Semua Pihak Harus Tahan Diri
A
A
A
JAKARTA - Kemelut antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri yang tak kunjung terselesaikan menjadi bola panas yang terus menggelinding liar.
Berbagai rumor serta spekulasi bermunculan dan akhirnya memancing keresahan masyarakat. Di berbagai daerah, aksi protes bermunculan mendesak agar ada sikap tegas pemerintah untuk mengakhiri perseteruan dua lembaga itu. Merespons situasi itu Menteri Sekretaris Negara Pratikno meminta agar semua pihak menahan diri. Penanganan permasalahan ini telah berjalan sesuai dengan koridor dan Presiden Joko Widodo juga segera mengambil keputusan secepatnya.
“Pesan Presiden semuanya agar coolingdown, jangan ada yang menimbulkan spekulasi di masyarakat,” kata Pratikno saat menggelar jumpa pers bersama Wakapolri Komjen Pol Badrodin HaitidanSeskabAndiWidjajanto di Sekretariat Kabinet Jakarta kemarin. Pratikno mengungkapkan, Presiden Jokowi yang kemarin berada di Kuala Lumpur dalam rangka kunjungan kerja terus memantau keadaan di dalam negeri.
Termasuk isu penggeledahan Gedung KPK oleh polisi. Pratikno menegaskan dirinya telah berkomunikasi dengan Presiden sekitar pukul 15.30 WIB kemarin. “Kami sudah berkoordinasi dengan Wakapolri mengenai hal ini. Beliau menegaskan bahwa keberadaan polisi di depan Gedung KPK adalah untuk melerai dua kelompok massa yang punya potensi bersitegang, tidak ada upaya penggeledahan atau apapun,” tegas Pratikno.
Untuk diketahui, konflik KPK-Polri memancing aksi unjuk rasa berbagai elemen masyarakat. Kemarin siang, dua kelompok massa menggelar aksi demo di depan Gedung KPK. Satu kelompok mendukung KPK, kelompok lain menyerukan dukungan terhadap Polri. Situasi pun memanas. Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti menegaskan, pengerahan aparat kepolisian di Gedung KPK untuk mengamankan unjuk rasa serta mencegah agar kedua kelompok tidak bentrok atau menutup jalan.
“Tolong ini dicatat. Kita sudah sampaikan kebijakan Bapak Presiden selama beliau pergi kita sudah ikuti semua. Itu yang perlu saya sampaikan,” kata Badrodin. Presiden Jokowi sebelumnya menjanjikan untuk menuntaskan konflik KPK-Polri selepas kunjungannya ke tiga negara, yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina, yang berakhir Senin, 9 Februari 2015.
Jokowi berulang kali menegaskan bahwa keputusan akhir mengenai perseturan dua lembaga penegak hukum itu akan mempertimbangkan hasil sidang praperadilan yang diajukan calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. KPK menegaskan akan menghadiri sidang praperadilan itu setelah sebelumnya absen.
“Ya, kami akan hadir,” ucap Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Girsang. Pengacara Budi Gunawan, Maqdir Ismail, menegaskan penjelasan Pasal 80 KUHAP patut dicermati, yakni kegiatan praperadilan dilakukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Sikap Tegas
Sejumlah kalangan meminta agar perseteruan KPK Polri segera diselesaikan demi menjaga kehormatan dua lembaga itu. Terpenting, penyelesaian yang cepat juga tidak menguras energi bangsa yang justru bisa berimbas buruk. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menekankan, baik KPK maupun Polri harus diselamatkan.
Presiden Jokowi, kata dia, sebenarnya sekarang ini sudah harus mengambil tindakan dengan menggunakan kewenangannya untuk menuntaskan kisruh tersebut. Kalau Jokowi masih diam dan abai, problem akan makin besar. “Makin lama masalahnya makin berakumulasi dan kian sulit,” ucap Mahfud seusai bertemu dengan pimpinan KPK di gedung KPK Jakarta kemarin.
Peneliti Indonesian Institute for Developmentand Democracy (Inded) Arif Susanto menuturkan, perselisihan KPK-Polri dapat menjadi momentum bagi Jokowi membenahi institusi penegak hukum di Tanah Air. Campur tangan Presiden tidak akan dianggap sebagai bentuk intervensi, tetapi justru sebagai solusi.
“Kalau hukum bobrok, Presiden punya hak untuk menegakkan hukum. Kalau kriminalisasi dilakukan sewenang- wenang lalu Presiden bersikap netral, dia bisa dikatakan bagian dari kejahatan tersebut,” ujar Arif. Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow menilai sikap yang ditunjukkan Presiden dalam menyelesaikan kisruh KPK dan Polri sangat lamban.
Akibatnya ada semacam pembiaran konflik yang kemudian digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengambil keuntungan di dalamnya. “Imbasnya partai politik juga ikut main kelembagaannya, DPR juga, Kompolnas dan Komnas HAM sama, di mana saya melihat masing-masing lembaga mengedepankan ego sendiri,” katanya.
