Pengawasan Kinerja PNS Diperketat

Senin, 02 Februari 2015 - 11:27 WIB
Pengawasan Kinerja PNS...
Pengawasan Kinerja PNS Diperketat
A A A
JAKARTA - Kenaikan fantastis gaji pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta harus diimbangi dengan pengetatan pengawasan dan sanksi tegas. PNS DKI selama ini memiliki peluang besar memperoleh pendapatan di luar gaji.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung mengatakan, selama ini dia melihat banyak pejabat DKI yang bekerja sesuai pendapatannya. Mereka bahkan kerap terbujuk dalam pelayanan yang berujung korupsi hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu, kenaikan gaji PNS DKI yang terbilang fantastis dan menjadi sorotan masyarakat saat ini hal yang wajar.

Nanti tidak ada lagi alasan para PNS bekerja sampingan karena pendapatannya belum cukup untuk kebutuhannya. Terpenting, pengawasannya harus lebih diperketat, begitu juga dengan sanksinya. ”Untuk memberantas korupsi itu sangat sulit. Tapi, sangat mungkin untuk dicegah. Salah satu pencegahannya dengan menaikkan gaji. Setiap ada bukti korupsi tidak ada lagi alasan untuk memecatnya.

Begitu ada pengaduan harus ada proses,” kata Lisman Manurung saat dihubungi kemarin. Lisman menjelaskan, menjadi PNS di DKI Jakarta yang harus mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Rp73,08 triliun memang beban berat. Belum lagi para pengusaha yang selalu mengiming-imingi sesuatu kepada PNS untuk melancarkan kepentingannya.

Dia berharap masyarakat beserta lembaga antikorupsi mengawasi kinerja PNS DKI yang saat ini mendapatkan kenaikan gaji. Lisman mencontohkan, selama lima tahun tinggal di Australia, dia melihat transparan laporan kinerja dan pelayanan di sana sangat ketat misalnya dalam pengurusan izin. Apabila terlalu lama dari waktu yang ditentukan, pejabat tertinggi yang mengurus izin tersebut langsung diganti.

”Dengan gaji tinggi ini, PNS takut berbuat macam-macam. Jadi kebijakan ini memang diperlukan asal diimbangi dengan sistem transparansi dan pengawasan yang ketat,” ungkapnya. Diketahui, gaji PNS DKI Jakarta naik cukup signifikan. PNS DKI Jakarta akan mendapatkan kenaikan gaji antara Rp5-40 juta. Berdasarkan data BKD, besaran take home pay pejabat struktural seperti lurah yakni Rp33.730.000, naik Rp20 juta dari tahun lalu yang hanya Rp13 juta.

Kemudian camat Rp44 juta, naik sekitar Rp20 juta dari tahun lalu dan wali kota mendapat gaji Rp75,6 juta. Untuk kepala dinas Rp75,6 juta, kepala badan Rp78,7 juta, dan kepala biro Rp70,4 juta. Gaji kepala biro, kepala dinas, dan kepala badan ini naik Rp30-40 juta dari tahun lalu. Sementara gaji pejabat eselon I setingkat sekretaris daerah dan deputi gubernur maksimal Rp96 juta atau meningkat Rp5 juta dari tahun sebelumnya.

Jabatan operasional Rp13,6 juta meningkat sekitar Rp8 juta. Jabatan administrasi Rp17,8 juta meningkat Rp10 juta, dan jabatan teknis Rp22,6 juta atau meningkat Rp15 juta dari tahun lalu. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika mengatakan, kenaikan gaji PNS akan diikuti pengawasan ketat tentang kinerja mereka. Mulai dari penilaian atasan, bawahan, rekan seruangan, hingga teknologi komputer terlibat dalam pengawasan tersebut.

”Kenaikan pendapatan ini untuk mempersempit ruang gerak PNS yang kerap korupsi. Tapi, yang perlu diingat, kenaikan pendapatan PNS ini bukan diberikan begitu saja. Mereka bisa mendapatkannya kalau mereka bekerja. Artinya, kenaikan pendapatan itu memaksa mereka untuk bekerja,” tuturnya.

Agus menuturkan, untuk mendapatkan pendapatan sebesar itu, para PNS DKI setiap hari harus melaporkan pekerjaannya dalam sistem komputer yang terkoneksi langsung dengan BKD. Apa bila tidak ada pelaporan, PNS tidak akan mendapat tunjangan kinerja dinamis (TKD). Dengan kenaikan gaji, honor dihilangkan.

”Pendapatan pejabat PNS DKI dengan honor-honor itu melebihi pendapatan TKD saat diberlakukan saat ini. Jadi yang harus diluruskan, kenaikan pendapatan PNS saat ini untuk mencipatkan kinerja maksimal,” ungkapnya. Sebelumnya Kepala Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan Pensiun Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Etty Agustijani mengatakan, untuk belanja pegawai (gaji pegawai) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 dialokasikan Rp19 triliun.

Etty menjelaskan, dahulu setiap kegiatan yang dilakukan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pasti ada honor panitia, bahkan ada kegiatan yang bentuknya tidak besar, namun pemberian honor tidak berhenti. Setelah penerapan sistem e-budgeting, pihaknya mengevaluasi honorarium dan ditemukan banyak kegiatan yang tidak efisien serta hanya membuang anggaran secara percuma.

Dengan begitu, honorariumyangmenghabiskan 30-40% dari total APBD tahun ini ditiadakan. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan, kenaikan gaji memang diperlukan untuk meningkatkan kinerja PNS. Selama ini dia kerap melihat PNS bekerja malasmalasan sesuai gaji yang mereka dapatkan. Tak jarang untuk mendapatkan pendapatan tambahan, mereka khususnya pejabat kerap melakukan korupsi mengingat peluangnya begitu besar dan pengawasan lemah.

”Jadi kami (Dewan) setuju saja asal dibarengi dengan peningkatan kerja dan evaluasi yang terkontrol dengan cepat,” ujarnya. Taufik menjelaskan, sebenarnya anggaran yang diperlukan untuk TKD pegawai saat ini tidak berbeda jauh dengan anggaran honorarium yang menghabiskan 30-40% APBD. Sayangnya, honorarium tersebut tidak merata. ”Evaluasi kinerja PNS selama tiga bulan harus dibuka terangterangan. Masyarakat harus laporkan jika ada pungli-pungli di bagian pelayanan,” ungkapnya.

Bima setiyadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5064 seconds (0.1#10.140)