Badrodin Harus Mampu Akhiri Polemik Polri
A
A
A
JAKARTA - Polemik di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) harus segera diakhiri seiring penunjukan Komjen Pol Badrodin Haiti oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pelaksana tugas (plt) kapolri.
Selain itu Jokowi didesak untuk bersikap independen dalam menyelesaikan polemik ini. Mantan Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol (Purn) Oegroseno mengatakan Komjen Pol Badrodin Haiti harus bisa meredakan polemik di dalam tubuh kepolisian. “Beliau harus tegas, harus jelas, kalau ada yang macemmacem singkirkan,” kata Oegroseno di Jakarta kemarin.
Ia berharap plt kapolri harus bisa tegas dalam mengatasi pihak-pihak yang memberikan pernyataan yang dapat memengaruhi organisasi Polri. Pernyataan yang menyusahkan dan mengkhawatirkan organisasi Polri harus dihilangkan karena polemik ini akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kepada kepolisian. “Plt kapolri harus bisa menimbulkan trust masyarakat kepada kepolisian,” ujar dia.
Oegroseno mengakui adanya polemik yang terjadi di tubuh Polri setelah penetapan tersangka calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jenderal polisi yang menjabat sebagai wakapolri dari 2 Agustus 2013 hingga 4 Maret 2014 ini juga mengimbau anggota kepolisian lain untuk tidak menimbulkan masalah baru di saat calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan menjalani proses hukum di KPK. Oegroseno mengatakan bahwa Polri adalah milik bangsa dan negara.
“Bukan milik siapa-siapa, bukan milik partai politik,” ujarnya. Ketua Setara Institute Hendardi juga meminta Badrodin bisa memulihkan kepercayaan publik kepada Korps Bhayangkara setelah mengalami demoralisasi akibat ketegangan yang disebabkan polemik calon kapolri.
“Dalam jangka pendek, Badrodin harus melakukan konsolidasi internal setelah ketegangan yang terjadi,” kata Hendardi melalui pesan singkat yang diterima Antara di Jakarta kemarin. Hendardi menilai keputusan Presiden Jokowi yang menunda pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri merupakan jalan tengah yang konstruktif untuk menyelamatkan institusi Polri.
“Pilihan untuk menunda juga merupakan cara untuk menghormati Budi Gunawan yang akan menjalani proses hukum dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah,” tuturnya. Adapun pengamat komunikasi politik Tjipta Lesmana meminta Jokowi bisa bersikap independen dan tidak terkungkung kepentingan partai politik. Polemik di tubuh Polri merupakan pelajaran bagi Jokowi.
“Jokowi you are the real president, kamu bukan petugas partai. Jokowi adalah presiden RI dengan segala kekuasaan dan kewenangannya, pergunakan itu secara bebas,” ujar Tjipta dalam diskusi SINDOTrijaya FM bertajuk “Jokowi Kok Gitu“ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin. Tjipta berharap pengangkatan Badrodin Haiti sebagai plt kapolri tidak terlalu lama.
Sebab seorang plt tidak punya kewenangan penuh seperti kapolri dan tidak bisa mengeluarkan kebijakan yang strategis. Mantan relawan Jokowi, Juliaman Saragih, mengatakan, setelah tiga bulan masa kepemimpinan Jokowi, relawan memandang Jokowi tidak bisa lagi dilihat sebagai orang yang bisa menyelesaikan semua masalah. “Kita sebagai relawan mengalami proses kegalauan.
Pasca pelantikan, relawan mencari jati dirinya juga. Dalam persoalan kapolri sekarang ini relawan tidak mempunyai akses keJokowi untuk memberikan pandangan,” katanya. Ketua DPP Partai Gerindra Habiburrahman mengatakan penunjukan plt kapolri oleh Presiden Jokwi menimbulkan tiga persoalan.
