Saksi Bongkar Uang Korupsi Hambalang

Kamis, 15 Januari 2015 - 10:07 WIB
Saksi Bongkar Uang Korupsi Hambalang
Saksi Bongkar Uang Korupsi Hambalang
A A A
JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan saranaprasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat mengungkap fakta baru.

Saksi-saksi dalam sidang dengan terdakwa Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin membongkar uang korupsi yang dinikmati Machfud Suroso. Fakta tersebut diungkap kasir Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya (AK) Henny Susanti dan mantan Manajer Keuangan Divisi Konstruksi I PT AK Sutrisno.

Selain keduanya, turut bersaksi Manajer Proyek Pembangunan Sports Center Hambalang KSO Purwadi Hendro Pratomo, staf administrasi dan keuangan KSO Adhi-Wika M Muqorrobin, pegawai PT AK Mulyoto, dan pegawai sekaligus kurir PT DCL Arief Supomo. Henny Susanti menyatakan, selaku kasir, dirinya bertugas membayar dan mencatat. Pada kurun 2009-2010, atasannya adalah Sutrisno.

Menurut Henny, sebelum penetapan KSO PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya sebagai pemenang lelang proyek Hambalang, sudah ada permintaan uang dari atasannya. Pengeluaran uang atas sepengetahuan dan persetujuan Sutrisno dan mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT AK Teuku Bagus M Noor (sudah divonis).

“Ada di bonnya (tertulis) Rp12,391 miliar untuk biaya marketing . Ada segmen (item peruntukannya), saya kurang tahu. Saya lupa,” ungkap Henny di depan majelis hakim. Dia kemudian mengungkapkan bahwa uang untuk Machfud. Uang terbagi beberapa tahapan dan disebut sebagai biaya marketing proyek Hambalang. Pengeluarannya dilakukan sesaat setelah tender dan proyek mulai dikerjakan.

Uang untuk Machfud sebelum tender tidak diketahui Henny. “Pada 28 Desember 2010, (ada) Rp4 miliar transfer ke rekening Dutasari. Terus Juni ada yang Rp3 miliar ditransfer ke rekening Machfud. Yang Rp2 miliar dibawa Arifin (M Arifin, komisaris PT Metaphora Solusi Global) di situ (ditulis) pinjaman Dutasari.

Tanggal 7 Juli ada Rp1,5 miliar, Pak Bambang yang ambil dari AK beserta anak buah Machfud diantar ke kantor Machfud. Tanggal 1 November 2011 ada Rp2 miliar. Biaya itu diganti KSO,” ungkapnya. Henny melanjutkan, masih ada lagi cek Rp12,5 miliar yang dikeluarkan ke Machfud untuk pinjaman. Uang dikeluarkan atas perintah Sutrisno.

Setelah 2013, Machfud mengembalikan Rp21 miliar ke KSO, sementara Rp12 miliar lainnya masih berstatus utang. Akhirnya utang itu ditanggung PT AK sebesar Rp8 miliar sekitar November 2013. “Terus bulan Maret (sisanya) disuruh ke rekening penampungan KPK (disita KPK),” bebernya. Sutrisno juga membenarkan adanya biaya marketing proyek Hambalang sekitar Rp12,39 miliar untuk pengurusan.

Berikutnya ada uang untuk Machfud. Atas pengeluaran uang pemulusan (fee ) Hambalang itu, Sutrisno selaku manajer keuangan meminta gantinya ke KSO. Sebesar Rp12,39 miliar kemudian diganti PT AK dan Rp6,925 miliar diganti Wijaya Karya (WK). “Terus di situ ada (lagi) Rp7 miliar ke Machfud Suroso. Yang disampaikan Henny teknisnya saja. Untuk pinjaman, saat peminjaman tidak ada surat perjanjian,” tutur Sutrisno.

Dia juga mengungkapkan uang Rp4 miliar yang diberikan ke Machfud lewat rekening PT DCL merupakan kas bon setelah dimasukkan nama PT DCL sebagai subkontraktor. JPU kemudian mendalami uang Rp7 miliar yang disampaikan Sutrisno, sebab dalam keterangan Henny tidak ada penjelasannya.

“Saat itu kejadiannya begini, bahwa Pak Machfud sampaikan ke saya dan Bagus (Teuku Bagus M Noor, mantan kepala divisi konstruksi I) juga, Machfud ada pengeluaran Rp7 miliar, tolong diganti. Uang Rp7 miliar mungkin untuk Hambalang,” ungkap Sutrisno. Henny yang dikonfirmasi ulang JPU membenarkan ada uang Rp7 miliar untuk Machfud.

Lebih lanjut, ujar Sutrisno, uang Rp12,391 miliar terpisah dan tidak ada kaitan dengan Machfud. Untuk uang pinjaman Machfud ada catatan dan akuntansi piutangnya. Dia menceritakan kronologi pengembalian Rp21 miliar oleh Machfud. Awalnya memang ada pengeluaran PT AK oleh Teuku Bagus kepada Machfud.

Pada saat Teuku Bagus akan pindah tugas, Sutrisno menagih ke Teuku karena belum dipertanggungjawabkan oleh Machfud. Sutrisno pun beberapa kali menelepon Machfud, tapi tidak ada realisasi pengembalian. “Beberapa hari setelahnya baru ada realisasi. Akhirnya direalisasikan Pak Machfud Rp21 miliar, akhir Juni dan awal Juli 2011,” paparnya.

Purwadi Hendro Pratomo mengaku turut ikut dalam negosiasi kontrak PT DCL untuk subkon mekanikal elektrikal (ME). Negosiasi tim estimasi berjalan alot sampai ketemu angka Rp245 miliar. Setelah akan diteken kontrak, Teuku Bagus memerintahkan untuk ME PT DCL ditambahkan Rp50 miliar. Anehnya, oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) nilanya makin melambung.

“Kurang lebih (nilai kontrak ME PT DCL) Rp319 miliar,” ungkap Purwadi. Menurut dia, total ada 40 subkontraktor yang bergabung dengan KSO. Untuk para kontraktor, sebagian besar nilai kontrak anak pada 2010 sebesar Rp210 miliar, sedangkan kontrak anak pada 2011 sebesar Rp300-an miliar. Pembayarannya harus sesuai progres pengerjaan.

“Saya kurang tahu detailnya. Cuma report dari keuangan pengeluarannya besar,” ujarnya. Arief Supomo mengaku menjadi karyawan sejak 205. Tugasnya membantu kurir, pengambilan uang di bank, dan transaksi cek. Saat itu, ungkapnya, kasirnya adalah Budi Margono. Selama ini Machfud tidak pernah diperintahkan mengambil uang dari PT AK dan KSO.

“(Tapi) pernah diminta Machfud transfer ke rekening pribadi Machfud dan DCL di Mandiri. Untuk cek cairkan nilainya macam-macam,” ungkap Arief

Sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8118 seconds (0.1#10.140)