Tolak Proton Jadi Mobnas

Sabtu, 07 Februari 2015 - 11:32 WIB
Tolak Proton Jadi Mobnas
Tolak Proton Jadi Mobnas
A A A
KUALA LUMPUR - Proton Holdings Bhd dan PT Adiperkasa Citra Lestari (PT ACL) melakukan memorandum of understanding (MoU) untuk membantu mengembangkan mobil nasional (mobnas) Indonesia.

Kebijakan tersebut layak ditolak karena terkesan konyol dan memalukan masyarakat Indonesia. Dilansir dari New Strait Times, nota kesepahaman itu ditandatangani CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah dan CEO PT Adiperkasa Citra Lestari (PT ACL) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono di Kompleks Industri Automotif Malaysia, Shah Alam.

Penandatanganan ini disaksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Chairman Proton Mahathir Mohamad, dan sejumlah pejabat. Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zahrain Mohamed Hashim dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Herman Prayitno juga menyaksikan penandatanganan itu. Pengamat automotif Munawar Chalil menilai, kerja sama dengan Proton dalam membuat mobil nasional Indonesia adalah langkah konyol dan memalukan.

Alasannya, Indonesia memiliki sumber daya jauh lebih baik dibandingkan Malaysia. “Mahasiswa ITS dan ITB sudah mampu membuat mobil listrik. Langkah pemerintah itu sungguh memalukan,” kata Munawar Chalil kepada KORAN SINDO tadi malam. Dia mengatakan, dari sisi teknologi mobil, Indonesia jauh lebih maju dibandingkan Malaysia.

“Jika alasannya transfer teknologi, Proton hanya beli lisensi dari Mitsubishi. Kenapa tidak langsung bekerja sama dengan Mitsubishi atau merek lain, seperti Suzuki, Honda, dan Toyota,” kata Chalil. Industri automotif Indonesia, kata dia, sudah ada sejak 1927 dengan General Motors mengembangkan mobil di Tanah Air dan membangun pabrik di Tanjung Priok Jakarta Utara.

“Di Indonesia, Industri automotif dan industri pendukung maju pesat. Kenapa tidak dikembangkan dan menggandeng mitra strategis yang sudah ada. Kebijakan konyol pemerintah soal mobnas harus ditolak,” katanya. Hal perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah mendukung dan mengembangkan industri dalam negeri. “UKM saja sudah bisa bikin karoseri mobil. Untuk apa kerja sama dengan Malaysia,” kata Chalil.

Apalagi, kata dia, jika nanti pengembangan mobnas tersebut menggunakan dana dari APBN. Tentu apabila proyek tersebut gagal, justru akan membebani keuangan negara. “Ini (proyek mobnas) juga kontradiktif dengan janji-janji kampanye Jokowi. Dulu kan dia menggebu-gebu soal MRT (Mass Rapid Transit) dan pembatasan mobil. Kok, sekarang malah sibuk ngurusin mobnas. Apa urgensinya punya mobnas sekarang? Lha wong Jakarta dan kota-kota besar lainnya malah sudah macet total kok,” ucapnya.

Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq berpendapat, kalau Indonesia mau mengembangkan industri mobil dengan menggandeng negara lain, hal itu terlambat. Karena pengembangan industri mobil sudah ada sejak zaman Orde Baru. “Industri mobil Timor dimulai tapi sudah banyakyangjegal,” kataMahfudz tadi malam.

Dia menilai, Indonesia aneh karena menggandeng Proton sebagai perusahaan dari Malaysia. Dari aspek teknologi, Proton mendompleng teknologi dari Mitsubishi asal Jepang. “Proton itu ikutan (teknologi) Mitsubishi, kenapa tidak menggandeng perusahaan dari Jepang, Eropa, atau Amerika,” katanya.

Hal lain lebih penting akibat kerja sama ini dari aspek politik, Malaysia akan selalu menganggap minor Indonesia karena mengikuti teknologi negaranya. Pasalnya, selama ini Malaysia selalu memandang minor Indonesia. “Kalau Indonesia mau mengembangkan industri mobil, Komisi I menyarankan menggandeng penggagas teknologi utamanya,” kata Mahfudz.

Senada dikatakan anggota Komisi I DPR, Meutia Hafidz, kerja sama dengan Proton untuk membangun industri mobil nasional Indonesia kurang strategis. Menurut dia, akan lebih baik mengembangkan industri dalam negeri. “Selain itu kita juga sedang mencari cara mengurangi mobil,” ujarnya. Menurut Meutia, sebenarnya ada kerja sama lain yang lebih potensial dilakukan daripada kerja sama dengan Proton terkait pengembangan mobil nasional.

Apalagi ada permasalahan lebih penting untuk dibahas dengan Malaysia, yakni soal perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). “Itu (masalah TKI) lebih urgent. Bisa juga kerja sama di bidang pendidikan atau kebudayaan,” ungkapnya. Lebih jauh dia menilai, sebenarnya kunjungan Presiden Jokowi ke negara tetangga itu dikatakan terlambat. Pasalnya, sebagaimana tradisi sebelumnya, setelah dilantik presiden biasa langsung berkunjungan ke negara tetangga di kawasan ASEAN.

