Suka Duka Film Perdana

Sabtu, 07 Februari 2015 - 12:18 WIB
Suka Duka Film Perdana
Suka Duka Film Perdana
A A A
Tidak ada yang meragukan kemampuan akting Lukman Sardi. Tapi, bagaimana jika ia duduk di bangku sutradara? Film Di Balik 98ini adalah buktinya. Lukman berhasil mewujudkan keinginannya untuk menyutradarai film panjang sebagai caranya mengeksplorasi diri setelah sekian lama bergelut sebagai aktor yang bermain dalam banyak film.

Film produksi MNC pictures ini didukung oleh pemain-pemain yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dalam perfilman Indonesia. Mereka adalah Chelsea Islan, Boy William, Alya Rohali, Donny Alamsyah, dan Fauzi Baadila. Antusiasme penonton turut melengkapi kehadiran film yang diluncurkan pada tanggal 15 Februari lalu ini. Lalu mengapa Lukman Sardi memilih untuk mengangkat film berlatar belakang peristiwa 98?

Menurut Lukman, peristiwa 98 merupakan momen penting bagi pergerakan negara Indonesia. Hal ini sangat bersejarah karena pada akhirnya mengubah tatanan politik dan pemerintahan yang ada di Indonesia, tapi prosesnya tentu tidak semudah membalikkan tangan. “Banyak hal yang terjadi, korban, harapan berantakan, hal ini belum ada yang mengangkatnya dalam sebuah film, padahal peristiwa sangat penting,” ungkapnya.

Aktor kelahiran 14 Juli 1971 ini juga menilai bahwa film berlatar belakang peristiwa 98 memang dirasa masih sensitif. Terutama karena banyak kasus yang belum terungkap, dan mungkin beberapa alasan lain. Dugaan tersebut lah yang membuat Lukman Sardi akhirnya menerima tawaran teman yang sekaligus produser film Di Balik 98, Affandi untuk menyutradari film ini.

Produksi Film

Film Di Balik 98merupakan film panjang yang sangat menginspirasi dan dibuat dengan perjalanan panjang serta usaha yang luar biasa. Film yang dibuat dengan dana yang fantastis ini tidak terlepas dari tangantangan dingin tim yang terlibat dalam produksi film. Sutradara Lukman Sardi harus menyatukan bermacam-macam pikiran untuk tetap satu visi dan misi hingga proses pembuatan film selesai.

Meskipun banyak tangan-tangan dingin yang terlibat, Lukman Sardi sempat merasakan kesulitan saat pembuatan film. Karena ia harus memikirkan bagaimana mengembalikan suasana tahun 98 di Jakarta yang cenderung memiliki tata kota yang kurang terkonsep dan cepat berubah. “Kita tidak bisa menghindari titik-titik tersulit dari pembuatan film ini, pasti ada keterbatasan, meskipun kita sudah berusaha untuk mendapatkan hal yang maksimal,” ungkapnya.

Selain itu, tantangan lain yang dihadapi oleh Lukman dan tim adalah mengenai perizinan penggunaan panser milik negara dan penggunaan kantor DPR sebagai latar terjadinya aksi damai mahasiswa pada saat peristiwa 98. “Ternyata DPR sangat terbuka dengan proses pembuatan film ini, selain itu juga DPR sedang dalam masa reses sehingga kantor DPR relatif sepi,” jelasnya.

Proses syuting film ini berjalan selama 1,5 bulan dan untuk produksi menghabiskan waktu sekitar 6 bulan. “Pemain dipilih dengan casting, meskipun sudah ada perkiraan siapa yang akan ikut berperan dalam film ini. Bahkan Chelsea Islan pun harus casting sekitar 4 kali, tidak cukup sekali,” ungkap Lukman. Selain itu, dalam pembuatan film ini, ia memilih pemain-pemain yang berkomitmen tinggi dan tidak setengah-setengah.

Dalam proses pembuatan film, banyak referensi film yang digunakan mulai dari wawancara kepada masyarakat, mempelajari dokumentasi, membaca buku yang relevan, serta didukung oleh pengecekan validasi data oleh tim data. Ternyata setting tempat yang digunakan dalam pengambilan gambar film Di Balik 98 initidak seluruhnya diambil di lokasi asli terjadinya peristiwa 98 melainkan di lokasi lain yang mampu merepresentasikan setting tempat asli. Hal ini dikarenakan kondisi lokasi asli yang sudah berubah banyak.

Dunia Sutradara

“Hal istimewa dari film ini adalah karena ini film pertama saya, rasanya seperti bayi pertama saya,” ungkap Lukman Sardi. “Jadi sutradara harus memiliki leadership tinggi,” tambahnya. Sutradara harus bertanggung jawab terhadap semua proses, berbeda ketika hanya menjadi seorang aktor dalam film. “Dulu saya tidak pernah memikirkan ketika terjadi hujan saat syuting, namun ketika menjadi sutradara saya harus berpikir secara cepat dan tepat apa yang harus dilakukan sebagai alternatif ketika hal tidak diinginkan terjadi.

Semua karena kita memiliki target waktu dan biaya supaya bujet tidak membengkak,” ungkapnya. Ia juga menceritakan bahwa sebagai sutradara meskipun telah selesai bekerja dan sampai rumah, harus tetap memikirkan untuk kelanjutan proses syuting esok hari. “Jangan sampai saat waktu syuting tiba, saya masih bingung mengenai perencanaan konsep pengambilan gambar. Saya harus berpikir matang,” imbuhnya. Menurutnya, baik menjadi sutradara ataupun aktor tetaplah sama asyiknya. Ia juga berharap dapat membuat film berikutnya.

KHUSWATUN HASANAH
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6527 seconds (0.1#10.140)