Parkir Meter Masih Menggunakan Koin
A
A
A
JAKARTA - Penggunaan kartu elektronik untuk pembayaran parkir meter di Jalan KH Agus Salim (Jalan Sabang), Jakarta Pusat masih belum sepenuhnya berlaku.
Hingga kemarin pembayaran parkir masih bisa menggunakan koin. Padahal setelah uji coba kartu elektronik berakhir Kamis (5/2), penggunaan koin sudah tidak bisa dilakukan. Sejumlah pemilik kendaraan yang ditemui KORAN SINDO mengaku harga kartu elektronik dinilai terlalu mahal sehingga mereka memaksa masih menggunakan koin untuk parkir di Jalan Sabang. Julian, 35, warga asal Kebayoran Lama, Jakarta Selatan mengeluhkan repotnya pembayaran kartu elektronik.
Selain mengaku repot, dia juga mengaku harga awal kartu elektronik tersebut terlalu mahal mengingat dia jarang menggunakan itu. “Kenapa harus bayar pakai kartu kalau koin masih bisa terima? Lagi pula saya jarang gunakan kartu elektronik untuk pembayaran,” kata Julian kemarin. Diamengakumaumembayar parkir dengan kartu elektronik dengan syarat parkir meter juga diberlakukan di sejumlah titik di Ibu Kota.
“Sekarang kan masih jarang, jadi nanti aja belinya,” ucap pengendara sepeda motor ini. Pendapat berbeda diungkapkan Herman, 50, warga asal Tangerang. Dia tidak mempermasalahkan pembayaran parkir menggunakan uang elektronik. Sebelum Pemprov DKI Jakarta memberlakukan sistem ini, dia telah memiliki kartu elektronik.
“Saya biasa menggunakannya untuk pembayaran tol dan secure parking di sejumlah gedung. Jadi tidak masalah kalau di sini parkir menggunakan e-money,” ungkapnya. Namun, Herman hanya belum terbiasanya membayar parkir menggunakan kartu elektronik. Bila dibandingkan dengan secure parking di beberapa gedung parkir di Jalan Sabang, cukup repot.
“Kalau di secure kan kita hanya tempelkan kartu, tapi kalau di sini kita harus pencet beberapa tombol,” ungkap pemilik mobil Toyota Fortuner hitam ini. Slamet, 35, juru parkir Jalan Sabang, mengakui masih banyak masyarakat membayar menggunakan koin. “Rata-rata yang mau bayar pakai koin karena enggak mau repot,” ungkapnya. “Banyak yang bilang harganya juga terlalu mahal Mas.” Hal senada diungkapkan Mia, 21, sales promotion girl kartu uang elektronik.
Dia mengatakan, kurangnya sosialisasi serta belum banyaknya alat seperti ini membuat dia dan sejumlah temannya kesulitan menjual kartu elektronik. “Kebanyakan yang enggak mau pakai kartu itu pengguna motor. Tapi, kalau mobil, banyak yang pakai,” katanya.
KepalaUnitPelaksanaTeknis (UPT) Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sunardi Sinaga mengaku sudah tahu banyak masyarakat yang masih menggunakan koin untuk membayar parkir di Jalan Sabang. Pihaknya berencana memanggil enam bank mitra untuk mengevaluasi hal tersebut. “Besok (hari ini) kami akan panggil mereka untuk diminta pertanggungjawaban. Bagaimanapun sesuai perjanjian, tugas bank untuk sosialisasi uang elektronik itu,” katanya.
Demi meningkatkan pendapatan, UPT Perparkiran juga akan bekerja sama dengan salah satu provider telepon seluler. “Namun, ini masih wacana dan dalam pembahasan. Teknisnya pembayaran parkir bisa menggunakan handphone,” sebutnya.
Yan yusuf
Hingga kemarin pembayaran parkir masih bisa menggunakan koin. Padahal setelah uji coba kartu elektronik berakhir Kamis (5/2), penggunaan koin sudah tidak bisa dilakukan. Sejumlah pemilik kendaraan yang ditemui KORAN SINDO mengaku harga kartu elektronik dinilai terlalu mahal sehingga mereka memaksa masih menggunakan koin untuk parkir di Jalan Sabang. Julian, 35, warga asal Kebayoran Lama, Jakarta Selatan mengeluhkan repotnya pembayaran kartu elektronik.
Selain mengaku repot, dia juga mengaku harga awal kartu elektronik tersebut terlalu mahal mengingat dia jarang menggunakan itu. “Kenapa harus bayar pakai kartu kalau koin masih bisa terima? Lagi pula saya jarang gunakan kartu elektronik untuk pembayaran,” kata Julian kemarin. Diamengakumaumembayar parkir dengan kartu elektronik dengan syarat parkir meter juga diberlakukan di sejumlah titik di Ibu Kota.
“Sekarang kan masih jarang, jadi nanti aja belinya,” ucap pengendara sepeda motor ini. Pendapat berbeda diungkapkan Herman, 50, warga asal Tangerang. Dia tidak mempermasalahkan pembayaran parkir menggunakan uang elektronik. Sebelum Pemprov DKI Jakarta memberlakukan sistem ini, dia telah memiliki kartu elektronik.
“Saya biasa menggunakannya untuk pembayaran tol dan secure parking di sejumlah gedung. Jadi tidak masalah kalau di sini parkir menggunakan e-money,” ungkapnya. Namun, Herman hanya belum terbiasanya membayar parkir menggunakan kartu elektronik. Bila dibandingkan dengan secure parking di beberapa gedung parkir di Jalan Sabang, cukup repot.
“Kalau di secure kan kita hanya tempelkan kartu, tapi kalau di sini kita harus pencet beberapa tombol,” ungkap pemilik mobil Toyota Fortuner hitam ini. Slamet, 35, juru parkir Jalan Sabang, mengakui masih banyak masyarakat membayar menggunakan koin. “Rata-rata yang mau bayar pakai koin karena enggak mau repot,” ungkapnya. “Banyak yang bilang harganya juga terlalu mahal Mas.” Hal senada diungkapkan Mia, 21, sales promotion girl kartu uang elektronik.
Dia mengatakan, kurangnya sosialisasi serta belum banyaknya alat seperti ini membuat dia dan sejumlah temannya kesulitan menjual kartu elektronik. “Kebanyakan yang enggak mau pakai kartu itu pengguna motor. Tapi, kalau mobil, banyak yang pakai,” katanya.
KepalaUnitPelaksanaTeknis (UPT) Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sunardi Sinaga mengaku sudah tahu banyak masyarakat yang masih menggunakan koin untuk membayar parkir di Jalan Sabang. Pihaknya berencana memanggil enam bank mitra untuk mengevaluasi hal tersebut. “Besok (hari ini) kami akan panggil mereka untuk diminta pertanggungjawaban. Bagaimanapun sesuai perjanjian, tugas bank untuk sosialisasi uang elektronik itu,” katanya.
Demi meningkatkan pendapatan, UPT Perparkiran juga akan bekerja sama dengan salah satu provider telepon seluler. “Namun, ini masih wacana dan dalam pembahasan. Teknisnya pembayaran parkir bisa menggunakan handphone,” sebutnya.
Yan yusuf
(ftr)