ISKI Minta Pemerintah Optimalkan Komunikasi Politik
A
A
A
JAKARTA - Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) menyatakan pemerintah perlu mengoptimalkan komunikasi politik terkait tata kelola pemerintahan. Banyak tantangan yang bakal dihadapi pada masa yang akan datang.
“Terkait bagaimana melihat komunikasi dari sudut tata kelola pemerintahan. Kalau saat ini pemerintahan dengan giatnya menggaungkan slogan kabinet kerja, kerja, kerja. Ini parameter kerjanya seperti apa. Itu yang mungkin bisa didiskusikan sehingga ada ukuran pasti,” ungkap Ketua Umum ISKI Yuliandre Darwis di Restoran Eatology Jakarta Pusat kemarin.
Lebih lanjut dia mengatakan, setelah euforia 2014 ada kecenderungan orang-orang ingin menguasai opini publik sehingga mereka berusaha untuk merebut panggungpanggung melalui media. Karena itu, kondisi tersebut kurang baik dan perlu menjadi bahan evaluasi bersama. “Ini ada suatu pemaksaan. Ini bisa saja membawa informasi yang salah. Ini sangat dahsyat pada 2014,” sebutnya.
Ketua Bidang Keilmuan Kebijakan ISKI Gun Gun Heryanto mengatakan, setidaknya ada beberapa catatan di bidang komunikasi yang perlu diperhatikan. Pertama, terkait dengan daya tahan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Menurut dia, saat ini tidak jelas siapa kawan dan lawan.
“Pola kerja sama politik akan sangat mungkin mengambil pilihan koopsi yang menyebabkan potensi gontaganti pasangan selalu terbuka. Ini karena ketiadaan partai pemenang dominan di tengah multipartai yang terfragmentasi kuat sehingga semua pihak lebih memilih konsensus,” kata dia.
Kedua, terkait masalah relasi antarkekuatan. Menurutnya, Jokowi-JK beserta jajarannya pada 2015 ini dan ke depan perlu melakukan proses dialektika relasional. Berbagai isu bergulir dan menjadi dinamika sekaligus indikator untuk mengukur performaJokowi-JK. Inilahyang kemudian perlu dijembatani dengan komunikasi politik.
“Jika relasi kuasa ini hanya diselesaikan secara formal, tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu ada dialektika untuk menyamakan pemahaman, yang mana hal ini akan menjembatani egosentris dari kelompok- kelompok yang terbelah,” katanya. Ketiga, ada agenda pilkada serentak yang menuntut pemerintah dan banyak pihak yang terkait mengoptimalkan peran komunikasi politik.
Dalam hajatan pilkada serentak dibutuhkan kesamaan persepsi terkait pelaksanaannya. “Misalnya soal implementasi Perppu No 1/2014 tentang pilkada dan juga dibutuhkan sosialisasi memadai menyangkut sejumlah aturan teknis yang menjadi landasan penyelenggaraan pilkada serentak,” ujarnya.
Keempat, pemerintah perlu memiliki cetak biru yang jelas dalam tata kelola kelembagaan organisasi. Termasuk di dalamnya berkaitan dengan pengelolaan opini publik, public relations, marketing komunikasi, komunikasi sosial, komunikasi internasional, komunikasi antarbudaya, dan lain-lain.
Dita angga
“Terkait bagaimana melihat komunikasi dari sudut tata kelola pemerintahan. Kalau saat ini pemerintahan dengan giatnya menggaungkan slogan kabinet kerja, kerja, kerja. Ini parameter kerjanya seperti apa. Itu yang mungkin bisa didiskusikan sehingga ada ukuran pasti,” ungkap Ketua Umum ISKI Yuliandre Darwis di Restoran Eatology Jakarta Pusat kemarin.
Lebih lanjut dia mengatakan, setelah euforia 2014 ada kecenderungan orang-orang ingin menguasai opini publik sehingga mereka berusaha untuk merebut panggungpanggung melalui media. Karena itu, kondisi tersebut kurang baik dan perlu menjadi bahan evaluasi bersama. “Ini ada suatu pemaksaan. Ini bisa saja membawa informasi yang salah. Ini sangat dahsyat pada 2014,” sebutnya.
Ketua Bidang Keilmuan Kebijakan ISKI Gun Gun Heryanto mengatakan, setidaknya ada beberapa catatan di bidang komunikasi yang perlu diperhatikan. Pertama, terkait dengan daya tahan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Menurut dia, saat ini tidak jelas siapa kawan dan lawan.
“Pola kerja sama politik akan sangat mungkin mengambil pilihan koopsi yang menyebabkan potensi gontaganti pasangan selalu terbuka. Ini karena ketiadaan partai pemenang dominan di tengah multipartai yang terfragmentasi kuat sehingga semua pihak lebih memilih konsensus,” kata dia.
Kedua, terkait masalah relasi antarkekuatan. Menurutnya, Jokowi-JK beserta jajarannya pada 2015 ini dan ke depan perlu melakukan proses dialektika relasional. Berbagai isu bergulir dan menjadi dinamika sekaligus indikator untuk mengukur performaJokowi-JK. Inilahyang kemudian perlu dijembatani dengan komunikasi politik.
“Jika relasi kuasa ini hanya diselesaikan secara formal, tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu ada dialektika untuk menyamakan pemahaman, yang mana hal ini akan menjembatani egosentris dari kelompok- kelompok yang terbelah,” katanya. Ketiga, ada agenda pilkada serentak yang menuntut pemerintah dan banyak pihak yang terkait mengoptimalkan peran komunikasi politik.
Dalam hajatan pilkada serentak dibutuhkan kesamaan persepsi terkait pelaksanaannya. “Misalnya soal implementasi Perppu No 1/2014 tentang pilkada dan juga dibutuhkan sosialisasi memadai menyangkut sejumlah aturan teknis yang menjadi landasan penyelenggaraan pilkada serentak,” ujarnya.
Keempat, pemerintah perlu memiliki cetak biru yang jelas dalam tata kelola kelembagaan organisasi. Termasuk di dalamnya berkaitan dengan pengelolaan opini publik, public relations, marketing komunikasi, komunikasi sosial, komunikasi internasional, komunikasi antarbudaya, dan lain-lain.
Dita angga
(bbg)