Sabir laluhu/Dian ramdhani/Rarasati syarief/Ant
Berbagai rumor serta spekulasi bermunculan dan akhirnya memancing keresahan masyarakat. Di berbagai daerah, aksi protes bermunculan mendesak agar ada sikap tegas pemerintah untuk mengakhiri perseteruan dua lembaga itu. Merespons situasi itu Menteri Sekretaris Negara Pratikno meminta agar semua pihak menahan diri. Penanganan permasalahan ini telah berjalan sesuai dengan koridor dan Presiden Joko Widodo juga segera mengambil keputusan secepatnya.
“Pesan Presiden semuanya agar coolingdown, jangan ada yang menimbulkan spekulasi di masyarakat,” kata Pratikno saat menggelar jumpa pers bersama Wakapolri Komjen Pol Badrodin HaitidanSeskabAndiWidjajanto di Sekretariat Kabinet Jakarta kemarin. Pratikno mengungkapkan, Presiden Jokowi yang kemarin berada di Kuala Lumpur dalam rangka kunjungan kerja terus memantau keadaan di dalam negeri.
Termasuk isu penggeledahan Gedung KPK oleh polisi. Pratikno menegaskan dirinya telah berkomunikasi dengan Presiden sekitar pukul 15.30 WIB kemarin. “Kami sudah berkoordinasi dengan Wakapolri mengenai hal ini. Beliau menegaskan bahwa keberadaan polisi di depan Gedung KPK adalah untuk melerai dua kelompok massa yang punya potensi bersitegang, tidak ada upaya penggeledahan atau apapun,” tegas Pratikno.
Untuk diketahui, konflik KPK-Polri memancing aksi unjuk rasa berbagai elemen masyarakat. Kemarin siang, dua kelompok massa menggelar aksi demo di depan Gedung KPK. Satu kelompok mendukung KPK, kelompok lain menyerukan dukungan terhadap Polri. Situasi pun memanas. Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti menegaskan, pengerahan aparat kepolisian di Gedung KPK untuk mengamankan unjuk rasa serta mencegah agar kedua kelompok tidak bentrok atau menutup jalan.
“Tolong ini dicatat. Kita sudah sampaikan kebijakan Bapak Presiden selama beliau pergi kita sudah ikuti semua. Itu yang perlu saya sampaikan,” kata Badrodin. Presiden Jokowi sebelumnya menjanjikan untuk menuntaskan konflik KPK-Polri selepas kunjungannya ke tiga negara, yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina, yang berakhir Senin, 9 Februari 2015.
Jokowi berulang kali menegaskan bahwa keputusan akhir mengenai perseturan dua lembaga penegak hukum itu akan mempertimbangkan hasil sidang praperadilan yang diajukan calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. KPK menegaskan akan menghadiri sidang praperadilan itu setelah sebelumnya absen.
“Ya, kami akan hadir,” ucap Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Girsang. Pengacara Budi Gunawan, Maqdir Ismail, menegaskan penjelasan Pasal 80 KUHAP patut dicermati, yakni kegiatan praperadilan dilakukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Sikap Tegas
Sejumlah kalangan meminta agar perseteruan KPK Polri segera diselesaikan demi menjaga kehormatan dua lembaga itu. Terpenting, penyelesaian yang cepat juga tidak menguras energi bangsa yang justru bisa berimbas buruk. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menekankan, baik KPK maupun Polri harus diselamatkan.
Presiden Jokowi, kata dia, sebenarnya sekarang ini sudah harus mengambil tindakan dengan menggunakan kewenangannya untuk menuntaskan kisruh tersebut. Kalau Jokowi masih diam dan abai, problem akan makin besar. “Makin lama masalahnya makin berakumulasi dan kian sulit,” ucap Mahfud seusai bertemu dengan pimpinan KPK di gedung KPK Jakarta kemarin.
Peneliti Indonesian Institute for Developmentand Democracy (Inded) Arif Susanto menuturkan, perselisihan KPK-Polri dapat menjadi momentum bagi Jokowi membenahi institusi penegak hukum di Tanah Air. Campur tangan Presiden tidak akan dianggap sebagai bentuk intervensi, tetapi justru sebagai solusi.
“Kalau hukum bobrok, Presiden punya hak untuk menegakkan hukum. Kalau kriminalisasi dilakukan sewenang- wenang lalu Presiden bersikap netral, dia bisa dikatakan bagian dari kejahatan tersebut,” ujar Arif. Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow menilai sikap yang ditunjukkan Presiden dalam menyelesaikan kisruh KPK dan Polri sangat lamban.
Akibatnya ada semacam pembiaran konflik yang kemudian digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengambil keuntungan di dalamnya. “Imbasnya partai politik juga ikut main kelembagaannya, DPR juga, Kompolnas dan Komnas HAM sama, di mana saya melihat masing-masing lembaga mengedepankan ego sendiri,” katanya.
Sabir laluhu/Dian ramdhani/Rarasati syarief/Ant
(bbg)