KPK Tetap Lanjutkan Kasus SKL BLBI
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tetap akan melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto. Menurut dia, status tersangkanya dan laporan terhadap tiga pimpinan KPK lain di Bareskrim Mabes Polri tidak akan menghalangi KPK untuk meneruskan penyelidikan kasus SKL BLBI.
BW – sapaan akrab Bambang Widjojanto –mengatakan, saat ini yang terjadi terhadap KPK bukan pelemahan, namun penghancuran. Meski demikian, seluruh jajaran KPK berkomitmen tetap berjalan sebagaimana biasa. Jajaran KPK juga tidak pernah punya pikiran bahwa upaya penghancuran itu bertalian dengan bermacammacam kasus yang tengah ditangani.
“Dan yang kedua, saya mau kasih tahu, kasus BLBI itu penyelidikan. Kalau masih penyelidikan, prosesnya masih panjang. Belum sampai putus akhir,” kata BW di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) ini membenarkan, KPK sudah memintai keterangan sejumlah mantan menteri keuangan (menkeu) dan mantan menteri koordinator perekonomian sebagai terperiksa.
Penanganan kasus SKL BLBI ini sekarang masih berjalan. Namun, BW belum bisa menyimpulkan bagaimana dugaan penyalahgunaan kewenangan dan siapa pihak yang bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum. “Saya belum bisa membuat kesimpulan karena belum ada ekspose, penyidiknya belum memberi laporan. Kita selesaikan semua proses itu, baru dalam ekspose diputuskan,” bebernya.
Berikutnya BW menjelaskan tataran penyelidikan setiap kasus di KPK termasuk SKL BLBI. Dalam proses penyelidikan satu kasus, ujarnya, bisa saja diterbitkan surat perintah penghentian penyelidikan kalau memang tidak ada cukup bukti. Namun, BW memastikan bahwa kasus SKL BLBI tidak akan dihentikan. “Dan, bukan berarti tidak bisa berhenti. Jadi masih panjang,” ucapnya.
Terkait posisinya di KPK, BW menyerahkan sepenuhnya ke tiga pimpinan KPK. Menurut dia, Ketua KPK Abraham Samad tentu akan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkaitan dengan tanggapan KPK atas surat permohonan pemberhentian sementara yang disampaikannya.
Meski masih merasa sebagai pimpinan, BW mengaku sudah harus mulai tahu diri. Secara yuridis formil, BW masih bisa terlibat memutus kebijakan strategis KPK. “Cuma saya termasuk harus mulai mengurangi. Ekspose masih ikut. Votemasih bisa,” katanya. Ketua Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menilai, kriminalisasi yang saat ini dihadapi KPK punya hubungan kuat dengan penyelidikan SKL BLBI yang dulu diteken oleh Ketua Umum DPP PDPI Megawati Soekarnoputri.
Kejadian ini hampir sama saat Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dikriminalisasi. Padahal, saat itu KPK sedang menangani kasus dugaan korupsi Bank Century. “Dugaan saya, ya mungkin memang ada kecenderungan bahwa penyelidikan SKL BLBI oleh KPK ini dikhawatirkan masuk ke Ibu Mega. Nah, bisa bayangkan kan kalau Mega dipanggil kemudian jadi tersangka. Indonesia akan heboh luar biasa,” ungkap Adhie.
Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi DPP PDIP Trimedya Panjaitan mengapresiasi langkah KPK mendalami dan meneruskan penyelidikan kasus SKL BLBI. Secara eksplisit dia membenarkan SKL kepada sejumlah debitur pertama kali dikeluarkan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, Trimedya berharap KPK menangani kasus ini secara proporsional dan profesional sesuai koridor hukum.
“Itu semua kita serahkan kepada KPK. Kedua ya apa hasil eksposenya ya mereka (KPK) yang tahu. Saya yakin terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK,” kata Trimedya. Anggota Komisi III DPR ini melanjutkan, PDIP secara institusi tidak pernah berkaitan dengan kejadian atau kisruh yang terjadi antara KPK-Polri. Dia memastikan PDIP juga tidak pernah berkeinginan dan berada di belakang upaya kriminalisasi pimpinan KPK.
PDIP pun tidak pernah berniat meredam upaya KPK melanjutkan penyelidikan SKL BLBI. “Enggak ada, enggak ada, enggak ada itu. Enggak ada kaitan sama SKL BLBI. Yang melanggar hukum kan bukan PDIP. KPK itu lahir pada zaman Bu Mega, enggak mungkin kita mau membuat sesuatu yang tidak baik kepada KPK,” ucapnya.
Sebelumnya penyelidik meminta keterangan sejumlah pihak terperiksa. Mereka di antaranya Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian 2000-2001 Rizal Ramli, Menteri Koordinator Perekonomian 2001 – 2004 Dorodjatun Kuntjoro Jakti, mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, mantan Menteri BUMN Rini M Soemarno (kini Menteri BUMN di Kabinet Kerja Jokowi), Menko Perekonomian 1999-2000, dan Kepala Bappenas 2001- 2004 Kwik Kian Gie.
Penyelidikan KPK terkait kasus SKL BLBI dimulai sejak era pimpinan KPK Jilid II yang diketuai Antasari Azhar. SKL BLBI pertama dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.
Sebelumnya dalam kasus yang sama Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitur yang diduga menerimaSKLBLBI.
