DPR Usulkan Sekda dan Wakil Jadi Plt
A
A
A
JAKARTA - Pemunduran jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dari 2015 ke 2016 akan berdampak pada pengangkatan pelaksana tugas (plt) atau penjabat (pj) kepala daerah. Karena itu, DPR mengusulkan penjabatnya berasal dari wakil kepala daerah atau sekretaris daerah yang bersangkutan.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan perlu ada mekanisme penggantian penjabat sesuai dengan undangundang yang ada dan harus dilakukan secara transparan. “Untuk plt berkembang ada beberapa alternatif seperti misalnya sekda dan wakilnya. Tapi ini belum final betul,” kata Rambe Kamarul Zaman ketika dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Lebih lanjut Rambe menjelaskan, fraksi-fraksi DPR bersepaham agar jangan sampai plt dan pj tersebut menjabat terlalu lama. Selain itu juga ada ketentuan agar yang mengisi posisi plt dan pj juga harus orang yang memahami persoalan di daerah tersebut. “Jadi, tidak usah ditunjuk provinsi karena itu jumlahnya ada banyak sekali,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Menurut Rambe, apakah sekda atau wakil kepala daerah yang akan diprioritaskan menjadi plt dan pj, hal itu masih menjadi pembahasan. Namun, jika wakil kepala daerah juga ikut mencalonkan, dia gugur dan yang mengisi posisi tersebut tentunya sekda. “Kalau hanya sekadar 6 bulan harus yang tahu soal di daerah itu, apalagi ini pilkada, tidak boleh plt ini jadi calon kepala daerah. Kalau dia jadi calon jangan diangkat jadi plt,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Komisi II DPR mengusulkan beberapa gelombang menuju pilkada nasional serentak dan DPR berharap pemerintah setuju atas konsep tersebut. Jadi, kepala daerah yang masa jabatannya habis di 2015 dan awal 2016 akan ditarik ke pilkada serentak awal 2016. “Jadi, ada 230-an daerah yang masuk kuartal satu. Jika Februari masa jabatan habis tidak apa-apa, yang habis bulan Maret, April, Mei 2016 ditarik ke 2016, yang bulan di atasnya itu ditarik ke 2017,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Lukman Edy mengatakan, jadwal pilkada serentak dalam perppu dimulai di 2015 dan serentak nasional 2020. Namun Komisi II mengusulkan pilkada serentak dimulai 2016 dan serentak nasional 2027. “Kami sudah simulasi usulan perppu sangat tidak mungkin dilaksanakan karena akan korbankan jabatan kepala daerah selama tiga tahun.
Ini melanggar peraturan UU,” kata politikus PKB itu di Gedung DPR. Menurut Lukman, draf revisi inisudah selesai dan sudah masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk disinkronisasi menjadi usulanDPR. Jika sudah diketokdi paripurna maka akan dikirimkan ke presiden untuk dibuat ampres untuk memerintahkan Mendagri dan Menkumham membahas ini bersama dengan DPR. “Kita serahkan eksekutif menata gelombangnya. Prinsipnya tahapan tidak mengganggu jabatan kepala daerah yang telah mendapat legitimasi rakyat,” tegasdia.
KPU Usul Pilkada pada April–Mei 2016
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan argumentasi terkait wacana pemunduran waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dari Desember 2015 menjadi Februari 2016. KPU beranggapan pemunduran waktu sebaiknya dilakukan berdasarkan kebutuhan, yang dilandasi oleh sejumlah pertimbangan baik teknis maupun nonteknis.
“Menurut saya Februari itu tanggung, lebih baik didorong agak ke tengah seperti April atau Mei 2016,” ujar Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Menurut dia, ada sejumlah alasan mengapa pelaksanaan pilkada tidak dilakukan di awal tahun adalah pendekatan kondisi cuaca tanah air yang masih dilanda musim penghujan. Selain itu ketidakpastian turunnya anggaran pada awal tahun menjadi pertimbangan lain mengapa pilkada dipilih pada pertengahan tahun.
