Revitalisasi Teluk Benoa, Bali Miliki Brand Wisata Baru
A
A
A
JAKARTA - Revitalisasi Teluk Benoa, mengandung konsep Tri Hita Karana, yaitu bagaimana pembangunan yang ada berdasar pada hubungnan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Budayawan Bali I Gusti Ngurah Bagus Muditha mengatakan, jika revitalisasi Teluk Benoa dilakukan, akan ada brand wisata baru di Bali, sehingga wisata Bali tidak monoton. Di Teluk Benoa, selain fasilitas-fasilitas bagi wisatawan juga nantinya ada pusat budaya, pusat kegiatan nelayan, pusat pengembangan biotani.
"Sekarang kita lihat eksistingnya Teluk Benoa. Banyak sampah menumpuk, siapa yang akan benahi kalau tidak ada revitalisasi?" ujar Muditha dalam keterangan persnya, Senin (19/1/2015).
Atas dasar itulah, dia menyangkal adanya asumsi yang mengatakan bahwa revitalisasi Teluk Benoa adalah pembangunan yang akan berpotensi merusak kebudayaan pulau Dewata. Menurutnya dengan revitalisasi itu, kebudayaan Bali, tidak akan tergerus. Bahkan, semakin melestarikan kebudayaan yang ada.
"Mereka yang berasumsi revitalisasi akan merusak kebudayakan itu, karena belum melihat konsepnya secara komprehesnif. Asumsi itu hanya khayalan negatif mereka saja. Realitanya, tidak seperti itu," tukasnya.
Kondisi Teluk Benoa saat ini memprihatinkan, karena terjadi pendangkalan yang mengancam kehidupan hutan mangrove akibat sedimentasi. Bahkan, Teluk Benoa dipenuhi sampah sisa pembangunan jalan tol, maupun sampah rumah tangga. Kondisi ini mendorong pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 51/2014 yang membolehkan dilakukan revitalisasi di Teluk Benoa.
Luas perairan Teluk Benoa sekitar 1.400 Hektare, area yang akan direklamasi seluas 700 Hektare (50 persen), dan hanya 400 Hektare (28,5 persen) yang akan dikembangkan sebagai pusat-pusat wisata baru.
Sisanya seluas 300 Hektare beserta perairan Teluk Benoa akan didedikasikan untuk ruang terbuka hijau dan fasilitas sosial serta fasilitas umum (fasos fasum). Studi kelayakan bersama yang dilakukan IPB, ITB, UGM, ITS dan Unhas juga menghasilkan kesimpulan, kawasan Teluk Benoa dapat direvitalisasi.
Budayawan Bali I Gusti Ngurah Bagus Muditha mengatakan, jika revitalisasi Teluk Benoa dilakukan, akan ada brand wisata baru di Bali, sehingga wisata Bali tidak monoton. Di Teluk Benoa, selain fasilitas-fasilitas bagi wisatawan juga nantinya ada pusat budaya, pusat kegiatan nelayan, pusat pengembangan biotani.
"Sekarang kita lihat eksistingnya Teluk Benoa. Banyak sampah menumpuk, siapa yang akan benahi kalau tidak ada revitalisasi?" ujar Muditha dalam keterangan persnya, Senin (19/1/2015).
Atas dasar itulah, dia menyangkal adanya asumsi yang mengatakan bahwa revitalisasi Teluk Benoa adalah pembangunan yang akan berpotensi merusak kebudayaan pulau Dewata. Menurutnya dengan revitalisasi itu, kebudayaan Bali, tidak akan tergerus. Bahkan, semakin melestarikan kebudayaan yang ada.
"Mereka yang berasumsi revitalisasi akan merusak kebudayakan itu, karena belum melihat konsepnya secara komprehesnif. Asumsi itu hanya khayalan negatif mereka saja. Realitanya, tidak seperti itu," tukasnya.
Kondisi Teluk Benoa saat ini memprihatinkan, karena terjadi pendangkalan yang mengancam kehidupan hutan mangrove akibat sedimentasi. Bahkan, Teluk Benoa dipenuhi sampah sisa pembangunan jalan tol, maupun sampah rumah tangga. Kondisi ini mendorong pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 51/2014 yang membolehkan dilakukan revitalisasi di Teluk Benoa.
Luas perairan Teluk Benoa sekitar 1.400 Hektare, area yang akan direklamasi seluas 700 Hektare (50 persen), dan hanya 400 Hektare (28,5 persen) yang akan dikembangkan sebagai pusat-pusat wisata baru.
Sisanya seluas 300 Hektare beserta perairan Teluk Benoa akan didedikasikan untuk ruang terbuka hijau dan fasilitas sosial serta fasilitas umum (fasos fasum). Studi kelayakan bersama yang dilakukan IPB, ITB, UGM, ITS dan Unhas juga menghasilkan kesimpulan, kawasan Teluk Benoa dapat direvitalisasi.
(kur)