Kebijakan Ujian Nasional Belum Ideal
A
A
A
JAKARTA - - Kebijakan pemerintah yang menjadikan ujian nasional (UN) hanya sebagai pemetaan dianggap tidak ideal. Sebab penentu kelulusan semestinya tidak hanya dari satu sumber.
Guru besar penelitian dan evaluasi pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali mengatakan, sebenarnya kebijakan pemerintah tahun lalu yang mengambil nilai sekolah dari semester awal hingga akhir lalu digabung dengan ujian sekolah dan ditambah dengan nilai UN menjadi nilai kelulusan sudah ideal. Namun memang komponen utama kelulusan ialah penilaian guru yang melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
“Sebetulnya untuk menentukan kelulusan itu harus dari semua aspek. Jangan hanya dari satu komponen saja. Siswa harus mengikuti semua proses pembelajaran, kedua nilai ujian sekolah dan UN,” katanya di Kampus UNJ kemarin. Djaali menjelaskan, yang menjadi persoalan UN tahun kemarin adalah hanya di validitas nilai guru, ujian sekolah, dan UN-nya saja. Rektor UNJ ini menjelaskan, nilainya menjadi tidak valid karena ada faktor kepentingan dan kecemasan dari pihak yang terlibat dalam UN.
Misalnya saja terjadi isu kebocoran dan contek-mencontek karena pemerintah daerah tidak mau tingkat kelulusan di daerahnya rendah ataupun siswanya yang cemas tidak lulus. Jika seluruh stakeholder menjamin bahwa hasil UN ini validitasnya tinggi, dia meyakini UN akan terus menjadi sarana penentu kelulusan siswa secara nasional.
Mantan direktur Pascasarjana UNJ itu menjelaskan, jika pemerintah memaksa ujian sekolah berlaku sebagai penentu kelulusan, kita tidak akan tahu lagi mana sekolah yang bagus dan tidak. Sebab tidak ada standar nasional sebagai penghitung karena ujian sekolah memakai standar di sekolah masingmasing. Maka dia beranggapan harus ada standar nasional yang menjadi pemetaan seluruh sekolah.
“Persoalan UN hanya di penyelenggaraanya yang banyak masalah. Itu pun terjadi karena murid dan orang tua yang tidak siap,” ujarnya. Djaali berpendapat, jika memang guru sebagai penentu kelulusan, harus ditumbuhkan ke masyarakat rasa percaya kepada guru. Pasalnya, buat apa pemerintah membuang uang untuk pola penentuan kelulusan siswa ini jika akhirnya masyarakat tidak percaya penilaian guru.
Jika memang dibutuhkan, menurutnya, pemerintah bisa membuat standar soal ujian sekolah yang sama, tetapi tetap guru yang menentukan kelulusan. Anggota Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Teuku Ramli Zakaria mengatakan, pihaknya sudah selesai membuat prosedur operasional standar (POS) UN 2015 yang baru saja rampung disusun BSNP pekan ini.
Namun Ramli menegaskan bahwa isi di dalam draf POS UN tersebut masih akan dikonsultasikan untuk terakhir kalinya dengan Mendikbud Anies Baswedan sebelum resmi disosialisasi. Namun dia optimistis dalam konsultasi nantinya tidak akan mengalami banyak revisi. “Hanya tinggal dikomunikasikan dengan Mendikbud karena harus disesuaikan dengan draf permendikbud,” katanya ketika dihubungi wartawan kemarin.
Ramli menjelaskan, pelaksanaan UN akan mengalami banyak perubahan substansial mulai 2015. Salah satunya perubahan fungsi UN menjadi hanya untuk pemetaan kualitas pendidikan saja. Ramli mengatakan bahwa fungsi UN tidak lagi menjadi salah satu faktor penentu kelulusan. Meski belum resmi dipublikasikan, Ramli memberi bocoran bahwa di dalam draf POS UN 2015 akan ada banyak perubahan regulasi yang substantif.
Salah satunya mengenai fungsi UN sepenuhnya untuk pemetaan kualitas pendidikan yang akan dimulai tahun ini. Dengan kata lain, UN sudah tidak lagi menjadi faktor penentu kelulusan siswa. Sebelumnya untuk menentukan kelulusan siswa digunakan nilai UN dan nilai sekolah (UAS dan rapor) dengan komposisi 60:40.
Ramli menjelaskan, dengan tidak berperannya lagi UN dalam kelulusan siswa, mulai tahun ini juga kelulusan siswa hanya ditentukan nilai sekolah, baik ujian akhir maupun nilai rapor. “Semua mata pelajaran, termasuk yang di-UN-kan nanti diujikan dalam ujian akhir sekolah (UAS),” ujar Ramli.
Ramli mengimbau agar siswa tetap mengerjakan UN dengan sungguh-sungguh meski UN tidak lagi menjadi faktor penentu kelulusan. Pihak sekolah juga diminta tidak melakukan praktik kecurangan agar fungsi UN sebagai alat ukur kualitas pendidikan di sekolah menjadi optimal dan objektif. Dengan UN tidak lagi jadi penentu kelulusan, dia juga berharap situasi dunia pendidikan akan semakin kondusif.