“Namun itu kita apresiasi karena presiden akhirnya punya waktu melakukan kunjungan negara tetangga,” ungkapnya. Anggota Komisi I DPR, Agun Gunanjar Sudarsa mengungkapkan, rencana kerja sama dengan Proton tersebut perlu dilakukan kajian terlebih dahulu. Menurut dia, setiap kerja sama harus ada hitungan untung ruginya. “Kerja sama yang dibangun harus banyak yang positif untuk Indonesia,” katanya.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan, solusi dari transportasi Indonesia adalah mendorong kebijakan angkutan umum, bukan kebijakan automotif. “Saat Pak Jokowi menjadi gubernur (DKI Jakarta), dia tahu betul bahwa solusi transportasi kita angkutan umum bukan mobil pribadi.

Sebenarnya kalau mau didorong, kita ingin mengusulkan teknologi bisa yang baik dan murah. Itulah yang harus dicari,” ujarnya menanggapi rencana kerja sama dengan Proton untuk membangun industri mobil nasional tersebut. Dia menambahkan, persoalannya adalah masalah penggunaan mobil yang tidak sesuai kebutuhan. “Sekarang yang terjadi kendala adalah kebijakan automotifnya didorong tapi kebijakan angkutan umumnya tidak ada sama sekali,” ungkapnya.

Diklaim Menguntungkan

Chairman Proton Mahathir Mohamad mengungkapkan, penandatanganan kerja sama ini merupakan tahap awal kesuksesan. “Proyek ini tidak hanya menguntungkan Indonesia, namun juga regional ASEAN pada umumnya,” kata mantan perdana menteri Malaysia ini. Sesuai MoU, studi feasibility selama enam bulan akan dilakukan untuk menilai berbagai bidang khusus kerja sama antara kedua perusahaan, termasuk potensi pengembangan dan manufaktur mobil di Indonesia.

Proton dan PT ACL juga menandatangani kesepakatan joint venture (JV) untuk proyek itu. Mahathir menjelaskan, kerja sama itu merupakan hasil diskusi antara PM Malaysia Najib Razak dan Presiden Jokowi. “Kami telah bekerja sama dalam kesepakatan joint venture. Saya tidak dapat mengantisipasi apa yang akan diperlukan. Tapi tentu, Malaysia tidak akan kehilangan uang. Kami juga ingin mendapatkan sesuatu dari ini,” ujarnya setelah acara penandatanganan MoU kemarin dikutip kantor berita Bernama.

Selain menyaksikan MoU antara CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah dan CEO PT Adiperkasa AM Hendropriyono, Jokowi juga mengunjungi pabrik Proton selama satu jam. Mantan Wali Kota Solo itu juga mencoba mobil Proton Iriz yang dikemudikan Mahathir. “Saya bicara dengan Presiden Widodo (Jokowi) dan dia tampak senang dengan apa yang dia lihat dan rasakan,” ungkap Mahathir.

Dia menambahkan, studi akan melihat kontribusi Malaysia dan Indonesia serta memaksimalkan manfaat bagi kedua negara. “Kami telah melihat bahwa mobil-mobil Malaysia dapat dimodifikasi atau dapat disesuaikan dengan pasar Indonesia,” tuturnya. “Awalnya, kita mungkin mengekspor mobil buatan Malaysia. Secara bertahap, kami akan merakit mobil di Indonesia dan kemudian menuju produksi suku cadang di negara itu sehingga akan menjadi mobil Indonesia sesungguhnya,” kata Mahathir.

Dia menjelaskan, Proton dimulai hanya dengan 18% konten lokal dan sekarang perusahaan itu terlibat dalam manufaktur, desain, dan produksi prototipe sesuai dengan standar automotif internasional yang ketat. Dia melihat joint venture mungkin akan menjadi platform untuk mobil ASEAN.

“Tapi untuk ini, kita perlu konsen pada semua negara ASEAN serta membuka untuk investasi oleh mereka untuk kepemilikan mobil,” ungkapnya. Saat ditanya apakah perusahaan patungan itu dapat berkompetisi dengan raksasa automotif lainnya, Mahathir menjelaskan, tidak akan aneh bagi Malaysia dan Indonesia untuk mempertimbangkan melindung industri yang masih kecil ini terwujud.

“Saat kamu masih bayi, Anda perlu seseorang yang memegang tanganmu,” katanya. Adapun Abdul Harith mengatakan, kolaborasi akan bagus bagi kedua negara, khususnya dalam bekerja sama mengembangkan produk untuk pasar lebih besar. “Proton juga memiliki fasilitas, kemampuan, dan teknologi, ini satu-satunya perusahaan di kawasan ASEAN dengan fasilitas research & development di dalam negeri,” katanya.

Pada saat bersamaan tidak ada negara di kawasan ASEAN selain Malaysia yang memiliki proyek mobil nasional sendiri kecuali hanya menyediakan jasa manufaktur dan perakitan. Bagi PT ACL, Hendropriyono mengatakan, MoU itu merupakan perkembangan besar bagi industri automotif Indonesia. “Jika kolaborasi itu terwujud, tidak hanya akan mendorong industri, tapi juga menawarkan peluang kerja lebih luas bagi orang-orang,” tutur mantan kepala BIN yang merupakan orang dekat Jokowi itu.

Anton c/Syarifudin/Dita angga/Kiswondari/Oktiani endarwati
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0683 seconds (0.1#10.140)