Pemprov DKI Minta Kewenangan Lebih

Rabu, 28 Januari 2015 - 11:35 WIB
Pemprov DKI Minta Kewenangan Lebih
Pemprov DKI Minta Kewenangan Lebih
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta meminta pemerintah pusat memberikan kewenangan lebih untuk penanganan genangan dan banjir. Sering kali penanganan banjir di Ibu Kota terbentur dengan kewenangan pemerintah pusat.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, selain buruknya sistem drainase, genangan di jalan juga disebabkan letak geografis lebih rendah dari permukaan kali, seperti di kawasan Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Solusi utama penanganan genangan di kawasan tersebut dengan meninggikan jalan. Sayangnya jalan tersebut merupakan milik pemerintah pusat.

Untuk itu, Ahok meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU dan Pera) agar memberikan kewenangan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk perbaikan jalan tersebut. “Kalau kewenangan kami ya kami kerjain , tapi kalau pusat ya enggak bisa. Saya bilang sama Menteri PU dan Pera, lebih baik Rp100 miliar untuk DKI kasih ke provinsi lain. Di Belitung Rp100 miliar sudah bisa buat hotmix . Lebih baik urus daerah lain nggak usah DKI, tapi wewenangnya kasih buat kami untuk perbaiki,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.

Selain itu, Ahok juga geram dengan ulah kontraktor Kementerian PU dan Pera menjebol tanggul Kali Sunter selebar 220 meter hingga menyebabkan banjir di kawasan Kelapa Gading. Ahok mengakui sungai tersebut merupakan kewenangan Kementerian PU dan Pera. Dia mempertanyakan mengapa mereka mengeruk sungai dengan cara menjebol tanggul di saat puncak musim hujan. Seharusnya mereka memperkuat tanggul agar Jakarta tidak terendam.

“Januari-Februari ini semua lagi siaga. Kalau orang siaga banjir bikin tanggul enggak ? Orang lain lagi kuatin tanggul, dia bongkar, dia ganti setelah kita ngamuk ,” tegasnya. Menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) jatuh pada pekan pertama Februari, Ahok terus memantau kesiapan pompa, ketinggian air sungai, dan sebagainya melalui kamera pengintai (closed circuit television/ CCTV).

Menurutnya, selama saluran air beres, pompa siap, dan tanggul kuat, banjir tidak akan lebih dari sehari karena air pasang laut tidak mungkin lebih dari enam jam. “Terpenting, jangan ada sabotase pompa, kali, tanggul, dan sebagainya,” ujarnya. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Denny Wahyu Haryanto mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai persiapan antisipasi banjir.

Hanya, ada beberapa pengerjaan normalisasi yang belum rampung sehingga 125 titik lokasi genangan belum hilang. “Memang belum berkurang titik banjir dan genangan. Hanya saja saat ini cepat surut selama 2-3 jam,” ungkapnya. Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Operasional BPBD DKI Jakarta, di Jakarta Timur genangan berada di Kampung Melayu, Bidara Cina, dan Kebon Nanas; Jakarta Barat terdapat di Tegal Alur, Rawa Buaya, Kapuk.

Jakarta Pusat di Petamburan, sedangkan Jakarta Selatan di Petogogan, Kali Pesanggrahan, dan Ulujami. Adapun di Jakarta Utara di Cilincing, Tanjung Priok, Kelapa Gading, dan Penjaringan. Sesuai Instruksi Gubernur (Ingub) No 153/2014 tentang antisipasi bencana banjir dan angin puting beliung di seluruh wilayah Jakarta, semua penanganan banjir dibagi-bagi kepada sejumlah SKPD.

Mitigasi struktural (persiapan fisik) ditangani Dinas Tata Air seperti refungsi saluran dan rumah pompa, sedangkan penyediaan logistik saat banjir menjadi kewenangan Dinas Sosial. “Untuk evakuasi saat banjir di bawah Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana serta Satpol PP,” jelasnya. Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga sependapat dengan Ahok yang meminta kewenangan lebih kepada pemerintah pusat untuk penanganan banjir.

Menurutnya, selain sulitnya merelokasi warga untuk normalisasi kali, penanganan banjir selalu berbenturan dengan kewenangan pemerintahan pusat. “Jakarta ini mampu untuk mengelola seluruh sungai di wilayahnya, apalagi jalan,” ujarnya. Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Sudin Bina Marga Jakarta Utara Arif Ritonga menuturkan, perbaikan jalan rusak saat ini terkendala cuaca ekstrem.

“Kami harus berlomba dengan cuaca untuk perbaikan. Artinya, bila cuaca cerah kami harus bergegas langsung perbaiki, tapi kalau cuaca nggak mendukung, terpaksa kami tunggu,” jelasnya. Pihaknya juga harus pintar mengatur lalu lintas ketika perbaikan dilakukan. Arif sadar sistem seperti ini membuat waktu perbaikan beberapa jalan menjadi molor dan lama.

“Jadi kalau misalnya tidak hujan dan jalan kering, kami langsung lakukan pengerjaan dengan coolmix (aspal dingin). Selain cepat kering, coolmix juga tahan air,” bebernya. Mengenai jumlah jalan rusak di Jakarta Utara, Arif mengaku pihaknya belum mendapatkan data secara pasti. Namun dari 16 jalan besar yang rusak, kemungkinan didominasi jalan nasional.

“Beberapa di antaranya Jalan Yos Sudarso, Jalan Cakung-Cilincing, Jalan RE Martadinata, dan Pluit. Sedangkan untuk lokal, yang terparah di daerah Kelapa Gading,” tuturnya. Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi menuturkan, terlepas dari faktor cuaca, pihaknya telah menginstruksikan Sudin Bina Marga menutup beberapa titik jalan berlubang. “Kalau rusak, tutup lagi. Yang jelas jangan sampai ada lubang,” ungkapnya.

Meski terkesan buang-buang anggaran, Rustam tidak peduli. Menurutnya yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat agar nyaman saat menggunakan jalan. “Ya, sementara itu dulu. Nanti kalau cuaca mendukung dan anggaran cukup maka kami akan hotmix . Yang penting lubang ketutup supaya nggak terjadi kecelakaan,” tandasnya.

Bima setiyadi/ yan yusuf
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5780 seconds (0.1#10.140)