Berkah Bawa Kasus TPI ke Singapura dan AS
A
A
A
JAKARTA - PT Berkah Karya Bersama akan mendaftarkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) di Singapura dan Amerika Serikat (AS).
Langkah ini dilakukan untuk memastikan PT Berkah Karya Bersama mendapatkan haknya setelah BANI menghukum Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) untuk membayar Rp510 miliar kepada PT Berkah Karya Bersama. Direktur PT Berkah Karya Bersama Effendi Syahputra menyatakan, sikap korporasi ini dilakukan agar pelaksanaan eksekusi terhadap aset-aset Tutut di Singapura dan Amerika Serikat (AS) dapat segera dilaksanakan.
Langkah ini dinilai penting mengingat sampai saat ini pihak Tutut tidak menunjukkan iktikad baik untuk tunduk pada putusan majelis arbitrase BANI yang dibacakan Desember 2014. Menurut dia, untuk langkah awal, pihaknya terlebih dahulu akan melaporkan putusan BANI kepada pihak-pihak yang berwenang di negara tujuan agar nantinya bisa membantu dalam proses pengambilalihan aset tersebut.
“Kita akan lakukan langkah-langkah awal dulu, melaporkan putusan BANI, akan kita kirim ke pihak di Singapura dan Amerika,” ungkap Effendi kepada KORAN SINDO kemarin. Di dua negara itu, ujarnya, aset milik Tutut cukup banyak. Dia pun berharap pihak pengadilan di sana bisa membantu menjalankan putusan BANI.
“Kita belum bisa publish , tapi tim kita tahu ada banyak aset Tutut yang ada di dua negara tersebut,” paparnya. Terkait jenis aset yang akan dieksekusi di luar negeri, Effendi belum mau membeberkan. Dia hanya memastikan tim kuasa hukum telah berkoordinasi dan menginventarisasi aset-aset mana saja yang sekiranya bisa menutupi kewajiban Tutut membayar Rp510 miliar serta Rp2,3 miliar tersebut.
“Tim kuasa hukum akan mengkaji teknisnya. Kita akan berkoordinasi dengan pihak di dua negara tersebut yang punya kewenangan,” tuturnya. Lebih lanjut Effendi mengatakan, langkah PT Berkah mengejar aset Tutut hingga keluar negeri karena menganggap tidak ada keinginan yang kuat dari Tutut untuk menjalankan perintah BANI. Selain itu, jumlah aset Tutut di dalam negeri yang bisa dijadikan untuk membayar tidak akan cukup memenuhinya.
“Ini kita tindak lanjuti karena merasa aset-aset Tutut di Indonesia pun tidak cukup untuk membayar uang sebanyak itu sehingga kita cari hingga keluar negeri,” ujarnya. Kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi F Simangunsong tidak ingin berkomentar terlalu jauh perihal rencana timnya mengeksekusi sejumlah aset milik Tutut yang ada di luar negeri.
Menurut Andi, tim kuasa hukum hanya dapat memastikan proses penagihan kepada kubu Tutut masih berlangsung, meski yang bersangkutan hingga saat ini belum juga mengindahkan hasil putusan BANI. “Yang pasti, penagihan dan eksekusi masih dalam proses, kita tunggu saja hasilnya,” kata Andi.
Andi mengatakan, eksekusi terhadap aset-aset Tutut memang menjadi alternatif pihaknya untuk mendapatkan kepastian atas putusan BANI. Dia juga mengatakan bahwa eksekusi putusan bisa untuk aset yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. “Karena putusan BANI itu belaku di seluruh dunia untuk semua aset,” paparnya.
Seperti diketahui, putusan BANI yang dibacakan pada 12 Desember 2014 telah menegaskan bahwa PT Berkah Karya Bersama sebagai pihak yang berhak atas kepemilikan saham 75% di PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI). Putusan yang dibacakan langsung oleh hakim arbitrase Priyatna tersebut juga mensyaratkan kubu Tutut mengembalikan kelebihan modal yang telah disuntikkan PT Berkah Karya Bersama sebesar Rp510 miliar, serta mengganti uang kompensasi proses persidangan di BANI yang sebelumnya telah dibayarkan PT Berkah Karya Bersama sebesar Rp2,3 miliar.
