KPK Minta Presiden Turun Tangan

Jum'at, 06 Februari 2015 - 10:30 WIB
KPK Minta Presiden Turun...
KPK Minta Presiden Turun Tangan
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memutuskan kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan antara lembaga itu dan Polri. Bila dibiarkan berlarut-larut, situasi akan semakin tidak kondusif.

“Kami mengimbau, kalau bisa mengimbau, kepada Bapak Presiden untuk segera melakukan apa yang mesti dan perlu dilakukan untuk mengatasi situasi kondisi saat ini,” ujar Deputi Pencegahan KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, kata Johan, berawal dari permasalahan pribadi orang per orang di tubuh KPK dan Polri yang kemudian berimbas pada eksistensi kedua lembaga itu.

Dia berharap Presiden bisa dengan cepat memutuskan kebijakan untuk meredakan situasi saat ini. “Semakin lama tidak ada keputusan yang signifikan dari Presiden, situasi akan semakin tidak kondusif dan tidak jelas,” kata Johan. Dia mengakui saat ini KPK mengalami penurunan kinerja pemberantasan korupsi lantaran disibukkan dengan masalah yang mendera pimpinan lembaga itu. Johan khawatir, apabila satu per satu pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka, seluruh petinggi lembaga tersebut akan dinonaktifkan sementara.

“Kalau satu per satu dinonaktifkan, maka sebuah fakta bahwa KPK akan lumpuh,” ujarnya. Seperti diberitakan, empat pimpinan KPK saat ini tersangkut kasus hukum. Rabu lalu (4/1), Mabes Polri memastikan telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap tiga pimpinan KPK. Mereka yang kasusnya sudah naik ke tingkat penyidikan adalah Ketua KPK Abraham Samad, bersama dua wakilnya, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.

Meski begitu ketiganya belum dijadikan tersangka. Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto telah ditetapkan sebagai tersangka. Johan menuturkan, peristiwa yang menimpa pimpinan KPK akan berpengaruh terhadap kinerja lembaga ini dalam memberantas korupsi. Hal itu sudah dirasakan oleh sebagian pegawai KPK.

Dia mendapat kabar bahwa sejumlah pegawai KPK mulai mengeluh atas kondisi tersebut dan berniat mengajukan pengunduran diri atau nonaktif dari KPK. “Kalau pilihannya adalah lembaga ini sudah tidak bisa beroperasi karena pimpinannya menjadi tersangka dan dinonaktifkan semuanya, maka pilihannya adalah mengembalikan mandat ini kepada Bapak Presiden,” ungkapnya.

Sementara itu, sejumlah kalangan meminta Presiden Jokowi menerbitkan peraturan presiden (perpres) dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) setelah seluruh pimpinan KPK menjalani proses hukum. Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua menilai, kalau sudah terbit sprindik dan berstatus tersangka, itu berarti keempat pimpinan KPK sudah harus diberhentikan sementara.

Konsekuensinya, Presiden sebagai kepala negara hanya punya dua pilihan. Pertama, kalau yakin penetapan tersangka sarat dengan kepentingan politik, Presiden dapat meminta Mabes Polri untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap mereka.Kedua, kalau yakin bahwa proses itu murni masalah hukum dengan didukung minimal dua alat bukti, Presiden segera menerbitkan keppres pemberhentian sementara semua pimpinan KPK.

“Pada waktu yang sama, Presiden menerbitkan perppu untuk melantik lima orang plt pimpinan KPK agar kegiatan rutin KPK, khususnya bidang penindakan, tetap berjalan seperti biasa,” kata Abdullah kepada KORAN SINDO kemarin. Dia menuturkan, keppres dan perppu itu dibutuhkan karena masa jabatan pimpinan KPK edisi III akan selesai Desember 2015.

Selain dua hal itu, Presiden juga harus segera membentuk dan menerbitkan keppres panitia seleksi (pansel) pemilihan pimpinan baru KPK. Di sisi lain, dia tidak sependapat atas pandangan beberapa kalangan bahwa KPK akan lumpuh bila empat pimpinan sekarang berstatus tersangka. “KPK tidak lumpuh, hanya kinerjanya yang menurun. Sebab, di KPK, pendekatannya bukan figur, tapi pendekatan sistem,” paparnya.

Artinya, semua kegiatan di semua deputi kecuali deputi penindakan akan berjalan seperti biasa. Ini karena program setahun sudah disusun tiap awal tahun dengan penetapan key performance indicator (KPI) setiap unit, bahkan setiap individu pegawai. Yang terkendala, menurut Abdullah, hanya deputi penindakan di mana tidak bisa ada penetapan tersangka baru kalau tidak ada pimpinan minimal tiga orang.

