Rela Tinggalkan Pekerjaan, Tiap Anggota Miliki Spesialisasi
A
A
A
Upaya pencarian pesawat milik maskapai penerbangan AirAsia QZ 8501 yang jatuh di Selat Karimata, Laut Jawa, pada Minggu (28/12) mengundang kepedulian para penyelam profesional Indonesia.
Tak mengherankan ketika permintaan bantuan datang, tanpa dikomando mereka dengan sukarela meninggalkan pekerjaannya demi menjalankan misi kemanusiaan. Bagaimana tidak, hanya beberapa jam setelah diberi tahu, para penyelam berjumlah 10 orang yang 2 di antaranya adalah perempuan ini dengan sigap berkumpul di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Mereka datang dengan membawa peralatan yang dibutuhkan semisal senter bawah laut, tali penyelamatan, tabung oksigen.Tepat pukul 09.00 WIB dengan pesawat CN295, mereka diterbangkan menuju Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Seusai beristirahat sejenak di Posko Utama Pencarian AirAsia, para penyelam dengan berbagai latar belakang mulai dari guru, pengusaha, instruktur penyelam hingga pegawai kantoran langsung menaiki truk berwarna oranye bertuliskan Basarnas.
Meski memiliki latar belakang yang berbeda, mereka merupakan orang-orang yang mumpunidan memiliki spesialisasi teknik dalam hal menyelam. Ada di antara mereka yang spesialis deep diveatau penyelam dalam, technical diving, spesialis menyelam dengan campuran udara berbeda, dan spesialis penetrasi ke dalam bongkahan pesawat atau kapal yang tenggelam.
”Mereka punya kualifikasi terbaik dan memiliki sertifikasi menyelam. Ada dua misi dalam operasi ini, yakni mencari bodi pesawat dan jenazah, sebab ada beberapa objek besar yang ketemu diduga mungkin bodi,” ucap Ebram Harimurti yang ditunjuk sebagai komandan regu (danru) Tim Alfa. Di tengah guyuran hujan deras, para penyelam pun berangkat menuju Tanjung Kumai.
Dari situ, mereka menggunakan Kapal Basarnas 224 untuk berlabuh ke Kapal Purworejo, bergabung dengan 12 penyelam dari Basarnas Spesial Group (BSG). Di kapal itulah mereka berbagi tugas dan secara bergantian melakukan operasi penyelaman. Bagi mereka, menyelam di laut untuk mencari black boxdan jenazah bukanlah hal yang memberatkan, melainkan sebuah willingness(kerelaan).
Sudah banyak misi kemanusiaan yang telah diikutinya bersama Basarnas, mulai dari pencarian jenazah tenggelamnya Kapal Motor (KM) Rimba Tiga di Kepulauan Sertibu pada 2012 lalu, tenggelamnya kapal penumpang di Banyuwangi sampai musibah tenggelamnya Kapal Levina pada 2007 silam yang juga menewaskan wartawan dan tim investigasi Mabes Polri.
“Kami sudah memiliki pengalaman yang cukup menangani jenazah di dalam air. (Misalnya korban) Kapal Levina di mana salah satu orang wartawan SCTVmenjadi korban,” ucapnya. Ebram mengakui, cuaca buruk terutama arus bawah laut yang kencang merupakan kendala utama penyelaman bila dibandingkan dengan zero visibility. Menurutnya, para penyelam sudah terbiasa dengan jarak pandang yang gelap.
“Dulu pernah juga tangani pesawat jatuh di Danau Lido yang membawa penerjun. Lumpur totaly blind, kita meraba-raba. Bahkan, waktu KM Levina juga nol visibility, orang saya tabrakan dengan Kopaska di dalam laut. Jadi nggak masalah,” ujar pria yang sudah 25 tahun terlibat dalam dunia menyelam ini. Meski tidak ada pelatihan khusus untuk penyelaman AirAsia, timnya sudah melakukan simulasi di Boeing 737-400 sehingga sudah ada bayangan apa yang harus dilakukan nanti.
Sebab dari informasi yang diterima, ada banyak jenazah yang diduga terperangkap dalam bodi pesawat.Tanti S Reinhart Thamrin, salah satu penyelam, mengaku terpanggil untuk ikut dalam misi kemanusiaan mencari korban AirAsia.
Sebagai instruktur deep diver, dia tidak merasa keberatan karena apa yang dilakukannya adalah membantu sesama. Wanita kelahiran 1975 yang bergabung bersama National Association for Underwater Instructor (NAUI) pada 2011 ini menjelaskan, tidak mudah ikut dalam misi ini, sebab mereka yang ingin bergabung harus diseleksi. “Yang ikut misi ini adalah mereka yang punya keahlian untuk penetrasi ke dalam kapal karam. Jadi ini penyelaman tidak asal pilih dan asal ingin,” jelasnya.
