Soal PK Satu Kali, Menkumham Bela MA
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 yang mengatur tentang permohonan pengajuan kembali (PK) dalam perkara pidana.
Dalam SEMA itu, PK hanya diperkenankan diajukan sebanyak satu kali.
Menyikapi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, SEMA merupakan penegasan dari UU MA.
"Surat Edaran MA nomor 7 sudah ada. UU Kementerian tidak dibatalkan, jadi di situ PK tidak dibatalkan, PK hanya sekali," ujar Yasonna di kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (5/1/2015).
Menurut dia, pembatasan PK hanya satu kali merupakan terobosan hukum untuk memperketat pelaksanan hukum pidana.
"Saya kira ini terobosan baru. Jadi saya kira ini memang MK ketat soal itu, tinggal kita bicarakan dengan Jaksa Agung soal itu," tandas Yasonna.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin menilai pembatasan PK hanya satu kali tidak dapat dibenarkan.
Menurut dia, konstitusi sudah menempatkan MA sebagai kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkkan hukum dan keadilan seperti tertuang dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945.
"Pencarian keadilan setiap warga negara bahkan umat manusia adalah hak konstitusional yang paling esensi untuk memperjuangkan kebabasan dan hak hidupnya," tutur Andi, Jumat 2 Januari 2015 lalu.
Dalam SEMA itu, PK hanya diperkenankan diajukan sebanyak satu kali.
Menyikapi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, SEMA merupakan penegasan dari UU MA.
"Surat Edaran MA nomor 7 sudah ada. UU Kementerian tidak dibatalkan, jadi di situ PK tidak dibatalkan, PK hanya sekali," ujar Yasonna di kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (5/1/2015).
Menurut dia, pembatasan PK hanya satu kali merupakan terobosan hukum untuk memperketat pelaksanan hukum pidana.
"Saya kira ini terobosan baru. Jadi saya kira ini memang MK ketat soal itu, tinggal kita bicarakan dengan Jaksa Agung soal itu," tandas Yasonna.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin menilai pembatasan PK hanya satu kali tidak dapat dibenarkan.
Menurut dia, konstitusi sudah menempatkan MA sebagai kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkkan hukum dan keadilan seperti tertuang dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945.
"Pencarian keadilan setiap warga negara bahkan umat manusia adalah hak konstitusional yang paling esensi untuk memperjuangkan kebabasan dan hak hidupnya," tutur Andi, Jumat 2 Januari 2015 lalu.
(dam)