“Tapi, kasus-kasus yang sudah berstatus penyidikan dapat diteruskan penyidik dan JPU di bawah kendali masing-masing direktur dan deputi penindakan,” paparnya. Dia menggariskan, peristiwa yang terjadi beberapa pekan belakangan bisa menjadi momentum solidaritas internal KPK. Baik antara pegawai dengan pegawai, direktur dengan direktur atau deputi dan pimpinan.

“Oleh karena itu, saya sarankan kepada semua pejabat struktural, khususnya deputi, sekjen, direktur, dan kepala biro, untuk melakukan program konsolidasi internal masingmasing unit agar KPI masingmasing unit dan pegawai dapat tercapai,” ujarnya. Dia kembali angkat bicara soal desakan sejumlah pihak untuk pembentukan Komite Etik.

Menurut Abdullah, kalau tiga pimpinan lain—Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain—tidak perluadaKomite Etik. Tapiuntuk Abraham Samad diperlukan Komite Etik karena dia melakukan pertemuan dengan partai politik tanpa sepengetahuan pimpinan yang lain. Tapi kalau Abraham sudah berstatus tersangka di Bareskrim, Komite Etik tidak perlu dibentuk.

“Karena pidana lebih tinggi kedudukannya dari etik,” tandasnya. Guru besar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji berpandangan, sebaiknya laporan yang ditindaklanjuti dengan penerbitan sprindik itu dilakukansesuaidenganproseshukum yang berlaku. Dengan demikian, ketiga komisioner KPK memperoleh kepastian hukum atas sangkaan perkara tersebut.

Menurutnya, Presiden harus dilepaskan dari tarik-menarik intervensi politik terhadap penanganan kasus hukum pidana. “Sehingga tidak terkesan adanya politisasi hukum kasus baru tiga komisioner KPK dan tiga komisioner berhak memperoleh kepastian hukum,” kata Indriyanto. Ada konsekuensi logis bila tiga komisioner KPK nanti ditetapkan sebagai tersangka menyusul Bambang Widjojanto.

Menurut Indriyanto, dengan pertimbangan kondisi darurat dan penegakan hukum korupsi harus tetap berjalan secara ekstensif bersama penegak hukum lainnya, Presiden dapat mempersiapkan perppu untuk mengangkat plt komisioner KPK. “Dan pada waktu yang bersamaan, Presiden, melalui Menkumham, dapat segera membentuk Pansel Pimpinan KPK untuk mempersiapkan fit and proper test calon pimpinan KPK,” tuturnya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, bila nanti para pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka, mereka harus mengundurkan diri sebagai pimpinan lembaga itu lantaran UU KPK telah mengaturnya. “Secara hukum mereka seharusnya dinonaktifkan. Ketentuan hukumnya begitu,” ujar Yasonna.

Dia menilai, apabila tiga dari pimpinan KPK yang tersisa nanti akan diperiksa oleh Mabes Polri atas kasus yang dituduhkan, hal itu akan membuat lembaga tersebut semakin lemah. Oleh karenanya, Yasonna akan memberikan masukan ke Presiden agar menetapkan komisioner sementara KPK jika para pimpinan KPK menjadi tersangka.

“Ada pikiran mempercepat pemilihan, tapi lebih baik dibuat komisioner sementara melalui perppu. Itu mendesak dan alasannya cukup karena kalau sudah tersangka (komisioner), tidak efektif lagi, dan membuat keputusan aktivitas KPK terhalang,” tambahnya.

Budi Waseso Naik Pangkat

Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso resmi mendapat kenaikan pangkat menjadi komisaris jenderal kemarin. Upacara penyematan bintang tiga itu kemarin dipimpin Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti di Rupatama Mabes Polri. Kenaikan pangkat ini menguatkan isu bahwa mantan Kapolda Gorontalo itu termasuk kandidat kuat kapolri.

Waseso tak mau berspekulasi ketika disinggung soal itu. Namun dia menegaskan, sebagai pejabat dirinya siap menjalankan tugas apa pun yang diamanatkan negara. “Itu amanah. Seluruh prajurit harus siap, termasuk saya,” kata Budi. Kompolnas sebelumnya telah mengajukan lima nama kandidat calon kapolri baru di tengah beredarnya rumor pembatalan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri.

Lima nama itu termasuk Budi Waseso. Selain Budi, nama-nama kandidat kapolri itu adalah Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Irwasum Komjen Dwi Prayitno, Kabaharkam Komjen Putut Bayuseno, dan Kepala BNN Komjen Anang Iskandar. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai kenaikan pangkat Budi Waseso sebagai sesuatu yang wajar karena berprestasi.

“Saya kira normal karena jabatan kabareskrim harus dipegang jenderal bintang tiga. Saya sebagai mendagri tentu mengucapkan selamat dan selamat bertugas,” kata Tjahjo.

Sabir laluhu/ Okezone/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0757 seconds (0.1#10.140)