Menurut dia, berdasarkan Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam keadaan mendesak Presiden dapat memberhentikan sementara kapolri dan mengangkat plt kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan DPR.
Namun menurut penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan “dalam keadaan mendesak” ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.
“Di sinilah letak permasalahannya, Kapolri Sutarman sama sekali tidak melanggar sumpah jabatan dan juga tidak membahayakan keselamatan negara sehingga secara yuridis tidak tepat jika ia diberhentikan dan Presiden menunjuk seorang plt,” katanya melalui pesan singkat.
Persoalan kedua adalah soal tidak dicermatinya perbedaan tugas dan wewenang kapolri. Dalam pidatonya Presiden Jokowi menyebut Badrodin Haiti akan melaksanakan tugas dan wewenang kapolri. Pelimpahan tugas dan wewenang ini melampaui apa yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002. Secara jelas istilah yang disebut oleh Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 hanyalah “pelaksana tugas “ dan bukan “pelaksana tugas dan wewenang”.
“Padahal tugas dan wewenang kapolri adalah dua hal yang sangat berbeda. Tugas diatur dalam Pasal 14 seperti melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, dan lain-lain,” ungkap Habiburrahman.
Sementara itu wewenang diatur dalam Pasal 15 antara lain menerima laporan dan/atau pengaduan, membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Yang ketiga, menurut Habiburrahman, soal jangka waktu penundaan yang terlalu lama.
Jokowi tidak menyebutkan secara jelas jangka waktu penundaan, tetapi jika penundaan tersebut dilakukan hingga proses hukum Budi Gunawan selesai dan dia diputus tidak bersalah oleh pengadilan, penundaan ini paling tidak akan berlaku selama satu tahun enam bulan.
Sementara itu KPK menghormati keputusan Jokowi yang menunjuk Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai plt kapolri dan memberhentikan Jenderal Pol Sutarman sebagai kapolri. “KPK tidak dalam kapasitas untuk mengomentari keputusan yang sudah diambil Presiden berkaitan dengan pengangkatan dan penundaan yang ada di instansi Polri,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta kemarin.
Sucipto/Ant/Okezone
Selain itu Jokowi didesak untuk bersikap independen dalam menyelesaikan polemik ini. Mantan Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol (Purn) Oegroseno mengatakan Komjen Pol Badrodin Haiti harus bisa meredakan polemik di dalam tubuh kepolisian. “Beliau harus tegas, harus jelas, kalau ada yang macemmacem singkirkan,” kata Oegroseno di Jakarta kemarin.
Ia berharap plt kapolri harus bisa tegas dalam mengatasi pihak-pihak yang memberikan pernyataan yang dapat memengaruhi organisasi Polri. Pernyataan yang menyusahkan dan mengkhawatirkan organisasi Polri harus dihilangkan karena polemik ini akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kepada kepolisian. “Plt kapolri harus bisa menimbulkan trust masyarakat kepada kepolisian,” ujar dia.
Oegroseno mengakui adanya polemik yang terjadi di tubuh Polri setelah penetapan tersangka calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jenderal polisi yang menjabat sebagai wakapolri dari 2 Agustus 2013 hingga 4 Maret 2014 ini juga mengimbau anggota kepolisian lain untuk tidak menimbulkan masalah baru di saat calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan menjalani proses hukum di KPK. Oegroseno mengatakan bahwa Polri adalah milik bangsa dan negara.
“Bukan milik siapa-siapa, bukan milik partai politik,” ujarnya. Ketua Setara Institute Hendardi juga meminta Badrodin bisa memulihkan kepercayaan publik kepada Korps Bhayangkara setelah mengalami demoralisasi akibat ketegangan yang disebabkan polemik calon kapolri.
“Dalam jangka pendek, Badrodin harus melakukan konsolidasi internal setelah ketegangan yang terjadi,” kata Hendardi melalui pesan singkat yang diterima Antara di Jakarta kemarin. Hendardi menilai keputusan Presiden Jokowi yang menunda pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri merupakan jalan tengah yang konstruktif untuk menyelamatkan institusi Polri.
