Putusan BANI Bisa Eksekusi Aset Tutut di Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang memenangkan PT Berkah Karya Bersama (BKB) atas kepemilikan sahan PT Cipta Televisi Indonesia (CTPI) bisa untuk mengeksekusi aset-aset milik Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) meski berada di luar negeri.
Praktisi hukum Universitas Nasional Arrisman mengatakan, putusan BANI bersifat internasional dan dapat diterapkan di semua negara di dunia. Karena itu, mengeksekusi aset di luar negeri dengan berbekal putusan BANI bisa saja dilakukan, asalkan terlebih dahulu berkoordinasi dengan institusi hukum di negara tujuan.
“Sepanjang itu masuk dalam putusan BANI maka berlaku, karena arbitrase itu tidak terbatas satu teritorial saja, tapi seluruh dunia,” ungkap Arrisman saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Menurut dia, meski di setiap negara memiliki prinsip hukum berbeda, soal putusan arbitrase akan ada institusi hukum yang siap mengakomodasi hasil putusan itu. “Di negara lain, itu juga ada aturannya, ada pengadilannya, tapi asalkan disesuaikan dengan yang ada di BANI tersebut maka putusan harus dilakukan,” paparnya.
Secara yuridis, Arrisman juga memastikan putusan BANI juga tidak dapat dicampuradukkan dengan putusan penolakan peninjauan kembali yang dikeluarkan Mahkamah Agung. Dia tidak sepakat dengan anggapan pihak-pihak yang selama ini bersikukuh untuk tidak mengikuti putusan BANI karena menganggap putusan tidak tepat dan tidak berdasar.
“Orang suka salah paham menyebut PK itu membatalkan perjanjian kerja sama, padahal tidak. Jadi setelah diputus, semua pihak harus mematuhi, apalagi di dalam investment agreement para pihak sepakat apabila ada perselisihan maka dibawa ke BANI,” tandasnya. Lebih lanjut Arrisman menambahkan, eksekusi merupakan jalan terakhir yang diambil seseorang untuk mendapatkan haknya berdasarkan sebuah putusan hukum. Pihak-pihak yang tidak menjalankan keputusan persidangan juga dapat dikatakan telah bertindak melawan hukum.
“Sekarang kita tinggal tunggu saja ketetapan PN, karena secara yuridis sudah tidak ada masalah, tinggal eksekusi saja,” ujarnya. Praktisi hukum Catur Agus Saptono juga mengatakan bahwa harus ada upaya tegas dari institusi hukum negara untuk memastikan putusan sebuah lembaga peradilan dijalankan oleh pihak-pihak yang bersengketa di dalamnya. Apalagi, putusan yang dikeluarkan lembaga arbitrase telah disepakati kedua belah pihak untuk samasama menjalankannya.
“Begitu itu memang harus segera dieksekusi, kan kedua belah pihak harus melaksanakan putusan BANI,” tandasnya. Menurut Catur, ketika ada kewajiban di dalam putusan itu yang tidak dijalankan, pihak yang dimaksud harus bertanggung jawab. “Namanya eksekusi, kalau mereka tidak mau bisa eksekusi paksa,” paparnya.
Catur menambahkan, apabila proses eksekusi terhadap aset Tutut tetap tidak berhasil maka pihak yang dirugikan bisa saja mengambil jalan lain dengan memailitkan Tutut dari kepemilikannya di PT CTPI. “Dengan menambah satu kreditur maka bisa mengajukan permohonan pailit,” ujarnya.
Dian ramdhani
Praktisi hukum Universitas Nasional Arrisman mengatakan, putusan BANI bersifat internasional dan dapat diterapkan di semua negara di dunia. Karena itu, mengeksekusi aset di luar negeri dengan berbekal putusan BANI bisa saja dilakukan, asalkan terlebih dahulu berkoordinasi dengan institusi hukum di negara tujuan.
“Sepanjang itu masuk dalam putusan BANI maka berlaku, karena arbitrase itu tidak terbatas satu teritorial saja, tapi seluruh dunia,” ungkap Arrisman saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Menurut dia, meski di setiap negara memiliki prinsip hukum berbeda, soal putusan arbitrase akan ada institusi hukum yang siap mengakomodasi hasil putusan itu. “Di negara lain, itu juga ada aturannya, ada pengadilannya, tapi asalkan disesuaikan dengan yang ada di BANI tersebut maka putusan harus dilakukan,” paparnya.
Secara yuridis, Arrisman juga memastikan putusan BANI juga tidak dapat dicampuradukkan dengan putusan penolakan peninjauan kembali yang dikeluarkan Mahkamah Agung. Dia tidak sepakat dengan anggapan pihak-pihak yang selama ini bersikukuh untuk tidak mengikuti putusan BANI karena menganggap putusan tidak tepat dan tidak berdasar.
“Orang suka salah paham menyebut PK itu membatalkan perjanjian kerja sama, padahal tidak. Jadi setelah diputus, semua pihak harus mematuhi, apalagi di dalam investment agreement para pihak sepakat apabila ada perselisihan maka dibawa ke BANI,” tandasnya. Lebih lanjut Arrisman menambahkan, eksekusi merupakan jalan terakhir yang diambil seseorang untuk mendapatkan haknya berdasarkan sebuah putusan hukum. Pihak-pihak yang tidak menjalankan keputusan persidangan juga dapat dikatakan telah bertindak melawan hukum.
“Sekarang kita tinggal tunggu saja ketetapan PN, karena secara yuridis sudah tidak ada masalah, tinggal eksekusi saja,” ujarnya. Praktisi hukum Catur Agus Saptono juga mengatakan bahwa harus ada upaya tegas dari institusi hukum negara untuk memastikan putusan sebuah lembaga peradilan dijalankan oleh pihak-pihak yang bersengketa di dalamnya. Apalagi, putusan yang dikeluarkan lembaga arbitrase telah disepakati kedua belah pihak untuk samasama menjalankannya.
“Begitu itu memang harus segera dieksekusi, kan kedua belah pihak harus melaksanakan putusan BANI,” tandasnya. Menurut Catur, ketika ada kewajiban di dalam putusan itu yang tidak dijalankan, pihak yang dimaksud harus bertanggung jawab. “Namanya eksekusi, kalau mereka tidak mau bisa eksekusi paksa,” paparnya.
Catur menambahkan, apabila proses eksekusi terhadap aset Tutut tetap tidak berhasil maka pihak yang dirugikan bisa saja mengambil jalan lain dengan memailitkan Tutut dari kepemilikannya di PT CTPI. “Dengan menambah satu kreditur maka bisa mengajukan permohonan pailit,” ujarnya.
Dian ramdhani
(ars)