DPR - Presiden Diagendakan Gelar Konsultasi
A
A
A
JAKARTA - DPR akan menggelar pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/2) pekan depan. Pertemuan tersebut untuk membahas tiga isu penting terkait penyelenggaraan negara.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengakui ada beberapa poin yang memang memerlukan komunikasi tingkat tinggi. “Kita mengkhawatirkan Presiden tidak bisa melakoninya dengan baik karena krusial sekali poinpoin yang dihadapi presiden ini,” ucapnya di sela-sela Raker Ke-3 PKS di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin.
Fahri menyebutkan, pertama adalah soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Ruang fiskalnya harus disepakati oleh DPR, akan dipakai untuk apa anggaran tersebut. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Presiden melakukan kebijakan relokasi anggaran yang masif.
“Kita tahu ada rencana penanaman modal negara (PMN) yang bisa dibilang 1.000% bertambah dari biasanya dari Rp5- 6 triliun sekarang total menjadi Rp70 triliun. Lalu ada pembiayaan infrastruktur secara besarbesaran. Presiden sudah mengungkapkan akan membangun sekian puluh ribu kilometer jalan,” katanya.
Selain itu, pembiayaan di sektor perhubungan yang juga cukup besar, mem-backup sektor pertanian dan kelautan. Menurut Fahri, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan ada alokasi anggaran yang tidak biasa. Karena itu, Presiden harus bisa meyakinkan DPR bahwa semua ini rencana-rencana yang memang diperlukan rakyat. “Kami dengar dari menkeu dan beberapa menteri bahwa Presiden menghendaki ada eksekusi proyek secara cepat.
Makanya, kita ingin membantu agar Presiden dapat segera berkomunikasi dengan DPR sehingga tidak ada kekeliruan nanti, terutama secara hukum,” katanya. Kemudian dalam APBN-P misalnya DPR juga ingin memastikan bahwa metode alokasi anggaran benar-benar legal dan tidak melanggar hukum sebab ada badan-badan baru yang dibentuk seperti Badan Ekonomi Kreatif.
“Kalau akan dialokasikan anggaran, Dewan akan hati-hati mengalokasikan dana ke sana. Apa status kelembagaan itu sudah legal dan boleh dialokasikan secara hukum. Kita terikat oleh UU Keuangan Negara dan UU lainnya yang mengatur DPR dalam mengalokasikan anggaran kepada lembagalembaga itu,” sebutnya.
Kedua, soal peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang saat ini sudah menjadi undang-undang (UU). Politikus PKS ini menilai perlu ada revisi terhadap perppu tersebut. “Kalau UU ini dibiarkan begitu saja, UU ini tidak bisa dijalankan. Karena tumpang tindih, bertentangan antara pasal-pasalnya dan secara teknis tidak bisa diaplikasikan di lapangan,” ucapnya.
Fahri mencontohkan soal sengketa pilkada siapa yang harus menyidangkan dan menyelesaikan sengketa pilkada. Lalu siapa yang menyelenggarakan pilkada sebab seperti diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap pilkada bukan domain pemilu. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara tidak bisa menyelenggarakan pilkada.
Ketiga, terkait kasus pelantikan calon kepala Polri yang baru, bagaimana sikap Presiden karena ada lembaga yang memutuskan calon yang diajukan Presiden menjadi tersangka. Ini persoalan yang tidak mudah sebab Jokowi berhadapan dengan logika konstitusi dan UU di satu sisi dan pada saat yang bersamaan dihadapkan pada penciptaan opini yang meluas.
Menurut Fahri, DPR telah memberikan waktu selama 20 hari kepada Presiden untuk segera memutuskan. Karena itu, Presiden punya waktu sampai 4 Februari karena surat keputusan Dewan dikeluarkan sekitar 14 Januari. Sebelumnya Koalisi Merah Putih (KMP) telah membahas tiga isu penting di Tanah Air.
Ketua Presidium KMP Aburizal Bakrie mengatakan, pihaknya membahas masalah revisi UU Pilkada, pergantian kepala Polri, dan APBN-P. Ketua Presidium Aburizal Bakrie menyatakan keputusan perihal kepala Polri ada di tangan Presiden. “Presiden yang tentukan melantik atau tidak. Kita akan bahas nanti setelah tindakan Presiden,” katanya.
Pada kesempatan itu, KMP juga menyatakan akan memberi perintah pada anggotanya di DPR untuk segera menuntaskan pembahasanAPBNP2015. KMP akan mendukung program yang prorakyat dan berdampak bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Sementara itu, Ketua Komisi II DPR yang merupakan politikus Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman, mengatakan bahwa KMP setuju dengan revisi UU Pilkada.
Salah satu perihal yang ingin direvisi adalah KMP mendukung dengan pengajuan calon secara berpasangan, perlu pengkajian mengenai uji publik yang dinilai belum maksimal. “Kalau uji publiknya asal-asalan, lebih baik dihapus saja,” katanya.
