Bogor Larang Angkot Tua Beroperasi
A
A
A
BOGOR - Angkutan perkotaan (angkot) tua atau yang izin trayeknya habis lebih dari 10 tahun dilarang beroperasi di Kota Bogor. Kebijakan ini untuk mengurangi kemacetan yang semakin parah.
Pelarangan ini dengan tidak memperpanjang izin trayek dan uji kir terhadap 220 angkot yang sudah kedaluwarsa. ”Yang jelas, semua angkot ini tidak boleh lagi dilakukan peremajaan,” ujar Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto kemarin. Kebijakan ini sengaja diberlakukan untuk mengurangi kemacetan di pusat kota yang selama ini salah satu penyebabnya adalah banyaknya angkot.
Menurut dia, sebenarnya sangat banyak angkot tidak laik jalan, namun Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor kerap memperpanjang izinnya. Berdasarkan data DLLAJ Kota Bogor, 220 angkot yang telah kedaluwarsa itu tersebar di beberapa trayek, seperti trayek 09 jurusan Sukasari-Ciparigi, 06 Ramayana-Ciheuleut, 13 Bantarkemang-Ramayana, dan 03 Terminal Baranangsiang-Bubulak.
Terhadap 220 pemilik angkot tersebut, Pemkot Bogor akan menawarkan perpanjangan usaha angkutannya melalui penggabungan dengan Trans Pakuan. ”Kami akan keluarkan kebijakan jika mereka masih ingin memperpanjang usahanya dengan penawaran tiga angkot menjadi satu bus Trans Pakuan,” kata Bima.
Namun jika pengusaha atau pemilik angkot tidak ingin menggabungkan tiga angkot menjadi satu bus Trans Pakuan, Pemkot Bogor mengeluarkan keputusan angkot-angkot ini akan menjadi feeder (pengumpan). ”Nanti yang beredar dan lalu lalang di pusat kota adalah bus Trans Pakuan, sementara angkot hanya feeder dan mengangkut penumpang ke perumahan-perumahan serta daerah yang belum tersentuh angkot,” terangnya.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor M Ischak AR mengatakan, kebijakan pelarangan perpanjangan izin trayek dan kir angkot sangat keliru. ”Solusi pengurangan angkot dengan cara melarang peremajaan angkot melalui konversi tiga angkot menjadi satu bus Trans Pakuan itu sudah lama dan tidak semudah itu diterapkan,” ujarnya.
Menurut dia, solusi mengurangi angkot dengan memperbanyak transportasi massal bus Trans Pakuan selama ini tidak menjawab permasalahan kemacetan. Bahkan, Trans Pakuan yang dikelola Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) selalu mengalami kerugian. ”Bagaimana para pemilik angkot mau menerima atau berminat dengan kebijakan tersebut. Selama ini Trans Pakuan selalu merugi dan pengelolaannya masih acakacakan,” katanya.
Maka itu, Organda dengan tegas menolak kebijakan yang dikeluarkan Pemkot Bogor. ”Kami pasti tidak mau jika kami dipaksa untuk melakukan konversi dari 3 angkot menjadi 1 bus Trans Pakuan, sama saja dengan membuat kekonyolan sendiri,” tandasnya. Dia menambahkan, saat ini jumlah angkot yang beredar di Kota Bogor tinggal 3.412 unit, bahkan pemkot pun tidak akan lagi mengeluarkan izin trayek baru.
Pengamat transportasi dan peneliti dari Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Universitas Indonesia Boy Berawi setuju dengan kebijakan Pemkot Bogor karena teknologi kendaraan yang sudah tua tertinggal jauh dengan perkembangan saat ini. Terutama dalam hal keselamatan penumpang yang ada di kendaraan baru.
”Sangat setuju dan penting untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang,” ujarnya. Jika angkot dibatasi maka harus ada regenerasi dengan kendaraan yang teknologinya lebih canggih dan aman bagi penumpang. Artinya ada kesadaran dari pemerintah dalam hal memikirkan keselamatan penumpang. Angkutan umum saat ini peralatannya terhitung seadanya. ”Jadi memang perlu ada regenerasi,” ucapnya.