“Pertimbangan lain mengapa kami usulkan April atau Mei, untuk mengakomodir sistem 2 putaran jika memang masih ingin dipertahankan. Selain itu tahapan pencalonan, penyusunan daftar pemilih dan uji publik juga jadi lebih maksimal,” lanjutnya. Meski begitu Hadar memastikan kapan pun waktu pilkada dilaksanakan, KPU akan siap untuk menjalankannya.
“Tapi okelah, itu kan otoritas mereka (DPR dan pemerintah). Meskipun saya bertanya-tanya juga kokFebruari,” jelasnya. Adapun implikasi dari dimundurkannya waktu pelaksanaan pilkada, menurut Hadar, lebih kepada penyesuaian kembali sejumlah peraturan, yang sebelumnya telah ditentukan tanggal pelaksanaannya.
“Misalnya pendaftaran seharusnya di bulan apa, kemudian diubah menjadi bulan lain di tahapan. Atau uji publik yang seharusnya 3 bulan menjadi berkurang tentu harus disesuaikan kembali dalam peraturan,” terangnya. Implikasi lain dari mundurnya waktu pelaksanaan pilkada, menurut Hadar, adalah jumlah peserta yang akan bertambah. KPU mencatat penambahan peserta jika pilkada dimundurkan hingga 2016 sebanyak 100 daerah.
“Berarti jumlahnya menjadi 304 daerah. Tapi ini kan juga tergantung dari pembatasan yang ditentukan nanti, apakah semua yang habis di 2016 akan ikut pilkada,” kata dia. Hadar juga mengatakan untuk menghilangkan kekhawatiran sejumlah pihak terhadap banyaknya penjabat sementara (Plt) apabila pilkada dimundurkan, KPU telah menyampaikan usulan agar plt yang menjabat sementara itu diberikan otoritas yang sama seperti kepala daerah.
Hal ini untuk memastikan proses pemerintahan bisa tetap berjalan maksimal. “Kami usulkan agar pejabat yang sifatnya sementara itu punya otoritas penuh seperti kepaladaerah. Jadi kekhawatiran orang nanti akan kesulitan (karena plt) bisa dihilangkan. Bedanya dia bukan kepala daerah terpilih hasil pemilihan,” tegasnya.
Dian ramadhani/ kiswondari
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan perlu ada mekanisme penggantian penjabat sesuai dengan undangundang yang ada dan harus dilakukan secara transparan. “Untuk plt berkembang ada beberapa alternatif seperti misalnya sekda dan wakilnya. Tapi ini belum final betul,” kata Rambe Kamarul Zaman ketika dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Lebih lanjut Rambe menjelaskan, fraksi-fraksi DPR bersepaham agar jangan sampai plt dan pj tersebut menjabat terlalu lama. Selain itu juga ada ketentuan agar yang mengisi posisi plt dan pj juga harus orang yang memahami persoalan di daerah tersebut. “Jadi, tidak usah ditunjuk provinsi karena itu jumlahnya ada banyak sekali,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Menurut Rambe, apakah sekda atau wakil kepala daerah yang akan diprioritaskan menjadi plt dan pj, hal itu masih menjadi pembahasan. Namun, jika wakil kepala daerah juga ikut mencalonkan, dia gugur dan yang mengisi posisi tersebut tentunya sekda. “Kalau hanya sekadar 6 bulan harus yang tahu soal di daerah itu, apalagi ini pilkada, tidak boleh plt ini jadi calon kepala daerah. Kalau dia jadi calon jangan diangkat jadi plt,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Komisi II DPR mengusulkan beberapa gelombang menuju pilkada nasional serentak dan DPR berharap pemerintah setuju atas konsep tersebut. Jadi, kepala daerah yang masa jabatannya habis di 2015 dan awal 2016 akan ditarik ke pilkada serentak awal 2016. “Jadi, ada 230-an daerah yang masuk kuartal satu. Jika Februari masa jabatan habis tidak apa-apa, yang habis bulan Maret, April, Mei 2016 ditarik ke 2016, yang bulan di atasnya itu ditarik ke 2017,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Lukman Edy mengatakan, jadwal pilkada serentak dalam perppu dimulai di 2015 dan serentak nasional 2020. Namun Komisi II mengusulkan pilkada serentak dimulai 2016 dan serentak nasional 2027. “Kami sudah simulasi usulan perppu sangat tidak mungkin dilaksanakan karena akan korbankan jabatan kepala daerah selama tiga tahun.