Sucipto
Pangkalan Bun
Tak mengherankan ketika permintaan bantuan datang, tanpa dikomando mereka dengan sukarela meninggalkan pekerjaannya demi menjalankan misi kemanusiaan. Bagaimana tidak, hanya beberapa jam setelah diberi tahu, para penyelam berjumlah 10 orang yang 2 di antaranya adalah perempuan ini dengan sigap berkumpul di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Mereka datang dengan membawa peralatan yang dibutuhkan semisal senter bawah laut, tali penyelamatan, tabung oksigen.Tepat pukul 09.00 WIB dengan pesawat CN295, mereka diterbangkan menuju Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Seusai beristirahat sejenak di Posko Utama Pencarian AirAsia, para penyelam dengan berbagai latar belakang mulai dari guru, pengusaha, instruktur penyelam hingga pegawai kantoran langsung menaiki truk berwarna oranye bertuliskan Basarnas.
Meski memiliki latar belakang yang berbeda, mereka merupakan orang-orang yang mumpunidan memiliki spesialisasi teknik dalam hal menyelam. Ada di antara mereka yang spesialis deep diveatau penyelam dalam, technical diving, spesialis menyelam dengan campuran udara berbeda, dan spesialis penetrasi ke dalam bongkahan pesawat atau kapal yang tenggelam.
”Mereka punya kualifikasi terbaik dan memiliki sertifikasi menyelam. Ada dua misi dalam operasi ini, yakni mencari bodi pesawat dan jenazah, sebab ada beberapa objek besar yang ketemu diduga mungkin bodi,” ucap Ebram Harimurti yang ditunjuk sebagai komandan regu (danru) Tim Alfa. Di tengah guyuran hujan deras, para penyelam pun berangkat menuju Tanjung Kumai.
Dari situ, mereka menggunakan Kapal Basarnas 224 untuk berlabuh ke Kapal Purworejo, bergabung dengan 12 penyelam dari Basarnas Spesial Group (BSG). Di kapal itulah mereka berbagi tugas dan secara bergantian melakukan operasi penyelaman. Bagi mereka, menyelam di laut untuk mencari black boxdan jenazah bukanlah hal yang memberatkan, melainkan sebuah willingness(kerelaan).
Sudah banyak misi kemanusiaan yang telah diikutinya bersama Basarnas, mulai dari pencarian jenazah tenggelamnya Kapal Motor (KM) Rimba Tiga di Kepulauan Sertibu pada 2012 lalu, tenggelamnya kapal penumpang di Banyuwangi sampai musibah tenggelamnya Kapal Levina pada 2007 silam yang juga menewaskan wartawan dan tim investigasi Mabes Polri.
“Kami sudah memiliki pengalaman yang cukup menangani jenazah di dalam air. (Misalnya korban) Kapal Levina di mana salah satu orang wartawan SCTVmenjadi korban,” ucapnya. Ebram mengakui, cuaca buruk terutama arus bawah laut yang kencang merupakan kendala utama penyelaman bila dibandingkan dengan zero visibility. Menurutnya, para penyelam sudah terbiasa dengan jarak pandang yang gelap.
“Dulu pernah juga tangani pesawat jatuh di Danau Lido yang membawa penerjun. Lumpur totaly blind, kita meraba-raba. Bahkan, waktu KM Levina juga nol visibility, orang saya tabrakan dengan Kopaska di dalam laut. Jadi nggak masalah,” ujar pria yang sudah 25 tahun terlibat dalam dunia menyelam ini. Meski tidak ada pelatihan khusus untuk penyelaman AirAsia, timnya sudah melakukan simulasi di Boeing 737-400 sehingga sudah ada bayangan apa yang harus dilakukan nanti.
Sebab dari informasi yang diterima, ada banyak jenazah yang diduga terperangkap dalam bodi pesawat.Tanti S Reinhart Thamrin, salah satu penyelam, mengaku terpanggil untuk ikut dalam misi kemanusiaan mencari korban AirAsia.
Sebagai instruktur deep diver, dia tidak merasa keberatan karena apa yang dilakukannya adalah membantu sesama. Wanita kelahiran 1975 yang bergabung bersama National Association for Underwater Instructor (NAUI) pada 2011 ini menjelaskan, tidak mudah ikut dalam misi ini, sebab mereka yang ingin bergabung harus diseleksi. “Yang ikut misi ini adalah mereka yang punya keahlian untuk penetrasi ke dalam kapal karam. Jadi ini penyelaman tidak asal pilih dan asal ingin,” jelasnya.
Sucipto
Pangkalan Bun
(bbg)