Sapu Kotor Ditjen Pajak
A
A
A
JAKARTA - Bagi para pejabat di Direktorat Jenderal Pajak, menjadi orang nomor satu di kantor mereka bukan sekadar lahan kerja yang basah, melainkan juga soal jaminan karier bakal meroket.
“Yang sudah pernah menjadi dirjen pajak bisa menjadi menteri,” kata Mardiasmo, pelaksana tugas dirjen pajak sekaligus wakil menteri keuangan, kepada SINDO Weekly, saat menjelaskan nilai strategis jabatan itu. Walhasil, lelang posisi dirjen pajak pun kebanjiran peminat. Setidaknya 28 pejabat eselon dua di lingkungan Kementerian Keuangan ikut mendaftar.
Selepas menjalani saringan administrasi dan penulisan makalah, daftar calon pun menciut menjadi 11 orang. Pada tahap seleksi selanjutnya, wawancara, tersisa tujuh calon yang masih bertahan. “Pak Menteri akan menyaring menjadi empat orang dan akan diserahkan kepada Presiden,” kata Mardiasmo. Dari informasi yang beredar di internal Kementerian Keuangan, ada empat calon kuat. Mereka adalah Ken Dwijugiasteadi, Sigit Priadi Pramudito, Suryo Utomo, dan Puspita Wulandari.
Dari empat calon tersebut, Ken Dwijugiasteadi layak mendapat sorotan pertama. Bukan hanya paling senior dari segi usia, dia juga paling berpengalaman. Yang unik, karier Ken banyak ia jalani di Kantor Wilayah Pajak Jawa Timur. Pada 2009, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengangkatnya sebagai kepala Kanwil Pajak Jawa Timur I di Surabaya.
Di sini dia mendapatkan ujian ketika tiga bawahannya dibekuk polisi karena terlibat penggelapan pajak senilai miliaran rupiah pada 2010. Kasus ini menjadi rapor merah bagi karier Ken. Menempati urutan kedua adalah Sigit Priadi Pramudito. Berkarier di Ditjen Pajak sejak 1987, Sigit sudah memimpin dua kantor pajak. Persoalannya, menurut catatan The Jakarta Institute, Sigit memiliki harta yang tidak biasa dibanding calon lain.
Dalam dua tahun saja, 2009-2011, kekayaannya melonjak Rp8 miliar dari Rp13,8 miliar menjadi Rp21,8 miliar. Calon kuat berikutnya adalah Suryo Utomo. Dia pernah mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing dan Kanwil Pajak Jawa Tengah I. Seperti Ken, Suryo juga pernah masuk dalam bursa calon dirjen pajak yang digadang-gadang menggantikan Tjiptardjo pada 2010.
Menurut catatan Forum Pajak Berkeadilan, yang dipaparkan anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Suryo diduga masuk dalam daftar pejabat pajak pemilik “rekening gendut” senilai lebih Rp100 miliar yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada 2011. Nama terakhir adalah Puspita Wulandari, yang saat ini menjabat Sekretaris Komite Pengawas Perpajakan.
Tidak banyak yang mengetahui rekam jejak Puspita. Yang pasti, menurut The Jakarta Institute, perempuan yang memulai karier di Ditjen Pajak sejak 1995 itu minim pengalaman di lapangan karena tidak pernah mengomandani kantor pajak di daerah. Namanya bertahan hingga seleksi tahap akhir lebih karena panitia seleksi ingin memenuhi kuota perempuan.
Menanggapi isu miring yang menggempur para calon, Mardiasmo, yang juga ketua panitia seleksi, menjamin rekam jejak mereka bersih dari masalah. Selain telah mendapat pertimbangan dari PPATK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Inspektur Jenderal, dan bahkan Badan Intelijen Negara. Baca selengkapnya di SINDO Weekly No 46 Tahun 3, Terbit Kamis, 15 Januari 2015.
Neneng zubaidah
“Yang sudah pernah menjadi dirjen pajak bisa menjadi menteri,” kata Mardiasmo, pelaksana tugas dirjen pajak sekaligus wakil menteri keuangan, kepada SINDO Weekly, saat menjelaskan nilai strategis jabatan itu. Walhasil, lelang posisi dirjen pajak pun kebanjiran peminat. Setidaknya 28 pejabat eselon dua di lingkungan Kementerian Keuangan ikut mendaftar.
Selepas menjalani saringan administrasi dan penulisan makalah, daftar calon pun menciut menjadi 11 orang. Pada tahap seleksi selanjutnya, wawancara, tersisa tujuh calon yang masih bertahan. “Pak Menteri akan menyaring menjadi empat orang dan akan diserahkan kepada Presiden,” kata Mardiasmo. Dari informasi yang beredar di internal Kementerian Keuangan, ada empat calon kuat. Mereka adalah Ken Dwijugiasteadi, Sigit Priadi Pramudito, Suryo Utomo, dan Puspita Wulandari.
Dari empat calon tersebut, Ken Dwijugiasteadi layak mendapat sorotan pertama. Bukan hanya paling senior dari segi usia, dia juga paling berpengalaman. Yang unik, karier Ken banyak ia jalani di Kantor Wilayah Pajak Jawa Timur. Pada 2009, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengangkatnya sebagai kepala Kanwil Pajak Jawa Timur I di Surabaya.
Di sini dia mendapatkan ujian ketika tiga bawahannya dibekuk polisi karena terlibat penggelapan pajak senilai miliaran rupiah pada 2010. Kasus ini menjadi rapor merah bagi karier Ken. Menempati urutan kedua adalah Sigit Priadi Pramudito. Berkarier di Ditjen Pajak sejak 1987, Sigit sudah memimpin dua kantor pajak. Persoalannya, menurut catatan The Jakarta Institute, Sigit memiliki harta yang tidak biasa dibanding calon lain.
Dalam dua tahun saja, 2009-2011, kekayaannya melonjak Rp8 miliar dari Rp13,8 miliar menjadi Rp21,8 miliar. Calon kuat berikutnya adalah Suryo Utomo. Dia pernah mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing dan Kanwil Pajak Jawa Tengah I. Seperti Ken, Suryo juga pernah masuk dalam bursa calon dirjen pajak yang digadang-gadang menggantikan Tjiptardjo pada 2010.
Menurut catatan Forum Pajak Berkeadilan, yang dipaparkan anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Suryo diduga masuk dalam daftar pejabat pajak pemilik “rekening gendut” senilai lebih Rp100 miliar yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada 2011. Nama terakhir adalah Puspita Wulandari, yang saat ini menjabat Sekretaris Komite Pengawas Perpajakan.
Tidak banyak yang mengetahui rekam jejak Puspita. Yang pasti, menurut The Jakarta Institute, perempuan yang memulai karier di Ditjen Pajak sejak 1995 itu minim pengalaman di lapangan karena tidak pernah mengomandani kantor pajak di daerah. Namanya bertahan hingga seleksi tahap akhir lebih karena panitia seleksi ingin memenuhi kuota perempuan.
Menanggapi isu miring yang menggempur para calon, Mardiasmo, yang juga ketua panitia seleksi, menjamin rekam jejak mereka bersih dari masalah. Selain telah mendapat pertimbangan dari PPATK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Inspektur Jenderal, dan bahkan Badan Intelijen Negara. Baca selengkapnya di SINDO Weekly No 46 Tahun 3, Terbit Kamis, 15 Januari 2015.
Neneng zubaidah
(ars)