Bambang Pertimbangkan Mundur

Minggu, 25 Januari 2015 - 12:40 WIB
Bambang Pertimbangkan...
Bambang Pertimbangkan Mundur
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya.

“Sebagai penegak hukum saya harus konsisten, tunduk di bawah konstitusi, moral hukum, dan etik hukum,” kata Bambang di kediamannya di Kampung Bojong Lio, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat kemarin. Dia mengatakan salah satu pasal di UU Nomor 30/2002 tentang KPK menyatakan jika telah ditetapkan sebagai tersangka, pimpinan KPK akan diberhentikan melalui keputusan presiden (keppres).

“Sehingga saya mempertimbangkan untuk mengajukan pemberhentian kepada pimpinan KPK. Nanti biar pimpinan KPK yang akan mengajukan pengunduran diri saya kepada Presiden,” katanya. Menurut dia, dirinya punya alasan tersendiri dengan memilih mundur sebagai pimpinan KPK. Dia ingin menjalani proses hukumnya dengan fokus. “Saya ingin bekerja secara optimal untuk menyelesaikan persoalan saya,” kata mantan aktivis hak asasi manusia tersebut.

Jika Bambang mundur, KPK tinggal memiliki tiga orang pimpinan dari yang seharusnya lima. Belakangan ini pimpinan KPK hanya tersisa empat orang setelah Busyro Muqoddas berakhir masa jabatannya. Dengan kondisi KPK hanya akan dipimpin tiga orang, Presiden dan DPR diminta tidak membiarkan hal itu berlangsung lama karena bisa membuat KPK melemah dan upaya pemberantasan korupsi bisa terhenti.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, harus ada tindakan segera yang diambil Presiden dan DPR. Sebab, dengan hanya tiga pimpinan, keabsahan tindakan hukum KPK, termasuk dalam penuntutan, bisa dipersoalkan dan berujung pada polemik baru.

Penyebabnya, di UU KPK disebutkan bahwa KPK dipimpin lima orang. Menurut Asep, tindakan yang bisa dilakukan Presiden dan DPR adalah segera mengesahkan dua calon pimpinan KPK, yakni Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata, agar unsur pimpinan KPK kembali utuh. “Presiden, DPR, dan KPK harus duduk bersama membicarakan ini. Tapi bukan untuk membahas kasusnya (KPK Vs Polri), melainkan membicarakan nasib KPK yang kini terancam lumpuh.

Saat KPK disfungsional, itu akan membuat pemberantasan korupsi terhenti,” ujarnya kepada KORAN SINDOkemarin. Alternatif lain, kata Asep, Presiden Jokowi bisa segera menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) yang mengatur bahwa tindakan hukum KPK tetap sah meskipun pimpinannya hanya tiga orang. Saat ini ada dua tafsir mengenai pimpinan KPK.

Sebagian berpendapat jumlah pimpinan KPK saat membuat putusan harus lima orang, tetapi sebagian berpendapat tindakan itu bisa dipersoalkan jika pimpinan kurang dari lima orang. Asep mengatakan, jika dua jalan tersebut tidak segera ditempuh Presiden dan DPR, dia mencurigai memang ada skenario pelemahan KPK oleh dua lembaga tinggi negara ini.

Menurutnya, akan timbul kesan bahwa ada agenda untuk melemahkan KPK sebagai bentuk balas dendam atas apa yang dilakukan KPK, terutama saat menjadikan calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka. “Saya khawatir DPR dan Presiden memang sengaja menggantung ini. Kalau tidak ada langkah konkret, tidak bisa disalahkan jika orang mulai curiga ada persekongkolan melumpuhkan KPK. Kalau itu terjadi, rakyat bisa bertindak,” ujarnya.

Di lain pihak, pegiat hukum yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Todung Mulya Lubis menilai saat ini Bambang masih sah sebagai pimpinan KPK. Dengan begitu Bambang tetap bisa bekerja seperti biasa. Menurut Todung, nonaktifnya Bambang masih akan menunggu keluarnya keppres.

“Memang seharusnya nonaktif, tapi belum ada keppres kan mengenai itu dan dia masih bisa berfungsi,” kata Todung di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, kemarin. Soal kapan dikeluarkannya keppres, menurut Todung, hal itu kewenangan Presiden. Namun dia berkaca pada apa yang dialami calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tetapi masih bisa beraktivitas layaknya pejabat kepolisian lainnya.

“Jangan lupa Budi Gunawan juga sudah dijadikan tersangka, tapi masih bisa menjalankan fungsinya. Ini kan satu hal yang perlu dikritik,” tambahnya. Meski nantinya Bambang harus dinonaktifkan, Todung menilai hal itu tidak akan mengganggu jalannya kerja KPK. “Dua atau tiga pimpinan KPK, mereka itu kanpimpinan sah menurut UU. Mereka tetap sah untuk mengeluarkan putusan apa pun,” tandasnya.

Guru besar hukum tata negara UGM Denny Indrayana mengatakan status Bambang tetap sebagai pimpinan KPK meski telah dijadikan tersangka. “Melihat Undang-Undang KPK Pasal 32 ayat 2, disebutkan bahwa pimpinan KPK yang menjadi tersangka akan diberhentikan sementara. Namun di ayat 3 disebut pemberhentian itu dilakukan oleh Presiden,” kata Denny saat menyambut Bambang kembali ke Gedung KPK setelah berada di Bareskrim Polri lebih dari 12 jam dini hari kemarin.

Denny juga mengatakan pemberhentian Bambang sebagai pimpinan KPK baru bisa terjadi secara hukum apabila Presiden mengeluarkan keppres. “Selama keppres belum keluar, Bambang Widjojanto tetap pimpinan KPK yang sah,” kata dia. Denny juga mengungkapkan, penetapan Bambang sebagai tersangka adalah kriminalisasi yang dilakukan Polri.

“Saya melihat kasus ini serangan balik kepada KPK. Presiden Jokowi harus jeli memutuskan,” ujar dia. Bambang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas dugaan menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di muka persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010.

Bambang ditangkap pada pada Jumat (23/1) pagi seusai mengantarkan anaknya bersekolah di daerah Depok, Jawa Barat. Setelah berada di Bareskrim Mabes Polri selama 16 jam, Bambang akhirnya dibebaskan dini hari kemarin setelah sebelumnya sempat dinyatakan ditahan.

Dian ramdhani/Bakti m/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0982 seconds (0.1#10.140)