Neneng zubaidah
Guru besar penelitian dan evaluasi pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali mengatakan, sebenarnya kebijakan pemerintah tahun lalu yang mengambil nilai sekolah dari semester awal hingga akhir lalu digabung dengan ujian sekolah dan ditambah dengan nilai UN menjadi nilai kelulusan sudah ideal. Namun memang komponen utama kelulusan ialah penilaian guru yang melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
“Sebetulnya untuk menentukan kelulusan itu harus dari semua aspek. Jangan hanya dari satu komponen saja. Siswa harus mengikuti semua proses pembelajaran, kedua nilai ujian sekolah dan UN,” katanya di Kampus UNJ kemarin. Djaali menjelaskan, yang menjadi persoalan UN tahun kemarin adalah hanya di validitas nilai guru, ujian sekolah, dan UN-nya saja. Rektor UNJ ini menjelaskan, nilainya menjadi tidak valid karena ada faktor kepentingan dan kecemasan dari pihak yang terlibat dalam UN.
Misalnya saja terjadi isu kebocoran dan contek-mencontek karena pemerintah daerah tidak mau tingkat kelulusan di daerahnya rendah ataupun siswanya yang cemas tidak lulus. Jika seluruh stakeholder menjamin bahwa hasil UN ini validitasnya tinggi, dia meyakini UN akan terus menjadi sarana penentu kelulusan siswa secara nasional.
Mantan direktur Pascasarjana UNJ itu menjelaskan, jika pemerintah memaksa ujian sekolah berlaku sebagai penentu kelulusan, kita tidak akan tahu lagi mana sekolah yang bagus dan tidak. Sebab tidak ada standar nasional sebagai penghitung karena ujian sekolah memakai standar di sekolah masingmasing. Maka dia beranggapan harus ada standar nasional yang menjadi pemetaan seluruh sekolah.
“Persoalan UN hanya di penyelenggaraanya yang banyak masalah. Itu pun terjadi karena murid dan orang tua yang tidak siap,” ujarnya. Djaali berpendapat, jika memang guru sebagai penentu kelulusan, harus ditumbuhkan ke masyarakat rasa percaya kepada guru. Pasalnya, buat apa pemerintah membuang uang untuk pola penentuan kelulusan siswa ini jika akhirnya masyarakat tidak percaya penilaian guru.
Jika memang dibutuhkan, menurutnya, pemerintah bisa membuat standar soal ujian sekolah yang sama, tetapi tetap guru yang menentukan kelulusan. Anggota Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Teuku Ramli Zakaria mengatakan, pihaknya sudah selesai membuat prosedur operasional standar (POS) UN 2015 yang baru saja rampung disusun BSNP pekan ini.
Namun Ramli menegaskan bahwa isi di dalam draf POS UN tersebut masih akan dikonsultasikan untuk terakhir kalinya dengan Mendikbud Anies Baswedan sebelum resmi disosialisasi. Namun dia optimistis dalam konsultasi nantinya tidak akan mengalami banyak revisi. “Hanya tinggal dikomunikasikan dengan Mendikbud karena harus disesuaikan dengan draf permendikbud,” katanya ketika dihubungi wartawan kemarin.
Ramli menjelaskan, pelaksanaan UN akan mengalami banyak perubahan substansial mulai 2015. Salah satunya perubahan fungsi UN menjadi hanya untuk pemetaan kualitas pendidikan saja. Ramli mengatakan bahwa fungsi UN tidak lagi menjadi salah satu faktor penentu kelulusan. Meski belum resmi dipublikasikan, Ramli memberi bocoran bahwa di dalam draf POS UN 2015 akan ada banyak perubahan regulasi yang substantif.
Salah satunya mengenai fungsi UN sepenuhnya untuk pemetaan kualitas pendidikan yang akan dimulai tahun ini. Dengan kata lain, UN sudah tidak lagi menjadi faktor penentu kelulusan siswa. Sebelumnya untuk menentukan kelulusan siswa digunakan nilai UN dan nilai sekolah (UAS dan rapor) dengan komposisi 60:40.
Ramli menjelaskan, dengan tidak berperannya lagi UN dalam kelulusan siswa, mulai tahun ini juga kelulusan siswa hanya ditentukan nilai sekolah, baik ujian akhir maupun nilai rapor. “Semua mata pelajaran, termasuk yang di-UN-kan nanti diujikan dalam ujian akhir sekolah (UAS),” ujar Ramli.
Ramli mengimbau agar siswa tetap mengerjakan UN dengan sungguh-sungguh meski UN tidak lagi menjadi faktor penentu kelulusan. Pihak sekolah juga diminta tidak melakukan praktik kecurangan agar fungsi UN sebagai alat ukur kualitas pendidikan di sekolah menjadi optimal dan objektif. Dengan UN tidak lagi jadi penentu kelulusan, dia juga berharap situasi dunia pendidikan akan semakin kondusif.
Neneng zubaidah
(bbg)