Sucipto/Mula akmal
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengakui ada beberapa poin yang memang memerlukan komunikasi tingkat tinggi. “Kita mengkhawatirkan Presiden tidak bisa melakoninya dengan baik karena krusial sekali poinpoin yang dihadapi presiden ini,” ucapnya di sela-sela Raker Ke-3 PKS di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin.
Fahri menyebutkan, pertama adalah soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Ruang fiskalnya harus disepakati oleh DPR, akan dipakai untuk apa anggaran tersebut. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Presiden melakukan kebijakan relokasi anggaran yang masif.
“Kita tahu ada rencana penanaman modal negara (PMN) yang bisa dibilang 1.000% bertambah dari biasanya dari Rp5- 6 triliun sekarang total menjadi Rp70 triliun. Lalu ada pembiayaan infrastruktur secara besarbesaran. Presiden sudah mengungkapkan akan membangun sekian puluh ribu kilometer jalan,” katanya.
Selain itu, pembiayaan di sektor perhubungan yang juga cukup besar, mem-backup sektor pertanian dan kelautan. Menurut Fahri, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan ada alokasi anggaran yang tidak biasa. Karena itu, Presiden harus bisa meyakinkan DPR bahwa semua ini rencana-rencana yang memang diperlukan rakyat. “Kami dengar dari menkeu dan beberapa menteri bahwa Presiden menghendaki ada eksekusi proyek secara cepat.
Makanya, kita ingin membantu agar Presiden dapat segera berkomunikasi dengan DPR sehingga tidak ada kekeliruan nanti, terutama secara hukum,” katanya. Kemudian dalam APBN-P misalnya DPR juga ingin memastikan bahwa metode alokasi anggaran benar-benar legal dan tidak melanggar hukum sebab ada badan-badan baru yang dibentuk seperti Badan Ekonomi Kreatif.
“Kalau akan dialokasikan anggaran, Dewan akan hati-hati mengalokasikan dana ke sana. Apa status kelembagaan itu sudah legal dan boleh dialokasikan secara hukum. Kita terikat oleh UU Keuangan Negara dan UU lainnya yang mengatur DPR dalam mengalokasikan anggaran kepada lembagalembaga itu,” sebutnya.
Kedua, soal peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang saat ini sudah menjadi undang-undang (UU). Politikus PKS ini menilai perlu ada revisi terhadap perppu tersebut. “Kalau UU ini dibiarkan begitu saja, UU ini tidak bisa dijalankan. Karena tumpang tindih, bertentangan antara pasal-pasalnya dan secara teknis tidak bisa diaplikasikan di lapangan,” ucapnya.
Fahri mencontohkan soal sengketa pilkada siapa yang harus menyidangkan dan menyelesaikan sengketa pilkada. Lalu siapa yang menyelenggarakan pilkada sebab seperti diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap pilkada bukan domain pemilu. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara tidak bisa menyelenggarakan pilkada.
Ketiga, terkait kasus pelantikan calon kepala Polri yang baru, bagaimana sikap Presiden karena ada lembaga yang memutuskan calon yang diajukan Presiden menjadi tersangka. Ini persoalan yang tidak mudah sebab Jokowi berhadapan dengan logika konstitusi dan UU di satu sisi dan pada saat yang bersamaan dihadapkan pada penciptaan opini yang meluas.
Menurut Fahri, DPR telah memberikan waktu selama 20 hari kepada Presiden untuk segera memutuskan. Karena itu, Presiden punya waktu sampai 4 Februari karena surat keputusan Dewan dikeluarkan sekitar 14 Januari. Sebelumnya Koalisi Merah Putih (KMP) telah membahas tiga isu penting di Tanah Air.
Ketua Presidium KMP Aburizal Bakrie mengatakan, pihaknya membahas masalah revisi UU Pilkada, pergantian kepala Polri, dan APBN-P. Ketua Presidium Aburizal Bakrie menyatakan keputusan perihal kepala Polri ada di tangan Presiden. “Presiden yang tentukan melantik atau tidak. Kita akan bahas nanti setelah tindakan Presiden,” katanya.
Pada kesempatan itu, KMP juga menyatakan akan memberi perintah pada anggotanya di DPR untuk segera menuntaskan pembahasanAPBNP2015. KMP akan mendukung program yang prorakyat dan berdampak bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Sementara itu, Ketua Komisi II DPR yang merupakan politikus Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman, mengatakan bahwa KMP setuju dengan revisi UU Pilkada.
Salah satu perihal yang ingin direvisi adalah KMP mendukung dengan pengajuan calon secara berpasangan, perlu pengkajian mengenai uji publik yang dinilai belum maksimal. “Kalau uji publiknya asal-asalan, lebih baik dihapus saja,” katanya.
Sucipto/Mula akmal
(bbg)