KPU Mengacu Pendekatan Legalitas Formal
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan menyikapi secara adil kisruh partai politik (parpol) yang saat ini terjadi di Partai Golkar dan PPP.
Mereka menegaskan sikap penyelenggara pemilu netral dan hanya akan berpatokan pada keputusan pemerintah mengenai kepengurusan yang sah dan diakui undangundang (UU).
“Respons KPU tetap bersikap sebagaimana yang telah kami lakukan selama ini, yaitu merujuk pada aturan perundangan yang berlaku dan hal itu merupakan pendekatan legalitas formal,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik seusai bertemu dengan Ketua Umum PPP versi Surabaya M Romahurmuziy dan para pengurus di kantornya Jalan Imam Bonjol Jakarta kemarin.
KPU menurut Husni juga menghindari keterlibatan yang terlalu jauh dalam perseteruan parpol. KPU hanya berharap agar perselisihan bisa segera selesai sebelum waktu pendaftaran bakal calon dibuka oleh KPU. “Karena kami menyadari masalah yang muncul pada pilkada lebih banyak disebabkan (hal-hal) pada proses tahapan awal pencalonan. Penyebab utamanya adalah kepengurusan ganda,” ungkapnya.
Meski begitu, hingga saat ini KPU belum menerima surat resmi dari Kemenkumham mengenai kubu mana yang mendapat pengesahan kepengurusan barunya dan berhak ikut dalam pilkada. “Kami sedang bertanya ke Kemenkumham. Nanti setelah menerima penjelasan itu kami akan sampaikan ke publik,” jelasnya.
Sebelumnya PPP hasil Muktamar Surabaya mendatangi Gedung KPU untuk melakukan konsultasipilkadaserentak2015. Rombongan yang dipimpin Ketua Umum Romahurmuziy (Romi) kembali mengklaim kepengurusannya saat ini adalah yang sah karena telah diakui dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) tertanggal 28 Oktober 2014.
Dijelaskan Romi, KPU pada saat pertemuan berlangsung telah memastikan hanya akan berpegang secara institusional pada kebenaran formal dan bukan material. Maka SK itulah yang menurutnya telah sesuai dengan kebenaran formal. “Artinya KPU akan bertanya kepada instansi terkait. Mereka akan menunggu jawaban dari Menkumham atas pertanyaan yang disampaikannya tentang siapa kepengurusan PPP yang sah,” ucap Romi.
Saat ini pengakuan Kemenkumham terhadap kepengurusannya juga masih tetap berlaku. Adapun putusan sela PTUN yang meminta agar SK Kemenkumham tersebut ditunda penerapannya telah ditolak Menkumham pada saat sidang TUN tertanggal 24 November 2014. “Bahkan Menkumham kembali menegaskan pada saat rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR pekan lalu bahwa SK itulah yang menjadi patokan kepengurusan DPP partai,” lanjutnya.
Romi menambahkan, untuk sidang TUN, hasilnya akan diketahui pada Februari mendatang. Diharapkan hasilnya bisa mempertegas kepengurusan dirinya. “Kita sampaikan juga dinamika di sana (PTUN) sesuai dengan UU No 5/1986 bahwa akan dinamis sampai dengan keputusan hukum tetap. Apakah itu di pengadilan tingkat I, banding atau kasasi,” tandasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya pengurus PPP kubu Djan Faridz mendatangi KPU guna mendapatkan kepastian keikutsertaan mereka dalam pilkada. Saat itu kubu Djan Faridz beranggapan bahwa PPP yang bisa mencalonkan diri adalah kepengurusan di bawah kepemimpinan Suryadarma Ali karena hasil muktamar di Surabaya dan Jakarta belum mendapat persetujuan pemerintah.
Dian ramadhani
Mereka menegaskan sikap penyelenggara pemilu netral dan hanya akan berpatokan pada keputusan pemerintah mengenai kepengurusan yang sah dan diakui undangundang (UU).
“Respons KPU tetap bersikap sebagaimana yang telah kami lakukan selama ini, yaitu merujuk pada aturan perundangan yang berlaku dan hal itu merupakan pendekatan legalitas formal,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik seusai bertemu dengan Ketua Umum PPP versi Surabaya M Romahurmuziy dan para pengurus di kantornya Jalan Imam Bonjol Jakarta kemarin.
KPU menurut Husni juga menghindari keterlibatan yang terlalu jauh dalam perseteruan parpol. KPU hanya berharap agar perselisihan bisa segera selesai sebelum waktu pendaftaran bakal calon dibuka oleh KPU. “Karena kami menyadari masalah yang muncul pada pilkada lebih banyak disebabkan (hal-hal) pada proses tahapan awal pencalonan. Penyebab utamanya adalah kepengurusan ganda,” ungkapnya.
Meski begitu, hingga saat ini KPU belum menerima surat resmi dari Kemenkumham mengenai kubu mana yang mendapat pengesahan kepengurusan barunya dan berhak ikut dalam pilkada. “Kami sedang bertanya ke Kemenkumham. Nanti setelah menerima penjelasan itu kami akan sampaikan ke publik,” jelasnya.
Sebelumnya PPP hasil Muktamar Surabaya mendatangi Gedung KPU untuk melakukan konsultasipilkadaserentak2015. Rombongan yang dipimpin Ketua Umum Romahurmuziy (Romi) kembali mengklaim kepengurusannya saat ini adalah yang sah karena telah diakui dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) tertanggal 28 Oktober 2014.
Dijelaskan Romi, KPU pada saat pertemuan berlangsung telah memastikan hanya akan berpegang secara institusional pada kebenaran formal dan bukan material. Maka SK itulah yang menurutnya telah sesuai dengan kebenaran formal. “Artinya KPU akan bertanya kepada instansi terkait. Mereka akan menunggu jawaban dari Menkumham atas pertanyaan yang disampaikannya tentang siapa kepengurusan PPP yang sah,” ucap Romi.
Saat ini pengakuan Kemenkumham terhadap kepengurusannya juga masih tetap berlaku. Adapun putusan sela PTUN yang meminta agar SK Kemenkumham tersebut ditunda penerapannya telah ditolak Menkumham pada saat sidang TUN tertanggal 24 November 2014. “Bahkan Menkumham kembali menegaskan pada saat rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR pekan lalu bahwa SK itulah yang menjadi patokan kepengurusan DPP partai,” lanjutnya.
Romi menambahkan, untuk sidang TUN, hasilnya akan diketahui pada Februari mendatang. Diharapkan hasilnya bisa mempertegas kepengurusan dirinya. “Kita sampaikan juga dinamika di sana (PTUN) sesuai dengan UU No 5/1986 bahwa akan dinamis sampai dengan keputusan hukum tetap. Apakah itu di pengadilan tingkat I, banding atau kasasi,” tandasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya pengurus PPP kubu Djan Faridz mendatangi KPU guna mendapatkan kepastian keikutsertaan mereka dalam pilkada. Saat itu kubu Djan Faridz beranggapan bahwa PPP yang bisa mencalonkan diri adalah kepengurusan di bawah kepemimpinan Suryadarma Ali karena hasil muktamar di Surabaya dan Jakarta belum mendapat persetujuan pemerintah.
Dian ramadhani
(ars)