kawasan perumahan di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, Pesanggrahan, dan Krukut, banjir juga merendam jalan utama seperti Thamrin dan Merdeka. Istana Presiden dan Balai Kota DKI Jakarta pun tidak luput dari banjir.
Banjir juga membuat lalu lintas kacau balau, dan mengganggu transportasi massal, yakni KA Commuter Line atau KRL dan Transjakarta. KRL yang menjadi transportasi andalan warga Jabodetabek tersebut tidak bisa beroperasi sampai Stasiun Jakarta Kota dan Tanah Abang karena banjir menenggelamkan rel di stasiun tersebut. Hingga tadi malam pukul 22.30 WIB jalur KRL masih terganggu.
Sedangkan empat jalur Transjakarta, yakni koridor II (Pulogadung-Harmoni), koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni), koridor X (Cililitan-Tanjung Priok) dan koridor XII (Pluit-Tanjung Priok), berhenti beroperasi. Beberapa koridor lain juga terganggu, termasuk koridor I (Blok M-Kota). ”Titik genangan sudah melumpuhkan Jakarta. Hampir seluruh wilayah Jakarta terendam,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta kemarin. Jika dibandingkan dengan hujan pada banjir Jakarta 2013 dan 2014 lalu, curah hujan hari ini lebih rendah.
”Buruknya drainase perkotaan dan kurangnya kawasan resapan air menyebabkan pasokan air permukaan melimpah sehingga drainase tidak mampu mengaruskan limpasan permukaan,” imbuh Sutopo. Berdasarkan data BNPB, hujan yang melanda kawasan Jakarta dan Bogor membuat permukaan air di sejumlah sungai di Jakarta naik dan berstatus siaga tiga pada pukul 14.00 WIB. Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah bantaran sungai akan terendam banjir.
Kawasan bantaran sungai yang terendam antara lain bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Kampung Pulo, Gang Arus, dan Pengadegan; di Kali Krukut, yakni Pondok Raya, Pasar Mampang, Pulau Raya, Jati Padang, Cipete Selatan, Pondok Labu, Benhil, dan RS Mintoharjo. Adapun kawasan bantaran Kali Pesanggrahan yang kebanjiran adalah Cirendeu Indah, Sepolwan, Deplu, IKPN, Ulujami, Perdatam, Tanah Kusir, Cipulir, Cidodol, Kedoya, Perum Kelapa Dua, Pos Pengumben.
Tinggi genangan banjir di beberapa jalan bervariasi mulai 10 sentimeter hingga 80 sentimeter. Berdasarkan data dari Pusdalops Badan Pengendalian Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, hingga pukul16.00 WIB kemarin, tercatat ada 93 titik genangan di Jakarta dengan rincian 35 titik di Jakarta Pusat, 28 titik di Jakarta Barat, 17 titik diJ akarta Utara, 8titikdi Jakarta Timur, dan 5 titik di Jakarta Selatan. Selain kawasan permukiman, banjir juga menenggelamkan sejumlah jalan utama.
Dua jalan utama di pusat Jakarta, yakni Jalan Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat, sempat mengalami genangan hingga 50 sentimeter hingga melumpuhkan aktivitas perkantoran di kawasan terebut. Berdasarkan laporan, jalan yang mengalami genangan tertinggi adalah Jalan Batu Ceper Raya dengan ketinggian 80 sentimeter.
Banjir yang menggenangi ruas jalan tak ayal menimbulkan kemacetan parah. di Jakarta Barat, misalnya, kemacetan di antaranya terjadi di Jalur Ringroad Barat, Cengkareng mulai Bandara Soekarno-Hatta menuju pertigaan Daan Mogot, dan sebaliknya; sejumlah wilayah Jalan Daan Mogot mulai depan Terminal Kalideres hingga Grogol, dan sebaliknya; Jalan Tubagus Angke mulai Daan Mogot menuju Jalan Latumenten, dan sebaliknya.