Haryudi/R ratna purnama
Pelarangan ini dengan tidak memperpanjang izin trayek dan uji kir terhadap 220 angkot yang sudah kedaluwarsa. ”Yang jelas, semua angkot ini tidak boleh lagi dilakukan peremajaan,” ujar Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto kemarin. Kebijakan ini sengaja diberlakukan untuk mengurangi kemacetan di pusat kota yang selama ini salah satu penyebabnya adalah banyaknya angkot.
Menurut dia, sebenarnya sangat banyak angkot tidak laik jalan, namun Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor kerap memperpanjang izinnya. Berdasarkan data DLLAJ Kota Bogor, 220 angkot yang telah kedaluwarsa itu tersebar di beberapa trayek, seperti trayek 09 jurusan Sukasari-Ciparigi, 06 Ramayana-Ciheuleut, 13 Bantarkemang-Ramayana, dan 03 Terminal Baranangsiang-Bubulak.
Terhadap 220 pemilik angkot tersebut, Pemkot Bogor akan menawarkan perpanjangan usaha angkutannya melalui penggabungan dengan Trans Pakuan. ”Kami akan keluarkan kebijakan jika mereka masih ingin memperpanjang usahanya dengan penawaran tiga angkot menjadi satu bus Trans Pakuan,” kata Bima.
Namun jika pengusaha atau pemilik angkot tidak ingin menggabungkan tiga angkot menjadi satu bus Trans Pakuan, Pemkot Bogor mengeluarkan keputusan angkot-angkot ini akan menjadi feeder (pengumpan). ”Nanti yang beredar dan lalu lalang di pusat kota adalah bus Trans Pakuan, sementara angkot hanya feeder dan mengangkut penumpang ke perumahan-perumahan serta daerah yang belum tersentuh angkot,” terangnya.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor M Ischak AR mengatakan, kebijakan pelarangan perpanjangan izin trayek dan kir angkot sangat keliru. ”Solusi pengurangan angkot dengan cara melarang peremajaan angkot melalui konversi tiga angkot menjadi satu bus Trans Pakuan itu sudah lama dan tidak semudah itu diterapkan,” ujarnya.
Menurut dia, solusi mengurangi angkot dengan memperbanyak transportasi massal bus Trans Pakuan selama ini tidak menjawab permasalahan kemacetan. Bahkan, Trans Pakuan yang dikelola Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) selalu mengalami kerugian. ”Bagaimana para pemilik angkot mau menerima atau berminat dengan kebijakan tersebut. Selama ini Trans Pakuan selalu merugi dan pengelolaannya masih acakacakan,” katanya.
Maka itu, Organda dengan tegas menolak kebijakan yang dikeluarkan Pemkot Bogor. ”Kami pasti tidak mau jika kami dipaksa untuk melakukan konversi dari 3 angkot menjadi 1 bus Trans Pakuan, sama saja dengan membuat kekonyolan sendiri,” tandasnya. Dia menambahkan, saat ini jumlah angkot yang beredar di Kota Bogor tinggal 3.412 unit, bahkan pemkot pun tidak akan lagi mengeluarkan izin trayek baru.
Pengamat transportasi dan peneliti dari Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Universitas Indonesia Boy Berawi setuju dengan kebijakan Pemkot Bogor karena teknologi kendaraan yang sudah tua tertinggal jauh dengan perkembangan saat ini. Terutama dalam hal keselamatan penumpang yang ada di kendaraan baru.
”Sangat setuju dan penting untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang,” ujarnya. Jika angkot dibatasi maka harus ada regenerasi dengan kendaraan yang teknologinya lebih canggih dan aman bagi penumpang. Artinya ada kesadaran dari pemerintah dalam hal memikirkan keselamatan penumpang. Angkutan umum saat ini peralatannya terhitung seadanya. ”Jadi memang perlu ada regenerasi,” ucapnya.
Haryudi/R ratna purnama
(bbg)