Semua demi Keluarga
A
A
A
Demi merintis usaha ini, Andika dan Anniesa telah mengorbankan banyak hal, termasuk pendidikan. Saat memutuskan menikah, mereka sama-sama berstatus mahasiswa.
Andika sebagai mahasiswa di STIE TAMA Jagakarsa, Anniesa mahasiswi Universitas Indonesia. Mereka tidak merasa kerepotan menjalani dua status sekaligus sebagai suami/istri dan mahasiswa. Pada 2006, dengan kelahiran Nadira Azra Surachman, peran mereka bertambah satu lagi.
Semua masih bisa terkendali dengan baik. Hingga tiba saatnya mereka juga menjadi penopang bagi ibu dan tiga adik Anniesa setelah ayah Anniesa meninggal pada 2008. Di masa awal merintis usaha, kondisi keuangan keluarga goyah lantaran usaha yang diharapkan tidak berjalan mulus. Mereka pun dihadapkan pada pilihan antara tetap melanjutkan kuliah atau tiga adik mereka yang bersekolah.
“Jika kami tetap kuliah, bisa-bisa tiga adik kami tidak bisa melanjutkan sekolah. Akhirnya kami putuskan untuk fokus bekerja dan berhenti kuliah,” ujar Andika. “Padahal, kami sudah di semester akhir dan tinggal menyelesaikan skripsi,” timpal Anniesa. Andika dan Anniesa memang menikah di usia muda, yaitu 20 tahun dan 19 tahun.
Keberanian Andika meminang Anniesa di usia belia sempat tidak diterima oleh ayah Anniesa. Akhirnya, sang ayah memberikan restu, asalkan Anniesa tetap kuliah. Walaupun pada akhirnya Anniesa tidak bisa menyelesaikan studinya hingga lulus. “Mengorbankan kepentingan sendiri tapi untuk adik-adik, kenapa tidak?” kilah Anniesa. Beruntung, dalam kondisi sulit apa pun mereka tetap bisa saling dukung.
Toh , roda kehidupan itu berputar. Mereka meyakini hal tersebut dengan terus bersabar, bekerja keras, dan berharap pada Tuhan. Saat itu, bagi pasangan ini, tidak ada waktu untuk senang-senang layaknya teman seumuran mereka. Tak ada istilah nongkrong atau ngopi bersama teman. Mereka memfokuskan diri agar bisa mencari uang demi biaya hidup dan sekolah adik-adik.
“Situasi sesulit apa pun harus tetap ada dukungan keluarga,” ucap Andika. Kini mereka mulai memetik hasil manis dari perjuangan selama ini. Mereka bersyukur, apa yang selama ini diperjuangkan dan korbankan tidak sia-sia. Tak melulu soal bisnis, mereka juga akan merintis sebuah yayasan sosial, First Foundation, dalam waktu dekat.
Anniesa mengatakan, hidup harus seimbang, maka mereka pun membuat yayasan. Yayasan ini menyasar anak-anak usia sekolah dengan memberikan beasiswa, penyediaan keperluan sekolah, hingga pembangunan masjid. Agar tepat sasaran, beasiswa diserahkan langsung kepada pihak sekolah.
Mereka lebih memprioritaskan memberi bantuan yang bisa mendorong kemampuan (skill ) anak sekolah. Misalnya, pemberian sepeda motor ke SMK jurusan automotif untuk diutak-atik. “Dengan begitu, mereka punya keahlian selepas lulus sekolah,” harap Andika.
Ema malini
Andika sebagai mahasiswa di STIE TAMA Jagakarsa, Anniesa mahasiswi Universitas Indonesia. Mereka tidak merasa kerepotan menjalani dua status sekaligus sebagai suami/istri dan mahasiswa. Pada 2006, dengan kelahiran Nadira Azra Surachman, peran mereka bertambah satu lagi.
Semua masih bisa terkendali dengan baik. Hingga tiba saatnya mereka juga menjadi penopang bagi ibu dan tiga adik Anniesa setelah ayah Anniesa meninggal pada 2008. Di masa awal merintis usaha, kondisi keuangan keluarga goyah lantaran usaha yang diharapkan tidak berjalan mulus. Mereka pun dihadapkan pada pilihan antara tetap melanjutkan kuliah atau tiga adik mereka yang bersekolah.
“Jika kami tetap kuliah, bisa-bisa tiga adik kami tidak bisa melanjutkan sekolah. Akhirnya kami putuskan untuk fokus bekerja dan berhenti kuliah,” ujar Andika. “Padahal, kami sudah di semester akhir dan tinggal menyelesaikan skripsi,” timpal Anniesa. Andika dan Anniesa memang menikah di usia muda, yaitu 20 tahun dan 19 tahun.
Keberanian Andika meminang Anniesa di usia belia sempat tidak diterima oleh ayah Anniesa. Akhirnya, sang ayah memberikan restu, asalkan Anniesa tetap kuliah. Walaupun pada akhirnya Anniesa tidak bisa menyelesaikan studinya hingga lulus. “Mengorbankan kepentingan sendiri tapi untuk adik-adik, kenapa tidak?” kilah Anniesa. Beruntung, dalam kondisi sulit apa pun mereka tetap bisa saling dukung.
Toh , roda kehidupan itu berputar. Mereka meyakini hal tersebut dengan terus bersabar, bekerja keras, dan berharap pada Tuhan. Saat itu, bagi pasangan ini, tidak ada waktu untuk senang-senang layaknya teman seumuran mereka. Tak ada istilah nongkrong atau ngopi bersama teman. Mereka memfokuskan diri agar bisa mencari uang demi biaya hidup dan sekolah adik-adik.
“Situasi sesulit apa pun harus tetap ada dukungan keluarga,” ucap Andika. Kini mereka mulai memetik hasil manis dari perjuangan selama ini. Mereka bersyukur, apa yang selama ini diperjuangkan dan korbankan tidak sia-sia. Tak melulu soal bisnis, mereka juga akan merintis sebuah yayasan sosial, First Foundation, dalam waktu dekat.
Anniesa mengatakan, hidup harus seimbang, maka mereka pun membuat yayasan. Yayasan ini menyasar anak-anak usia sekolah dengan memberikan beasiswa, penyediaan keperluan sekolah, hingga pembangunan masjid. Agar tepat sasaran, beasiswa diserahkan langsung kepada pihak sekolah.
Mereka lebih memprioritaskan memberi bantuan yang bisa mendorong kemampuan (skill ) anak sekolah. Misalnya, pemberian sepeda motor ke SMK jurusan automotif untuk diutak-atik. “Dengan begitu, mereka punya keahlian selepas lulus sekolah,” harap Andika.
Ema malini
(bbg)