Upaya memperoleh hak dari putusan BANI telah dilakukan PT Berkah. Namun hingga satu bulan berjalan, anak sulung mantan Presiden Soeharto itu urung menunaikannya. BANI juga secara tegas telah mendaftarkan permintaan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tertanggal 5 Januari 2015.
Di saat bersamaan, PT Berkah juga berupaya untuk mendapatkan hak dengan mengejar aset milik Tutut yang sebelumnya dijadikan jaminan ketika kerja sama antarkedua belah pihak berlangsung. Pilihan penyelesaian sengketa di forum BANI adalah amanat perjanjian investasi antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana yang ditandatangani oleh para pihak pada 2002.
Sebagai produk hukum yang bersifat final dan mengikat, sebagai warga negara yang patuh pada hukum seharusnya putusan BANI tersebut wajib untuk dilaksanakan. “Untuk jenis asetnya apa, kapan akan kita eksekusi, dan di mana tempatnya itu masih dalam proses. Kita tidak ingin menjelaskan itu karena menjadi bagian dari strategi tim kuasa hukum PT Berkah,” paparnya.
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf membenarkan jika eksekusi bisa digunakan oleh pihak pemenang untuk mendapatkan haknya berdasarkan putusan pengadilan. Apalagi, jika diketahui pihak yang kalah tidak mau menjalankan proses putusan sebagaimana yang telah diatur hakim.
“Ketika ada yang mengabaikan maka pihak yang dirugikan bisa meminta upaya paksa untuk memenuhi kewajiban hukum,” tandasnya. Asep juga mengingatkan bahwa BANI juga termasuk di dalam pengadilan yang diakui undang-undang. Terlebih, putusan arbitrase adalah final dan mengikat, di mana pihak-pihak yang bersengketa di dalamnya tidak dapat lagi menggunakan jalur apapun dan diwajibkan menaati putusannya.
“Ketika tidak dijalankan, berarti ada sesuatu yang diabaikan oleh pihak-pihak yang berproses di situ,” paparnya. Terkait proses eksekusi, Asep mengatakan jika bentuknya bermacam- macam namun harus tetap berpegangan pada isi dari putusan arbitrase.
Dian ramdhani
Langkah ini dilakukan untuk memastikan PT Berkah Karya Bersama mendapatkan haknya setelah BANI menghukum Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) untuk membayar Rp510 miliar kepada PT Berkah Karya Bersama. Direktur PT Berkah Karya Bersama Effendi Syahputra menyatakan, sikap korporasi ini dilakukan agar pelaksanaan eksekusi terhadap aset-aset Tutut di Singapura dan Amerika Serikat (AS) dapat segera dilaksanakan.
Langkah ini dinilai penting mengingat sampai saat ini pihak Tutut tidak menunjukkan iktikad baik untuk tunduk pada putusan majelis arbitrase BANI yang dibacakan Desember 2014. Menurut dia, untuk langkah awal, pihaknya terlebih dahulu akan melaporkan putusan BANI kepada pihak-pihak yang berwenang di negara tujuan agar nantinya bisa membantu dalam proses pengambilalihan aset tersebut.
“Kita akan lakukan langkah-langkah awal dulu, melaporkan putusan BANI, akan kita kirim ke pihak di Singapura dan Amerika,” ungkap Effendi kepada KORAN SINDO kemarin. Di dua negara itu, ujarnya, aset milik Tutut cukup banyak. Dia pun berharap pihak pengadilan di sana bisa membantu menjalankan putusan BANI.
“Kita belum bisa publish , tapi tim kita tahu ada banyak aset Tutut yang ada di dua negara tersebut,” paparnya. Terkait jenis aset yang akan dieksekusi di luar negeri, Effendi belum mau membeberkan. Dia hanya memastikan tim kuasa hukum telah berkoordinasi dan menginventarisasi aset-aset mana saja yang sekiranya bisa menutupi kewajiban Tutut membayar Rp510 miliar serta Rp2,3 miliar tersebut.
