6 Ditembak Mati, 66 Tunggu Eksekusi

Minggu, 18 Januari 2015 - 09:17 WIB
6 Ditembak Mati, 66...
6 Ditembak Mati, 66 Tunggu Eksekusi
A A A
JAKARTA - Eksekusi mati terhadap 6 terpidana kasus narkoba dinilai efektif untuk mengancam produsen dan distributor obat-obatan terlarang itu menjalankan operasinya di Indonesia.

Pemerintah pun diminta tegas kepada seluruh pelaku kejahatan ini.Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan, di luar 6 terpidanamatiyangdieksekusidi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan dan Boyolali, Jawa Tengah, masih ada 66 terpidana mati lainnya dalam kasus sama. “Mereka dalam proses menunggu eksekusi putusan pengadilan,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Kombes Pol Sumirat Dwiyanto di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, dua terpidana mati terakhir merupakan dua warga negara Iran yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Cibadak, Sukabumi. Keduanya, Mostafa Moradalivand bin Moradali, 32, dan Seyed Hashem Moosavipour bin Sayed Abdollah, 36, divonis Selasa (6/1) lalu karena terbukti menyelundupkan sabu-sabu ke Indonesia. Berdasarkan data yang didapat dari BNN, jumlah terpidana mati yang merupakan warga negara asing (WNA) sebanyak 39 orang dan sisanya warga negara Indonesia.

Data tersebut juga menyebutkan terpidana mati berkewarganegaraan asing yang dominan berasal dari negara-negara Afrika dan Asia dengan paspor Nigeria dan Malaysia yangmendudukitempat teratas, masing-masing 6 orang. Sumirat menambahkan, ke-66 terpidana mati tersebut masih memiliki hak untuk mengajukan proses banding, kasasi, grasi maupun peninjauan kembali.

Dengan demikian tidak menutup kemungkinan eksekusi mati bisa batal. “Jika hak terpidana mati untuk mengubah status mereka sudah terpenuhi, tetapi hasilnya ternyata masih sama untuk menjalankan vonis mati, vonisnya akan memiliki kekuatan hukum tetap sehingga eksekusi bisa dilaksanakan,” kata Sumirat.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung mengeksekusi 6 terpidana mati kasus narkotika setelah Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi mereka. Enam orang tersebut adalah Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Thahir alias Tommi Wijaya, 62, warga negara Belanda; Rani Andriani alias Melisa Aprilia, perempuan warga Cianjur, Jawa Barat; Namaona Denis, 48, warga negara Malawi.

Selain itu, Marcho Archer Cardoso Moreira, 53, warganegara Brasil; Daniel Enemuo alias Diarrssaouba, 38, warga negara Nigeria; Tran Thi Bich Hanh alias Tran Dinh Hoang, 37, perempuan warga negara Vietnam. Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai keputusan Kejagung tepat sebagai pertanggungjawaban hukum. Hukuman itu juga proporsional. Artinya antara perbuatan yang dilakukan dengan kejahatannya seimbang.

“Kalau tidak dilaksanakan hukuman mati, pelaku kejahatan narkoba tidak memperhitungkan itu. Mereka akan menganggap Indonesia lembek. Karena itu saya setuju hukuman mati selama hak-hak pidananya dipenuhi. Hukuman mati agar orang lain tidak melakukan tindakan demikian,” katanya. Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan, Indonesia saat ini menduduki peringkat pertama di Asia Tenggara danmasukdalam10besardi dunia dalam peredaran narkoba.

“Jadi tiada maaf bagi produsen narkoba. Saya juga memohon Presiden Jokowi untuk menolak grasi yang diajukan para terpidana narkoba,” ucapnya. Senada, anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintah dan aparat penegak hukum tidak boleh ragu untuk mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba. Sebab sindikat narkoba lokal dan internasional kini tak hanya membidik komunitas pemadat, tetapi juga berupaya memperkuat cengkeramannya dengan menyusup ke tubuh birokrasi negara.

Keberhasilan sindikat narkoba menyusup ke tubuh birokrasi negara sudah bukan rahasia lagi. “Kalau penyusupan sindikat narkotika itu tidak dihentikan atau diperangi, Indonesia pada suatu saat nanti bukan lagi berstatus darurat narkoba, melainkan bisa berada dalam cengkeraman sindikat narkoba lokal maupun internasional,” katanya.

Sucipto/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9867 seconds (0.1#10.140)