Banjir juga terpantau di Jalan S Parman mulai Slipi hingga Tanjung Duren, dan sebaliknya; Jalan Kyai Tapa dari Daan Mogot menuju Harmoni, dan sebaliknya; dan terakhir, jalan di kawasan wisata Kota Tua. Pemandangan tidak jauh beda juga terjadi di sejumlah ruas jalan di Jakarta Utara. Beberapa jalan di antaranya Jalan Gunung Sahari, Jalan RE Martadinata, depan Hotel Alexis, Ancol, hingga Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan Pluit Raya, jalan Cakung-Cilincing, Jalan Yos Sudarso, Jalan Sunter, hingga Jalan Boulevard di Kelapa Gading.
Di beberapa titik itu, beberapa kendaraan hanya dapat memacu kendaraannya hingga di bawah 10 kilometer per jam. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa harus berhenti. Kondisi macet terparah terjadi di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Akibat tingginya genangan, banyak sepeda motor terpaksa nekat melalui jalan tol lingkar luar dari maupun menuju Terminal Tanjung Priok. Petugas Regional Traffic Management Centre (RTMC) Brigadir Maulana mengatakan, kemacetan yang terjadi sejak Senin (9/2) pagi hingga sore bukan hanya di jalan protokol, melainkan juga di arteri dan jalur-jalur alternatif.
”Kemacetan itu terjadi karena memang saat jam sibuk, dan katanya. Banjir yang menggenangi kawasan Jakarta tampaknya tidak akan segera surut karena ketinggian air Sungai Ciliwung di Bendungan Katulampa, Kelurahan Katulampa, Bogor Timur, Kota Bogor, merangkak naik drastis kemarin. Berdasarkan pantauan, kenaikan signifikan terjadi pukul 12.00 WIB, yang semula hanya 30 cm terus naik 60 cm (di bawah normal), tiba-tiba naik menjadi 80 cm dengan status siaga IV banjir Jakarta.
”Iya hujan masih mengguyur wilayah Bogor mulai pukul 09.00 WIB. Air Sungai Ciliwung yang awalnya 30 cm, kemudian naik 60 dan sekarang di 80 cm atau siaga IV banjir Jakarta,” kata Kepala Pengawas Bendung Katulampa Andi Sudirman, kemarin. Andi mengatakan, volume air Sungai Ciliwung diperkirakan akan terus mengalami peningkatan jika hujan di wilayah Bogor, termasuk Puncak, yang cukup merata tidak kunjung reda.
Karena itu, dia mengimbau kepada warga yang berada di bantaran Sungai Ciliwung untuk tetap waspada jika sewaktu-waktu terjadi peningkatan ketinggian air. ”Kami tetap mengimbau kepada warga yang tinggal di kawasan hilir Sungai Ciliwung, khususnya warga di bantaran kali daerah Depok dan Jakarta untuk waspada, kiriman banjir bisa datang 10-12 jam kemudian,” katanya.
Kepala Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor Dedi Sucahyono mengatakan, intensitas hujan di wilayah Bogor akan terus meningkat sepanjang hari. ”Kami tetap mengimbau untuk mewaspadai potensi hujan dengan intensitas sedang yang disertai angin kencang terutama di wilayah Bogor Bagian barat dan Utara,” jelasnya.
Penyebab Banjir
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencurigai ada oknum yang sengaja menyabotase hingga membuat genangan di dua tempat terpenting di Jakarta tersebut. Ahok bercerita, dugaan itu muncul ketika dirinya terbangun pukul 02.00 WIB. Menurutnya, kala itu dia melihat closed camera television (CCTV) di Masjid Istiqlal tidak berfungsi. ”Tadi saya kebangun pukul 02.00. Karena hujan, saya langsung cek CCTV, ternyata CCTV Istiqlal mati. Saya curiga kerendam nih, pasti Istana kerendam . Saya nggak tahu sabotase atau sengaja, saya nggak berani menduga,” kata Ahok di Balai Kota DKI.
Ahok berasumsi, bila dipikirkan secara logika, seharusnya Istana dan Balai Kota tidak terendam banjir, mengingat semua saluran di kawasan Pluit sudah baik dan lancar. Selain itu, Pintu Air Manggarai dan pintu air di Istiqlal dibuka terus agar air dapat mengalir dengan baik. ”Tapi saya suudzon . Kamu hitung saja logika sekarang, Pluit semua saluran begitu baik, Pintu Air Manggarai begitu rendah kita buka terus, Istiqlal kita buka. Mana mungkin banjir,” ujarnya.
