Musibah AirAsia Dinilai Juga Tanggung Jawab Negara

Selasa, 06 Januari 2015 - 10:38 WIB
Musibah AirAsia Dinilai...
Musibah AirAsia Dinilai Juga Tanggung Jawab Negara
A A A
JAKARTA - Kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 yang menimbulkan banyak korban jiwa dinilai menjadi pelajaran bagi dunia penerbangan di Indonesia.

Musibah tersebut dinilai tidak hanya menjadi tanggung jawab penyedia jasa penerbangan. "Yang utama bahwa tanggung jawab keselamatan dan keamanan penerbangan adalah tanggung jawab negara," tutur pakar hukum tata negara, Andi Irmanputra Sidin melalui keterangan tertulis, Selasa (6/1/2015).

Menurut dia, penerbangan termasuk bumi ruang udara di atasnya, dan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai negara .

Oleh karena itu, lanjut dia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyebutkan yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan adalah Meneteri Perhubungan.

Menurut Irman, legislasi di bidang penerbangan harus segera ditinjau. UU Penerbangan tahun 2009 memiliki paradigma hukum bahwa keselamatan dan keamanan penerbangan adalah negara sebagai stelsel pasif, bukan aktiif.

Dia mengatakan jika penerbangan dikuasai negara (Pasal 33 UUD 1945) maka negara tidak cukup hanya menempatkan pemerintah sebagai pembina dalam penataan fungsi negara mengenai penerbangan.

Pemerintah, lanjut dia, tidak hanya memiliki peran pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.

Ketiga fungsi tersebut tertuang dalam Pasal 10 Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2009. Menurut Irman, negara liberal itu pun memiliki ketiga peran tersebut.

Oleh karena itu, lanjut dia, Undang-undang 1/ 2009 harus direvisi. Tujuannya agar negara menjadi stelsel aktif, khususnya menangkut keselamatan dan keamanan penerbangan.

Negara, kata dia, tidak hanya berfungsi sebagai stelsel aktif khususnya yang menyangkut keselamatan dan keamanan penerbangan.

"Yang tidak boleh hanya berfungsi pengaturan dan pengawasan saja namun yang pertama adalah melakukan pengelolaan, kebijakan, pengurusan secara aktif guna menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan," tuturnya.

Menurut dia, negara tidak boleh hanya menjadi tukang stempel sistem manajemen keselamatan/keamanan penerbangan belaka seperti UU Penerbangan 2009.

"Apalagi menempatkan negara ibarat kotak P3K, penolong pertama pada kecelakaan jika terjadi insiden. Bukan ini spirit dikuasai negara menurut UUD 1945," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1095 seconds (0.1#10.140)