Sabir laluhu
Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto. Menurut dia, status tersangkanya dan laporan terhadap tiga pimpinan KPK lain di Bareskrim Mabes Polri tidak akan menghalangi KPK untuk meneruskan penyelidikan kasus SKL BLBI.
BW – sapaan akrab Bambang Widjojanto –mengatakan, saat ini yang terjadi terhadap KPK bukan pelemahan, namun penghancuran. Meski demikian, seluruh jajaran KPK berkomitmen tetap berjalan sebagaimana biasa. Jajaran KPK juga tidak pernah punya pikiran bahwa upaya penghancuran itu bertalian dengan bermacammacam kasus yang tengah ditangani.
“Dan yang kedua, saya mau kasih tahu, kasus BLBI itu penyelidikan. Kalau masih penyelidikan, prosesnya masih panjang. Belum sampai putus akhir,” kata BW di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) ini membenarkan, KPK sudah memintai keterangan sejumlah mantan menteri keuangan (menkeu) dan mantan menteri koordinator perekonomian sebagai terperiksa.
Penanganan kasus SKL BLBI ini sekarang masih berjalan. Namun, BW belum bisa menyimpulkan bagaimana dugaan penyalahgunaan kewenangan dan siapa pihak yang bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum. “Saya belum bisa membuat kesimpulan karena belum ada ekspose, penyidiknya belum memberi laporan. Kita selesaikan semua proses itu, baru dalam ekspose diputuskan,” bebernya.
Berikutnya BW menjelaskan tataran penyelidikan setiap kasus di KPK termasuk SKL BLBI. Dalam proses penyelidikan satu kasus, ujarnya, bisa saja diterbitkan surat perintah penghentian penyelidikan kalau memang tidak ada cukup bukti. Namun, BW memastikan bahwa kasus SKL BLBI tidak akan dihentikan. “Dan, bukan berarti tidak bisa berhenti. Jadi masih panjang,” ucapnya.
Terkait posisinya di KPK, BW menyerahkan sepenuhnya ke tiga pimpinan KPK. Menurut dia, Ketua KPK Abraham Samad tentu akan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkaitan dengan tanggapan KPK atas surat permohonan pemberhentian sementara yang disampaikannya.
Meski masih merasa sebagai pimpinan, BW mengaku sudah harus mulai tahu diri. Secara yuridis formil, BW masih bisa terlibat memutus kebijakan strategis KPK. “Cuma saya termasuk harus mulai mengurangi. Ekspose masih ikut. Votemasih bisa,” katanya. Ketua Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menilai, kriminalisasi yang saat ini dihadapi KPK punya hubungan kuat dengan penyelidikan SKL BLBI yang dulu diteken oleh Ketua Umum DPP PDPI Megawati Soekarnoputri.
Kejadian ini hampir sama saat Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dikriminalisasi. Padahal, saat itu KPK sedang menangani kasus dugaan korupsi Bank Century. “Dugaan saya, ya mungkin memang ada kecenderungan bahwa penyelidikan SKL BLBI oleh KPK ini dikhawatirkan masuk ke Ibu Mega. Nah, bisa bayangkan kan kalau Mega dipanggil kemudian jadi tersangka. Indonesia akan heboh luar biasa,” ungkap Adhie.
Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi DPP PDIP Trimedya Panjaitan mengapresiasi langkah KPK mendalami dan meneruskan penyelidikan kasus SKL BLBI. Secara eksplisit dia membenarkan SKL kepada sejumlah debitur pertama kali dikeluarkan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, Trimedya berharap KPK menangani kasus ini secara proporsional dan profesional sesuai koridor hukum.
“Itu semua kita serahkan kepada KPK. Kedua ya apa hasil eksposenya ya mereka (KPK) yang tahu. Saya yakin terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK,” kata Trimedya. Anggota Komisi III DPR ini melanjutkan, PDIP secara institusi tidak pernah berkaitan dengan kejadian atau kisruh yang terjadi antara KPK-Polri. Dia memastikan PDIP juga tidak pernah berkeinginan dan berada di belakang upaya kriminalisasi pimpinan KPK.
PDIP pun tidak pernah berniat meredam upaya KPK melanjutkan penyelidikan SKL BLBI. “Enggak ada, enggak ada, enggak ada itu. Enggak ada kaitan sama SKL BLBI. Yang melanggar hukum kan bukan PDIP. KPK itu lahir pada zaman Bu Mega, enggak mungkin kita mau membuat sesuatu yang tidak baik kepada KPK,” ucapnya.
Sebelumnya penyelidik meminta keterangan sejumlah pihak terperiksa. Mereka di antaranya Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian 2000-2001 Rizal Ramli, Menteri Koordinator Perekonomian 2001 – 2004 Dorodjatun Kuntjoro Jakti, mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, mantan Menteri BUMN Rini M Soemarno (kini Menteri BUMN di Kabinet Kerja Jokowi), Menko Perekonomian 1999-2000, dan Kepala Bappenas 2001- 2004 Kwik Kian Gie.
Penyelidikan KPK terkait kasus SKL BLBI dimulai sejak era pimpinan KPK Jilid II yang diketuai Antasari Azhar. SKL BLBI pertama dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.
Sebelumnya dalam kasus yang sama Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitur yang diduga menerimaSKLBLBI.
Sabir laluhu
(ars)