Mesin TransAsia Mati Sebelum Jatuh ke Sungai
A
A
A
TAIPEI - Dua mesin pesawat TransAsia yang jatuh di Taiwan awal pekan ini ternyata diketahui sudah mati sebelum pesawat ATR 72-600 itu jatuh ke sungai. Kesimpulan penyidik itu diungkap kemarin bersamaan dengan bertambahnya jumlah korban yang mencapai 35 orang.
“Pesawat menunjukkan sinyal mesin mati pada salah satu dari kedua mesinnya pada pukul 10.53.28, kemudian pesawat menanjak pada ketinggian 1.200 kaki dan memunculkan peringatan (bahaya),” kata Direktur Dewan Keselamatan Penerbangan (AVC) Thomas Wang, dikutip AFP . Mesin mati yang pertama itu adalah sebelah kanan. Menurut Wang, mesin lainnya mati secara manual. Pilot mencoba untuk menghidupkan kembali mesin, tetapi tidak membantu. Ini berarti selama momen akhir penerbangan, kedua mesin sudah dalam kondisi mati.
“Kita mendengar mayday pada pukul 10.54.35,” imbuhnya. Wang mengungkapkan, belum jelas kenapa mesin sebelah kiri justru mati secara manual. “Kita belum menentukan pendapat saat ini,” tuturnya. Hasil penyelidikan itu setelah ditemukannya kotak hitam. Selain itu, tim penyelamat juga telah menemukan jenazah pilot yang masih memegang kendali kemudi di kokpit dan kedua kakinya patah.
Pilot Liao Chien Tsung dipuji sebagai pahlawan karena mampu mengendalikan pesawat tidak jatuh di permukiman, tetapi di sungai. Liao dianggap menyelamatkan lebih banyak jiwa. “Dia (pilot) masih memegang joystick pada momen terakhir sebelum pesawat jatuh, dan dia berupaya untuk mengendalikan arah pesawat dan mengurangi korban,” kata salah satu penyidik yang tak disebutkan namanya, dikutip China Times.
TransAsia dengan nomor penerbangan 235 terjatuh beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Songshan, Taipei. Pesawat tersebut mengangkut 53 penumpang dan lima awak kabin. Pesawat menukik tajam ke arah Sungai Keelung. Sayap pesawat sempat menghantam bagian tepi jembatan. Sebanyak 15 orang berhasil selamat, namun 11 lainnya masih dinyatakan hilang. Itu merupakan kecelakaan fatal kedua TransAsia, setelah tragedi sebelumnya pada Juli yang menewaskan 48 orang.
Situs lalu lintas penerbangan Flightradar24 menyatakan pilot melakukan kesalahan. “Data dari kotak hitam menunjukkan pilot mematikan mesin yang salah dan mengakibatkan kehilangan tenaga setelah lepas landas,” demikian keterangan Flightradar24 . Otoritas Penerbangan Taiwan, Administrasi Aeronautika Sipil (CAA), juga mengungkapkan pesawat yang nahas itu pernah memiliki masalah mesin selama dikirim dari produsen ATR dari Kota Toulouse ke Makau, menuju Taiwan.
“Satu dari mesin kehilangan tenaga selama penerbangan dan telah diganti mesin pengganti,” kata Clark Lin kepada Divisi Standar Penerbangan CAA. Di sisi lain, CAA mengungkapkan TransAir Airways gagal memenuhi sepertiga persyaratan yang diminta setelah ter-jadinya kecelakaan sebelumnya Juli silam. “Pada akhir Desember, mereka gagal memenuhi persyaratan penting, terutama pelatihan personel,” kata Lin. Salah satu pelanggaran yang paling kentara adalah pilot TransAsia bekerja selama 32 jam selama satu pekan.
Andika hendra m
“Pesawat menunjukkan sinyal mesin mati pada salah satu dari kedua mesinnya pada pukul 10.53.28, kemudian pesawat menanjak pada ketinggian 1.200 kaki dan memunculkan peringatan (bahaya),” kata Direktur Dewan Keselamatan Penerbangan (AVC) Thomas Wang, dikutip AFP . Mesin mati yang pertama itu adalah sebelah kanan. Menurut Wang, mesin lainnya mati secara manual. Pilot mencoba untuk menghidupkan kembali mesin, tetapi tidak membantu. Ini berarti selama momen akhir penerbangan, kedua mesin sudah dalam kondisi mati.
“Kita mendengar mayday pada pukul 10.54.35,” imbuhnya. Wang mengungkapkan, belum jelas kenapa mesin sebelah kiri justru mati secara manual. “Kita belum menentukan pendapat saat ini,” tuturnya. Hasil penyelidikan itu setelah ditemukannya kotak hitam. Selain itu, tim penyelamat juga telah menemukan jenazah pilot yang masih memegang kendali kemudi di kokpit dan kedua kakinya patah.
Pilot Liao Chien Tsung dipuji sebagai pahlawan karena mampu mengendalikan pesawat tidak jatuh di permukiman, tetapi di sungai. Liao dianggap menyelamatkan lebih banyak jiwa. “Dia (pilot) masih memegang joystick pada momen terakhir sebelum pesawat jatuh, dan dia berupaya untuk mengendalikan arah pesawat dan mengurangi korban,” kata salah satu penyidik yang tak disebutkan namanya, dikutip China Times.
TransAsia dengan nomor penerbangan 235 terjatuh beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Songshan, Taipei. Pesawat tersebut mengangkut 53 penumpang dan lima awak kabin. Pesawat menukik tajam ke arah Sungai Keelung. Sayap pesawat sempat menghantam bagian tepi jembatan. Sebanyak 15 orang berhasil selamat, namun 11 lainnya masih dinyatakan hilang. Itu merupakan kecelakaan fatal kedua TransAsia, setelah tragedi sebelumnya pada Juli yang menewaskan 48 orang.
Situs lalu lintas penerbangan Flightradar24 menyatakan pilot melakukan kesalahan. “Data dari kotak hitam menunjukkan pilot mematikan mesin yang salah dan mengakibatkan kehilangan tenaga setelah lepas landas,” demikian keterangan Flightradar24 . Otoritas Penerbangan Taiwan, Administrasi Aeronautika Sipil (CAA), juga mengungkapkan pesawat yang nahas itu pernah memiliki masalah mesin selama dikirim dari produsen ATR dari Kota Toulouse ke Makau, menuju Taiwan.
“Satu dari mesin kehilangan tenaga selama penerbangan dan telah diganti mesin pengganti,” kata Clark Lin kepada Divisi Standar Penerbangan CAA. Di sisi lain, CAA mengungkapkan TransAir Airways gagal memenuhi sepertiga persyaratan yang diminta setelah ter-jadinya kecelakaan sebelumnya Juli silam. “Pada akhir Desember, mereka gagal memenuhi persyaratan penting, terutama pelatihan personel,” kata Lin. Salah satu pelanggaran yang paling kentara adalah pilot TransAsia bekerja selama 32 jam selama satu pekan.
Andika hendra m
(bbg)