Mantan bupati Belitung Timur ini semakin bertambah curiga ketika melihat CCTV Istiqlal mati. Seharusnya CCTV tidak akan mati. Mengingat posisi air bila tinggi di Istiqlal maka pompa air akan mengalirkan ke Pintu Air Pasar Ikan.”Makanya saya begitu lihat CCTV Istiqlal connection lost , saya sudah curiga. Ada apa tiba-tiba. Istiqlal itu harus selalu rendah posisinya. Kalau dia airnya mulai tinggi buangnya ke sini, ke Tangki, ke Gajah Mada-Hayam Wuruk. Gajah Mada-Hayam Wuruk begitu rendah airnya, Pasar Ikan begitu baik pompanya kenapa nggak mau ke situ,” ungkapnya.
Ahok lantas membantah bila banjir disebabkan karena drainase yang tidak cukup. Menurut dia, banjir hari ini lantaran kapasitas pompa yang dimiliki DKI tidak cukup menampung debit air. ”Drainase juga termasuk itu kita mau bongkar itu yang kecilkecil. Pompa kapasitas nggak cukup, terus kemarin pompanya ngambek ibaratnya sudah mampat,” ujarnya. Pandangan berbeda disampaikan Kepala Dinas Tata Air DKI Agus Priyono Jendro.
Menurut dia, banjir yang melanda Istana Presiden, Balai Kota, dan Gedung DPRD di Jalan Kebon Sirih lantaran hujan terlalu deras sehingga saluran air di Jakarta tak mampu menampung air hujan. ”Intensitas hujan memang tinggi sehingga terjadi antrean air,” ujarnya. Pakar air dari Universitas Indonesia Firdaus Ali menilai banjir terjadi karena selama 30 tahun saluran air di Jakarta belum pernah diperbaiki.
Padahal, saluran tersebut sudah terjadi kerusakan di sejumlah titik, seperti terjadi patahan. Akibatnya, volume air tidak tertampung maksimal. ”Sehingga wajar kalau pemerintah sekarang menerima warisan (banjir),” kata Firli, sapaan akrabnya, kemarin. Faktor lainnya, limpahan air dari hulu ke hilir juga bertambah. Selain itu, terjadi pula konversi lahan di hulu sehingga air yang melintas di drainase Jakarta bertambah namun kuotanya justru berkurang. Itulah penyebabnya mengapa Ibu Kota masih digenangi air hingga saat ini saat musim hujan tiba.
”Dalam tata kota pun terjadi penurunan muka tanah dan diperburuk dengan tidak adanya perbaikan drainase,” sesalnya. Adapun pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta Pemerintah DKI Jakarta memperbaiki seluruh saluran air baik mikro, meso, maupun makro terlebih dahulu untuk mencegah banjir di Ibu Kota, karena hujan kemarin telah menimbulkan genangan di berbagai lokasi.
Nirwono Joga mengatakan, saluran air tersebut harus terhubung baik, bebas sampah, limbah, serta ada penataan jaringan pipa dan kabel utilitas sehingga tidak ada lagi pembongkaran trotoar untuk pemasangan kabel tersebut. Bantaran kali juga harus terbebas dari bangunan.
Bantaran tidak ditangguli ole hbeton, tetapi dengan penutup tanah dan pepohonan, kemudian warga yang tinggal di sekitar bantaran direlokasi ke rusunawa. Normalisasi 13 sungai utama dan sub-sungai, 44 waduk serta 14 situ di Jakarta juga perlu dilakukan, sungai tersebut harus diperlebar dan dikeruk lebih dalam.
”Pengerukan sungai utama dari 20-30 meter menjadi 50 meter, sehingga kapasitas dan daya tampung sungai dapat ditingkatkan,” kata dia.
Yan yusuf/Helmi syarif/ Haryudi/Dian ramadhani/ant
(ars)