Reklame Iklan Rokok Dilarang di Ruang Publik
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta melarang iklan rokok di sejumlah media luar ruangan publik. Larangan tersebut berlaku sejak 13 Januari lalu.
Dengan larangan tersebut, Pemprov DKI Jakarta harus rela kehilangan pendapatan dari iklan rokok sekitar Rp863 miliar per tahun. Berdasarkan masukan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat untuk menjadikan kota sehat, awal Januari lalu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan Pergub No 1/2015 tentang larangan penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang.
Reklame rokok yang masih ada di ruang publik segera ditertibkan. “Tidak ada lagi iklan rokok baik di reklame, warungwarung pinggir jalan, dan sebagainya. Sementara yang masih ada saat ini hanya tinggal menunggu izinnya berakhir,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah kemarin. Saefullah menjelaskan, pihaknya lebih mengutamakan kesehatan ketimbang pendapatan dari hasil pajak reklame dari perusahaan rokok.
Menurutnya, pendapatan pajak tidak akan berpengaruh bila sistem online berjalan baik. “Hasil pajak rokok tidak besar. Kalau sistem online jalan, pajak akan meningkat. Makannya, saya lagi kejar Kepala Dinas Pendapatan Pajak Agus Bambang untuk segera menyiapkan pajak online,” sebutnya.
Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Sri Rahayu mengatakan, alasan soal larangan iklan rokok itu sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (4) Perda No 9/2014 tentang penyelenggaraan reklame, penyelenggara reklame/biro reklame rokok, dan pemilik reklame/produk tembakau pada kawasan tertentu.
Dengan kebijakan ini, setiap penyelenggara reklame dilarang menyelenggarakan reklame rokok atau produk tembakau pada media luar ruang di seluruh wilayah DKI Jakarta. Menurut Yayuk—sapaan akrab Sri Rahayu, alasan larangan ini untuk melindungi anakanak dari pengaruh reklame rokok dan produk tembakau sehinggaterhindardari penggunaan rokok maupun zat adiktif berbahaya.
Pergub No 1/2015 juga dikeluarkan untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok. “Kami akan membentuk Tim Pengawasan dan Pengendalian Terpadu untuk mengawasi bila masih ada reklame rokok di media luar ruang. Ketika ada yang melanggar, segera ditindak, baik tertulis, pembongkaran reklame, serta pencabutan izin sebagai penyelenggara reklame,” katanya.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang S mengatakan, larangan iklan rokok di sejumlah media luar ruang publik tidak akan memengaruhi pendapatan pajak. Meski dihapus, ada sejumlah pajak yang mengalami penaikan seperti pajak tempat hiburan serta pajak bumi dan bangunan di zona elite.
Bima setiyadi
Dengan larangan tersebut, Pemprov DKI Jakarta harus rela kehilangan pendapatan dari iklan rokok sekitar Rp863 miliar per tahun. Berdasarkan masukan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat untuk menjadikan kota sehat, awal Januari lalu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan Pergub No 1/2015 tentang larangan penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang.
Reklame rokok yang masih ada di ruang publik segera ditertibkan. “Tidak ada lagi iklan rokok baik di reklame, warungwarung pinggir jalan, dan sebagainya. Sementara yang masih ada saat ini hanya tinggal menunggu izinnya berakhir,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah kemarin. Saefullah menjelaskan, pihaknya lebih mengutamakan kesehatan ketimbang pendapatan dari hasil pajak reklame dari perusahaan rokok.
Menurutnya, pendapatan pajak tidak akan berpengaruh bila sistem online berjalan baik. “Hasil pajak rokok tidak besar. Kalau sistem online jalan, pajak akan meningkat. Makannya, saya lagi kejar Kepala Dinas Pendapatan Pajak Agus Bambang untuk segera menyiapkan pajak online,” sebutnya.
Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Sri Rahayu mengatakan, alasan soal larangan iklan rokok itu sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (4) Perda No 9/2014 tentang penyelenggaraan reklame, penyelenggara reklame/biro reklame rokok, dan pemilik reklame/produk tembakau pada kawasan tertentu.
Dengan kebijakan ini, setiap penyelenggara reklame dilarang menyelenggarakan reklame rokok atau produk tembakau pada media luar ruang di seluruh wilayah DKI Jakarta. Menurut Yayuk—sapaan akrab Sri Rahayu, alasan larangan ini untuk melindungi anakanak dari pengaruh reklame rokok dan produk tembakau sehinggaterhindardari penggunaan rokok maupun zat adiktif berbahaya.
Pergub No 1/2015 juga dikeluarkan untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok. “Kami akan membentuk Tim Pengawasan dan Pengendalian Terpadu untuk mengawasi bila masih ada reklame rokok di media luar ruang. Ketika ada yang melanggar, segera ditindak, baik tertulis, pembongkaran reklame, serta pencabutan izin sebagai penyelenggara reklame,” katanya.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang S mengatakan, larangan iklan rokok di sejumlah media luar ruang publik tidak akan memengaruhi pendapatan pajak. Meski dihapus, ada sejumlah pajak yang mengalami penaikan seperti pajak tempat hiburan serta pajak bumi dan bangunan di zona elite.
Bima setiyadi
(bhr)