“Tim kuasa hukum akan mengkaji teknisnya. Kita akan berkoordinasi dengan pihak di dua negara tersebut yang punya kewenangan,” tuturnya. Lebih lanjut Effendi mengatakan, langkah PT Berkah mengejar aset Tutut hingga keluar negeri karena menganggap tidak ada keinginan yang kuat dari Tutut untuk menjalankan perintah BANI. Selain itu, jumlah aset Tutut di dalam negeri yang bisa dijadikan untuk membayar tidak akan cukup memenuhinya.
“Ini kita tindak lanjuti karena merasa aset-aset Tutut di Indonesia pun tidak cukup untuk membayar uang sebanyak itu sehingga kita cari hingga keluar negeri,” ujarnya. Kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi F Simangunsong tidak ingin berkomentar terlalu jauh perihal rencana timnya mengeksekusi sejumlah aset milik Tutut yang ada di luar negeri.
Menurut Andi, tim kuasa hukum hanya dapat memastikan proses penagihan kepada kubu Tutut masih berlangsung, meski yang bersangkutan hingga saat ini belum juga mengindahkan hasil putusan BANI. “Yang pasti, penagihan dan eksekusi masih dalam proses, kita tunggu saja hasilnya,” kata Andi.
Andi mengatakan, eksekusi terhadap aset-aset Tutut memang menjadi alternatif pihaknya untuk mendapatkan kepastian atas putusan BANI. Dia juga mengatakan bahwa eksekusi putusan bisa untuk aset yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. “Karena putusan BANI itu belaku di seluruh dunia untuk semua aset,” paparnya.
Seperti diketahui, putusan BANI yang dibacakan pada 12 Desember 2014 telah menegaskan bahwa PT Berkah Karya Bersama sebagai pihak yang berhak atas kepemilikan saham 75% di PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI). Putusan yang dibacakan langsung oleh hakim arbitrase Priyatna tersebut juga mensyaratkan kubu Tutut mengembalikan kelebihan modal yang telah disuntikkan PT Berkah Karya Bersama sebesar Rp510 miliar, serta mengganti uang kompensasi proses persidangan di BANI yang sebelumnya telah dibayarkan PT Berkah Karya Bersama sebesar Rp2,3 miliar.
Upaya memperoleh hak dari putusan BANI telah dilakukan PT Berkah. Namun hingga satu bulan berjalan, anak sulung mantan Presiden Soeharto itu urung menunaikannya. BANI juga secara tegas telah mendaftarkan permintaan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tertanggal 5 Januari 2015.
Di saat bersamaan, PT Berkah juga berupaya untuk mendapatkan hak dengan mengejar aset milik Tutut yang sebelumnya dijadikan jaminan ketika kerja sama antarkedua belah pihak berlangsung. Pilihan penyelesaian sengketa di forum BANI adalah amanat perjanjian investasi antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana yang ditandatangani oleh para pihak pada 2002.
Sebagai produk hukum yang bersifat final dan mengikat, sebagai warga negara yang patuh pada hukum seharusnya putusan BANI tersebut wajib untuk dilaksanakan. “Untuk jenis asetnya apa, kapan akan kita eksekusi, dan di mana tempatnya itu masih dalam proses. Kita tidak ingin menjelaskan itu karena menjadi bagian dari strategi tim kuasa hukum PT Berkah,” paparnya.
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf membenarkan jika eksekusi bisa digunakan oleh pihak pemenang untuk mendapatkan haknya berdasarkan putusan pengadilan. Apalagi, jika diketahui pihak yang kalah tidak mau menjalankan proses putusan sebagaimana yang telah diatur hakim.
“Ketika ada yang mengabaikan maka pihak yang dirugikan bisa meminta upaya paksa untuk memenuhi kewajiban hukum,” tandasnya. Asep juga mengingatkan bahwa BANI juga termasuk di dalam pengadilan yang diakui undang-undang. Terlebih, putusan arbitrase adalah final dan mengikat, di mana pihak-pihak yang bersengketa di dalamnya tidak dapat lagi menggunakan jalur apapun dan diwajibkan menaati putusannya.
“Ketika tidak dijalankan, berarti ada sesuatu yang diabaikan oleh pihak-pihak yang berproses di situ,” paparnya. Terkait proses eksekusi, Asep mengatakan jika bentuknya bermacam- macam namun harus tetap berpegangan pada isi dari putusan arbitrase.
Dian ramdhani
(ftr)