Putusan Bebas Satinah Tunggu Arab Saudi

Jum'at, 06 Februari 2015 - 10:49 WIB
Putusan Bebas Satinah...
Putusan Bebas Satinah Tunggu Arab Saudi
A A A
JAKARTA - Satinah binti Jumaidi Ahmad, pekerja migran Indonesia (PMI) yang terancam dihukum mati di Arab Saudi, berpeluang bebas. Keluarga korban bersedia memaafkan perempuan asal Ungaran, Jawa Tengah itu.

Kesempatan Satinah untuk bisa menghirup udara bebas pun tinggal menunggu waktu. Wakil Duta Besar (Dubes) RI di Riyadh, Arab Saudi, Sunarko, mengatakan, hasil pendekatan terhadap Kerajaan Arab Saudi dapat terlihat dalam seminggu atau dua minggu ke depan. “Mudah-mudahan proses pengampunan Satinah dapat segera keluar dalam waktu dekat. Kita akan pantau terus,” ucap Sunarko kepada wartawan di Jakarta kemarin.

Satinah divonis hukuman mati pada 2010 atas dakwaan membunuh majikan perempuannya. Proses hukum Satinah tertunda sampai 2014 karena menunggu ahli waris korban sampai usia balig. Belakangan ketika ahli waris korban sudah berusia akil balig, ternyata mereka memaafkan Satinah. Namun, mereka belum menentukan ada atau tidak pembayaran diyat (uang ganti rugi).

“Pemerintah sudah berupaya optimal untuk membebaskan Satinah dari hukuman mati sejak tahun lalu. Kami juga sudah melakukan berbagai pendekatan. Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat langsung kepada Raja Arab Saudi Salman Abdul Aziz,” tutur Sunarko. Semula Satinah akan dieksekusi pada April 2014. Perwakilan Indonesia terus berupaya melindungi warga negara Indonesia (WNI) yang tersandung kasus kriminal berat di luar negeri.

Di Riyadh dalam sebulan lalu satu WNI terlepas dari hukuman pancung. Menurut Sunarko, saat ini ada 15 WNI yang terancam hukuman mati karena terlibat kasus pembunuhan, sihir, dan zina. Kasus yang ditangani Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Arab Saudi terbilang banyak. Pada periode 2014-2015, WNI yang terlibat kasus berat mencapai 32 orang di Jeddah. “Mereka terlibat pembunuhan, baik terhadap warga Arab Saudi ataupun WNI, zina muhsan, dan narkotika,” tutur Dharmakirty Syailendra, konsul jenderal RI di Jeddah.

Dari semua kasus itu, 11 WNI dinyatakan bebas dari hukuman mati, sedangkan enam orang lain masih menjalani proses administrasi dan dua sudah pulang. Sisanya masih menjalani sisa hukuman. Sebanyak 11 terdakwa di antaranya tersangkut kasus pembunuhan. Namun, ada yang sudah dimaafkan ahli waris tanpa pembayaran diyat . Sedikitnya 14 WNI masih terancam hukuman mati.

Dari jumlah itu, 13 di antaranya tersandung kasus pembunuhan dan satu kasus zina muhsan atau zina yang dilakukan orang yang sudah pernah berkeluarga. Pelaku pembunuhan dihukum mati dengan cara dipancung, sementara pelaku zina muhsan dirazam menggunakan batu sampai meninggal. Namun, dari keseluruhan WNI yang mengalami masalah serius di Jeddah, hanya dua WNI yang hampir tidak memiliki peluang untuk terlepas dari hukuman mati.

“Sebanyak 11 orang masih menjalani proses hukum, dua orang sangat tipis mendapatkan pengampunan, satu menunggu anaknya balig , dan satu menunggu sidang ulang dari awal,” papar Dharmakirty. Dua WNI itu ialah Siti Zaenab binti Duhrirupa dan Karni. Siti membunuh majikannya pada 1999. Saat itu PMI asal Madura berusia sekitar 47 tahun tersebut menunggu ahli waris sampai balig .

Sayang, ahli waris tidak memaafkan Siti. Sementara itu, Karni, 38, asal Brebes, Jawa Tengah, juga tidak dimaafkan orang tua korban setelah membunuh anak empat tahun pada 2012. Kedua pelaku sudah masuk tahap menunggu eksekusi. Persetujuan eksekusi dari kerajaan juga sudah turun. “Segala upaya sudah kami lakukan, mulai dari pendampingan hukum, penerjemah, dan lawyer (pengacara). Khusus untuk Siti, tim KJRI terus meminta pemaafan dari keluarga. Presiden juga mengirim surat kepada Raja Arab Saudi,” kata Dharmakirty.

Penerapan hukuman mati di Arab Saudi sangat tegas. Namun, hukuman mati pancung hanya berlaku bagi pelaku pembunuhan dan narkotika. Semua pelaku narkotika tidak pernah terbebas dari hukuman mati. Menurut Dharmakirty, ada dua hak yang dikeluarkan Kerajaan Arab Saudi yakni hak khusus dan umum.

“Hak khusus merupakan hak keluarga korban yang bisa memutuskan memaafkan pelaku, baik dengan menuntut pembayaran diyat ataupun tidak, sedangkan hak umum merupakan hak pemerintah. Jadi di hak umum, jika pelaku divonis hukuman mati, pelaku bisa mengajukan kepada kerajaan,” tutur Dharmakirty.

Sejak Januari 2015 Arab Saudi telah mengeksekusi mati 19 orang (6 pembunuhan, 13 narkotika), baik asing ataupun lokal. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNIBHI) Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal mengatakan, pemerintah telah membebaskan 234 orang dari ancaman hukuman mati sejak Juli 2011-Desember 2014 di seluruh dunia. Kini WNI yang masih terancam dihukum mati di luar negeri sekitar 228 orang, 60% di antaranya tersandung kasus narkotika.

“Tahun lalu pemerintah sukses membebaskan 46 WNI. Namun, yang terancam akan dihukum mati juga tinggi yakni sekitar 47 orang. Kami berkompetisi terus nih,” tutur Iqbal.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0774 seconds (0.1#10.140)