Presiden Yaman Sepakat Damai
A
A
A
SANAA - Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi membuat kesepakatan damai dengan pemberontak Houti untuk mengakhiri ketegangan di ibu kota Sana’a. Pemberontak Syiah Houthi sepakat untuk menarik diri dari istana kepresidenan dan kompleks rumah Presiden Hadi.
Kesepakatan itu tercapai setelah ada jaminan perubahan konstitusi dan pembagian kekuasaan dalam pertemuan yang diikuti berbagai pihak bertikai di Sana’a pada Rabu (21/1) waktu setempat. “Houthi memiliki hak untuk menduduki semua institusi negara,” kata Hadi, dikutip Al Jazeera. Hadi menambahkan, draf konstitusi yang menjadi sumber konflik antara dirinya dan Houthi juga akan diamendemen.
“Draf konstitusi akan diamendemen, dihapus, dan ditambah,” ungkapnya. Sebagai imbalan atas kesepakatan itu, milisi Houthi juga akan menarik diri dari pangkalan misil dan berjanji untuk membebaskan Kepala Staf Kepresidenan Ahmed Awad bin Mubarak yang diculik milisi. Presiden Hadi juga meminta seluruh pihak baik pegawai swasta maupun pemerintah untuk kembali bekerja secara normal.
Dilaporkan Reuters, seorang pejabat penting gerakan Houthi mendukung pernyataan Presiden Hadi yang berusaha memecahkan krisis politik. Houthi juga telah sepakat dengan solusi yang ditawarkan Hadi berupa pembagian kekuasaan. Sedangkan para saksi mata mengungkapkan, para milisi Houthi masih berada di luar istana kepresidenan.
Mereka masih mengepung istana kepresidenan dan kediaman pribadi Hadi. Fakta itu bertentangan dengan pernyataan Presiden Hadi yang mengungkapkan gerilyawan Houthi telah sepakat menarik diri. Mengenai penarikan pasukan, Mohammed al-Bukhaiti, anggota komite Houthi, mengungkapkan, penarikan milisi dan pembebasan Kepala Staf Kepresidenan Ahmed Awad bin Mubarak akan dilaksanakan dalam satu, dua, atau tiga hari mendatang.
“Kesepakatan itu dilaksanakan jika pemerintah berkomitmen untuk mengimplementasi ihwal yang telah dijanjikan,” kata Bukhaiti. Sementara itu, Al Jazeera melaporkan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh merupakan orang di belakang ketegangan di Yaman. Kabar itu setelah bocornya percakapan telepon antara Saleh dan para pemberontak.
Dalam rekaman percakapan yang diperoleh Al Jazeera, Saleh akan mengoordinasikan gerakan politik dan militer bersama Abdul Wahid Abu Ras, seorang pemimpin Houthi. Sementara itu, sekitar 100 warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Sana'a, Yaman diminta menjauhi area rawan konflik. Itu menyusul situasi di negara itu yang genting setelah istana presiden Yaman dikuasai pemberontak Houthi.
Pemerintah Indonesia memperingatkan para WNI di Yaman untuk ekstra waspada. Imbauan itu juga diberikan kepada WNI yang hendak bepergian ke Yaman. “Kita tidak bisa melarang, tapi kita selalu meminta kepada WNI untuk meningkatkan kewaspadaan,” ucap juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nassir, kemarin.
Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Sana’a juga selalu siap memberikan perlindungan kepada para WNI. Jumlah WNI di Yaman, kata dia, mencapai 3.600 orang. Dari jumlah itu, sekitar 100 di antaranya berada di Sanaa. Sedangkan mayoritas WNI di Yaman menetap di Kota Hadaratul Maut, yang berjarak sekitar 500 km dari Kota Sana’a.
Andika hendra m
Kesepakatan itu tercapai setelah ada jaminan perubahan konstitusi dan pembagian kekuasaan dalam pertemuan yang diikuti berbagai pihak bertikai di Sana’a pada Rabu (21/1) waktu setempat. “Houthi memiliki hak untuk menduduki semua institusi negara,” kata Hadi, dikutip Al Jazeera. Hadi menambahkan, draf konstitusi yang menjadi sumber konflik antara dirinya dan Houthi juga akan diamendemen.
“Draf konstitusi akan diamendemen, dihapus, dan ditambah,” ungkapnya. Sebagai imbalan atas kesepakatan itu, milisi Houthi juga akan menarik diri dari pangkalan misil dan berjanji untuk membebaskan Kepala Staf Kepresidenan Ahmed Awad bin Mubarak yang diculik milisi. Presiden Hadi juga meminta seluruh pihak baik pegawai swasta maupun pemerintah untuk kembali bekerja secara normal.
Dilaporkan Reuters, seorang pejabat penting gerakan Houthi mendukung pernyataan Presiden Hadi yang berusaha memecahkan krisis politik. Houthi juga telah sepakat dengan solusi yang ditawarkan Hadi berupa pembagian kekuasaan. Sedangkan para saksi mata mengungkapkan, para milisi Houthi masih berada di luar istana kepresidenan.
Mereka masih mengepung istana kepresidenan dan kediaman pribadi Hadi. Fakta itu bertentangan dengan pernyataan Presiden Hadi yang mengungkapkan gerilyawan Houthi telah sepakat menarik diri. Mengenai penarikan pasukan, Mohammed al-Bukhaiti, anggota komite Houthi, mengungkapkan, penarikan milisi dan pembebasan Kepala Staf Kepresidenan Ahmed Awad bin Mubarak akan dilaksanakan dalam satu, dua, atau tiga hari mendatang.
“Kesepakatan itu dilaksanakan jika pemerintah berkomitmen untuk mengimplementasi ihwal yang telah dijanjikan,” kata Bukhaiti. Sementara itu, Al Jazeera melaporkan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh merupakan orang di belakang ketegangan di Yaman. Kabar itu setelah bocornya percakapan telepon antara Saleh dan para pemberontak.
Dalam rekaman percakapan yang diperoleh Al Jazeera, Saleh akan mengoordinasikan gerakan politik dan militer bersama Abdul Wahid Abu Ras, seorang pemimpin Houthi. Sementara itu, sekitar 100 warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Sana'a, Yaman diminta menjauhi area rawan konflik. Itu menyusul situasi di negara itu yang genting setelah istana presiden Yaman dikuasai pemberontak Houthi.
Pemerintah Indonesia memperingatkan para WNI di Yaman untuk ekstra waspada. Imbauan itu juga diberikan kepada WNI yang hendak bepergian ke Yaman. “Kita tidak bisa melarang, tapi kita selalu meminta kepada WNI untuk meningkatkan kewaspadaan,” ucap juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nassir, kemarin.
Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Sana’a juga selalu siap memberikan perlindungan kepada para WNI. Jumlah WNI di Yaman, kata dia, mencapai 3.600 orang. Dari jumlah itu, sekitar 100 di antaranya berada di Sanaa. Sedangkan mayoritas WNI di Yaman menetap di Kota Hadaratul Maut, yang berjarak sekitar 500 km dari Kota Sana’a.
Andika hendra m
(bbg)