Karikatur Nabi Pelecehan untuk Seluruh Umat Beragama
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh lintas agama di Indonesia menyampaikan pandangannya atas kasus pelecehan agama oleh media satire asal Prancis Charlie Hebdo yang berujung pada penembakan yang menimbulkan korban jiwa.
Tokoh umat Hindu Nyoman Udayana menilai apa yang dilakukan Charlie Hebdo dengan menampilkan karikatur Nabi Muhammad SAW melukai seluruh umat beragama, bukan hanya umat Islam. Menurutnya, simbol agama tak boleh dipermainkan. ”Agama tidak boleh direndahkan. Semua pemeluk agama akan merasakan pelecehan itu, semua agama mengutuk.
Kalau di Indonesia itu sudah masuk kategori SARA,” katanya seusai pertemuan tokoh lintas agama di Gedung PGI, Salemba, Jakarta kemarin. Menurutnya, Indonesia dapat mengambil peran dalam penyelesaian kasus Charlie Hebdo. Apalagi Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat toleransi beragamanya yang tinggi.
“Itu adalah isu global, semua umat beragama di dunia ikut kena, perlu ada wakil dari Kementerian Agama atau majelis umat beragama untuk ikut berperan dalam penyelesaian kasus tersebut,” kata Udhayana. Rohaniwan Katolik Romo Franz Magnis Suseno mengatakan, dalam kehidupan masyarakat modern, kebebasan berekspresi menjadi penting untuk menangkis rekayasa kekuasaan. Namun, dari aspek moral, kebebasan itu harus digunakan secara bertanggung jawab.
Menurutnya, ada garis tipis antara satire dengan penghinaan atau pelecehan. “Satire itu menyindir dengan mengajukan kritik agar diperhatikan. Melecehkan itu merupakan tindakan merendahkan dan tidak menghargai nilai yang dianut orang lain. Yang dilakukan Charlie Habdo itu melecehkan, bukan satire,” kata Magnis.
Cara terbaik untuk menyelesaikan kasus Charlie Hebdo, menurut Magnis, adalah dengan mendiamkannya dan tidak meresponsnya secara berlebihan. “Kata Gus Dur, Tuhan itu tidak perlu pembela. Makanya harus tenang dan jangan langsung tersulut emosi. Tapi kalau sekadar menyampaikan peringatan kepada Charlie Hebdo, boleh saja,” ujarnya.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyeru umat Islam di Indonesia untuk tidak terprovokasi kasus penistaan agama oleh Charlie Hebdo dengan menampilkan karikatur Nabi Muhammad SAW. “Apa pun kekecewaan dan amarah kita atas penghinaan seseorang terhadap keyakinan kita, tak lantas membolehkan kita berbuat kekerasan,” ujarnya.
Menurutnya, Rasulullah mencontohkansaat dihinajustru mendoakan kaum yang menghinanya tersebut, bukan membalasnya dengan kekerasan. Menag menyesalkan kebebasan pers yang tidak menghormati keyakinan umat beragama, termasuk keyakinan umat Islam yang tak boleh menggambar wujud fisik Nabi Muhammad SAW.
“Reaksi emosional Charlie Hebdo dengan menggalang kekuatan dengan cara membuat karikatur besarbesaran justru akan memperkeruh keadaan dan bisa menimbulkan reaksi balik yang lebih keras,” sebutnya. Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Muti menilai tindakan pelecehan Charlie Hebdo bukan didasari ideologi agama tertentu, melainkan berdasarkan nilai liberalisme dan sekularisme yang mereka anut.
“Mereka sengaja ingin melakukan delegitimasi dan desakralisasi agama, tujuannya untuk melemahkan agama dan menjauhkannya dari ruang publik,” ungkapnya. Di samping itu, Abdul Muti menilai aksi media tersebut sangat kuat dilatarbelakangi motif ekonomi.
Khoirul muzakki
Tokoh umat Hindu Nyoman Udayana menilai apa yang dilakukan Charlie Hebdo dengan menampilkan karikatur Nabi Muhammad SAW melukai seluruh umat beragama, bukan hanya umat Islam. Menurutnya, simbol agama tak boleh dipermainkan. ”Agama tidak boleh direndahkan. Semua pemeluk agama akan merasakan pelecehan itu, semua agama mengutuk.
Kalau di Indonesia itu sudah masuk kategori SARA,” katanya seusai pertemuan tokoh lintas agama di Gedung PGI, Salemba, Jakarta kemarin. Menurutnya, Indonesia dapat mengambil peran dalam penyelesaian kasus Charlie Hebdo. Apalagi Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat toleransi beragamanya yang tinggi.
“Itu adalah isu global, semua umat beragama di dunia ikut kena, perlu ada wakil dari Kementerian Agama atau majelis umat beragama untuk ikut berperan dalam penyelesaian kasus tersebut,” kata Udhayana. Rohaniwan Katolik Romo Franz Magnis Suseno mengatakan, dalam kehidupan masyarakat modern, kebebasan berekspresi menjadi penting untuk menangkis rekayasa kekuasaan. Namun, dari aspek moral, kebebasan itu harus digunakan secara bertanggung jawab.
Menurutnya, ada garis tipis antara satire dengan penghinaan atau pelecehan. “Satire itu menyindir dengan mengajukan kritik agar diperhatikan. Melecehkan itu merupakan tindakan merendahkan dan tidak menghargai nilai yang dianut orang lain. Yang dilakukan Charlie Habdo itu melecehkan, bukan satire,” kata Magnis.
Cara terbaik untuk menyelesaikan kasus Charlie Hebdo, menurut Magnis, adalah dengan mendiamkannya dan tidak meresponsnya secara berlebihan. “Kata Gus Dur, Tuhan itu tidak perlu pembela. Makanya harus tenang dan jangan langsung tersulut emosi. Tapi kalau sekadar menyampaikan peringatan kepada Charlie Hebdo, boleh saja,” ujarnya.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyeru umat Islam di Indonesia untuk tidak terprovokasi kasus penistaan agama oleh Charlie Hebdo dengan menampilkan karikatur Nabi Muhammad SAW. “Apa pun kekecewaan dan amarah kita atas penghinaan seseorang terhadap keyakinan kita, tak lantas membolehkan kita berbuat kekerasan,” ujarnya.
Menurutnya, Rasulullah mencontohkansaat dihinajustru mendoakan kaum yang menghinanya tersebut, bukan membalasnya dengan kekerasan. Menag menyesalkan kebebasan pers yang tidak menghormati keyakinan umat beragama, termasuk keyakinan umat Islam yang tak boleh menggambar wujud fisik Nabi Muhammad SAW.
“Reaksi emosional Charlie Hebdo dengan menggalang kekuatan dengan cara membuat karikatur besarbesaran justru akan memperkeruh keadaan dan bisa menimbulkan reaksi balik yang lebih keras,” sebutnya. Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Muti menilai tindakan pelecehan Charlie Hebdo bukan didasari ideologi agama tertentu, melainkan berdasarkan nilai liberalisme dan sekularisme yang mereka anut.
“Mereka sengaja ingin melakukan delegitimasi dan desakralisasi agama, tujuannya untuk melemahkan agama dan menjauhkannya dari ruang publik,” ungkapnya. Di samping itu, Abdul Muti menilai aksi media tersebut sangat kuat dilatarbelakangi motif ekonomi.
Khoirul muzakki
(bbg)