“Pilihan untuk menunda juga merupakan cara untuk menghormati Budi Gunawan yang akan menjalani proses hukum dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah,” tuturnya. Adapun pengamat komunikasi politik Tjipta Lesmana meminta Jokowi bisa bersikap independen dan tidak terkungkung kepentingan partai politik. Polemik di tubuh Polri merupakan pelajaran bagi Jokowi.
“Jokowi you are the real president, kamu bukan petugas partai. Jokowi adalah presiden RI dengan segala kekuasaan dan kewenangannya, pergunakan itu secara bebas,” ujar Tjipta dalam diskusi SINDOTrijaya FM bertajuk “Jokowi Kok Gitu“ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin. Tjipta berharap pengangkatan Badrodin Haiti sebagai plt kapolri tidak terlalu lama.
Sebab seorang plt tidak punya kewenangan penuh seperti kapolri dan tidak bisa mengeluarkan kebijakan yang strategis. Mantan relawan Jokowi, Juliaman Saragih, mengatakan, setelah tiga bulan masa kepemimpinan Jokowi, relawan memandang Jokowi tidak bisa lagi dilihat sebagai orang yang bisa menyelesaikan semua masalah. “Kita sebagai relawan mengalami proses kegalauan.
Pasca pelantikan, relawan mencari jati dirinya juga. Dalam persoalan kapolri sekarang ini relawan tidak mempunyai akses keJokowi untuk memberikan pandangan,” katanya. Ketua DPP Partai Gerindra Habiburrahman mengatakan penunjukan plt kapolri oleh Presiden Jokwi menimbulkan tiga persoalan.
Menurut dia, berdasarkan Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam keadaan mendesak Presiden dapat memberhentikan sementara kapolri dan mengangkat plt kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan DPR.
Namun menurut penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan “dalam keadaan mendesak” ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.
“Di sinilah letak permasalahannya, Kapolri Sutarman sama sekali tidak melanggar sumpah jabatan dan juga tidak membahayakan keselamatan negara sehingga secara yuridis tidak tepat jika ia diberhentikan dan Presiden menunjuk seorang plt,” katanya melalui pesan singkat.
Persoalan kedua adalah soal tidak dicermatinya perbedaan tugas dan wewenang kapolri. Dalam pidatonya Presiden Jokowi menyebut Badrodin Haiti akan melaksanakan tugas dan wewenang kapolri. Pelimpahan tugas dan wewenang ini melampaui apa yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002. Secara jelas istilah yang disebut oleh Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 hanyalah “pelaksana tugas “ dan bukan “pelaksana tugas dan wewenang”.
“Padahal tugas dan wewenang kapolri adalah dua hal yang sangat berbeda. Tugas diatur dalam Pasal 14 seperti melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, dan lain-lain,” ungkap Habiburrahman.
Sementara itu wewenang diatur dalam Pasal 15 antara lain menerima laporan dan/atau pengaduan, membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Yang ketiga, menurut Habiburrahman, soal jangka waktu penundaan yang terlalu lama.
Jokowi tidak menyebutkan secara jelas jangka waktu penundaan, tetapi jika penundaan tersebut dilakukan hingga proses hukum Budi Gunawan selesai dan dia diputus tidak bersalah oleh pengadilan, penundaan ini paling tidak akan berlaku selama satu tahun enam bulan.
Sementara itu KPK menghormati keputusan Jokowi yang menunjuk Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai plt kapolri dan memberhentikan Jenderal Pol Sutarman sebagai kapolri. “KPK tidak dalam kapasitas untuk mengomentari keputusan yang sudah diambil Presiden berkaitan dengan pengangkatan dan penundaan yang ada di instansi Polri,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta kemarin.
Sucipto/Ant/Okezone
(bbg)