Ini melanggar peraturan UU,” kata politikus PKB itu di Gedung DPR. Menurut Lukman, draf revisi inisudah selesai dan sudah masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk disinkronisasi menjadi usulanDPR. Jika sudah diketokdi paripurna maka akan dikirimkan ke presiden untuk dibuat ampres untuk memerintahkan Mendagri dan Menkumham membahas ini bersama dengan DPR. “Kita serahkan eksekutif menata gelombangnya. Prinsipnya tahapan tidak mengganggu jabatan kepala daerah yang telah mendapat legitimasi rakyat,” tegasdia.
KPU Usul Pilkada pada April–Mei 2016
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan argumentasi terkait wacana pemunduran waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dari Desember 2015 menjadi Februari 2016. KPU beranggapan pemunduran waktu sebaiknya dilakukan berdasarkan kebutuhan, yang dilandasi oleh sejumlah pertimbangan baik teknis maupun nonteknis.
“Menurut saya Februari itu tanggung, lebih baik didorong agak ke tengah seperti April atau Mei 2016,” ujar Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Menurut dia, ada sejumlah alasan mengapa pelaksanaan pilkada tidak dilakukan di awal tahun adalah pendekatan kondisi cuaca tanah air yang masih dilanda musim penghujan. Selain itu ketidakpastian turunnya anggaran pada awal tahun menjadi pertimbangan lain mengapa pilkada dipilih pada pertengahan tahun.
“Pertimbangan lain mengapa kami usulkan April atau Mei, untuk mengakomodir sistem 2 putaran jika memang masih ingin dipertahankan. Selain itu tahapan pencalonan, penyusunan daftar pemilih dan uji publik juga jadi lebih maksimal,” lanjutnya. Meski begitu Hadar memastikan kapan pun waktu pilkada dilaksanakan, KPU akan siap untuk menjalankannya.
“Tapi okelah, itu kan otoritas mereka (DPR dan pemerintah). Meskipun saya bertanya-tanya juga kokFebruari,” jelasnya. Adapun implikasi dari dimundurkannya waktu pelaksanaan pilkada, menurut Hadar, lebih kepada penyesuaian kembali sejumlah peraturan, yang sebelumnya telah ditentukan tanggal pelaksanaannya.
“Misalnya pendaftaran seharusnya di bulan apa, kemudian diubah menjadi bulan lain di tahapan. Atau uji publik yang seharusnya 3 bulan menjadi berkurang tentu harus disesuaikan kembali dalam peraturan,” terangnya. Implikasi lain dari mundurnya waktu pelaksanaan pilkada, menurut Hadar, adalah jumlah peserta yang akan bertambah. KPU mencatat penambahan peserta jika pilkada dimundurkan hingga 2016 sebanyak 100 daerah.
“Berarti jumlahnya menjadi 304 daerah. Tapi ini kan juga tergantung dari pembatasan yang ditentukan nanti, apakah semua yang habis di 2016 akan ikut pilkada,” kata dia. Hadar juga mengatakan untuk menghilangkan kekhawatiran sejumlah pihak terhadap banyaknya penjabat sementara (Plt) apabila pilkada dimundurkan, KPU telah menyampaikan usulan agar plt yang menjabat sementara itu diberikan otoritas yang sama seperti kepala daerah.
Hal ini untuk memastikan proses pemerintahan bisa tetap berjalan maksimal. “Kami usulkan agar pejabat yang sifatnya sementara itu punya otoritas penuh seperti kepaladaerah. Jadi kekhawatiran orang nanti akan kesulitan (karena plt) bisa dihilangkan. Bedanya dia bukan kepala daerah terpilih hasil pemilihan,” tegasnya.
Dian ramadhani/ kiswondari
(ars)